Sabtu, 07 November 2009




"SOBAT YANG TERTINGGAL"

Sabtu, 06 Juni 2009


SELAMAT TINGGAL KAWAN...!!!!, AKU PERGI
TAKKAN KEMBALI....!!!

Kamis, 16 April 2009


"Universitas Sriwijaya. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi"

Selasa, 14 April 2009

“Idealis Yang tersisa”

Moralityas menjadi pembicaraan dan bahasan tanpa batas akhir, dari Durkeim sampai dengan perkembangan mutakhir sosiologi dewasa ini. Ketika pengkambnghitaman masalah social menjadi sebuah kontradiksi-kontradiksi yang tidak pernah habis dan takkan habis-habisnya. Masyarakat menjadi sebuah reduksi mesin-mesin raksasa kapitalisme.

Aku terperangkap dalam lingkaran dan arus social yang anomie. Peran integrasi dan regulative telah menjadi symbol kebiadaban masyarakat kapitalis. Proletar dan kaum yang termajinalkan harus menelan pahit realitas ini. Sebuah cinta dan penghambaan dikesampingkan karena beda kelas, demi menjaga image dan prestise. Aku adalah bagian dari ,ereka yang termarjinalkan untuk mengenal cinta.

Menanti dan menunggu kutemukan sosok ideal yang selam ini kucari, ia hadir bagai bidadari malam yang membawa obor cahaya ditengah kegelapan. Utopia menjadi realitas, ide dan konsep ideal telah berlabuh menyatu menjadi sosok mahadewi yang dalam realitas tanpa batas.

Arus social telah mangantarku, kedalam pelukan mesra bidadari malam. Ia hadir dan memenuhi rongga dada dan hati yang terdalam, menghilangkan akal sehatku. Aku bertanya ini mimpi atau realitas…

Pertanyaan yang ambigu, mungkin karena terlalu lama dan dalamnya aku masuk dalam dunia ide, sampai aku tidak bias membedakan dimana ide dan dimana realitas. Inilah aku berdiri dalam hayalan tingkat tinggi, kunikmati dan kutelan semuanya….

Ketika semua semakin terbuai oleh situasi tanpa pertimbangan rasional. Aku terjerambab dan semakin dalam masuk kezona ini. Revolusi jalanan mulai mati dan kubunuh dalam sendi-sendi yang terasa hamper retak…..
"Idealis yang tersisa"

Senin, 13 April 2009

Kamis, 19 Maret 2009


"Apakah Tuhan Telah Mati"

Sebuah analogi yang cukup menggelitik dan bisa dikatakan cukup radikal, ketika manusia mengatakan bahwa Tuhan telah mati. Inilah sebuah realitas dalam dunia baru di era modernis, peradaban mesin dan dunia maya telah mengalahkan realitas yang sesungguhnya. Realitas semu itulah sebutan menjadi jargon peradaban kini. Manusia tenggelam bahkan ditenggelamkan oleh hal-hal yang terlalu rasional menurut standar mereka.

Ketika stadar rasional menjadi urutan utama dalam menilai kehidupan di era ini, maka bermunculan anti terhdap yang bersifat irasional. penyerangan terhadap relegiusitas merupakan sebuah kemajuan manusia di puncak peradaban yang mereka ciptakan sendiri. menghilangkan yang tidak rasional dari sendi-sendi kehidupan masyarakat modern menjadi tanggung jawab besar para punggawa dan pengagung modernis. Dan bahwan keyakinan akan Tuhan di pertanyakan hari ini. Sebuah ungkapan sederhana "Tuhan Telah Mati" tetapi memunculkan perdebatan yang cukup panjang. kaum religius dari berbagai keyakinan yang irasional, menolak keras analogi nakal tersebut.

Kaum revolusioner dan pembaharu tersebut dengan semangat rasionalitas dan mengagungkan realitas yang mereka ciptakan sendiri. Telah membuat mereka semakin yakin akan kebenaran asumsi mereka. Karl Menheim dalam bukunya "Utopia dan Ideologi" mengatakan bahwa suatu wacana yang berkembang merupakan sebuah virus yang menyerang kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dan menjadi hal yang wajar ketika mereka beranggapan kebenaran ada di pihak mereka, begitu juga dengan pihak yang lainnya.

Pertentangan Ideologi merupakan perang dingin yang terus berlangsung, keruntuhan komunis, keruntuhan kapitalisme, di era ini menjadi bukti akan terbatasnya sesuatu yang dianggap ideal oleh manusia. Inilah salah senjata kaum religius menentang anggapan Tuhan telah mati. Mereka mengatakan tidak adanya konsep dan asumsi manusia yang dapat dipertanggunggjawabkan sebagaimana dengan teks-teks narasi kuno kitab yang mereka yakini. Campur tangan Tuhan adalah mutlak pasti ada di luar pengawasan peralatan modern yang dapat mendeteksi sekecil atom sekalipun.

Lalu mengapa hari ini dunia tidak pernah sepi dengan kekacauan, pembunuhan, pemerkosaan, perang etnis, perang agama hal ini karena kita tidak bisa berpikir mengedepankan rasionalitas. inilah akibat masih teguhnya mereka di bagian timur memegang prinsif yang tidak rasional.

Bangsa Indonesia bagian dari sisa peradaban kuno yang masih tersisa. Masyarakatnya yang sebagain besar adalah komunitas etnik yang primitive, sehingga pola-pola dan daur ulang kehidupan yang irasional masih mendominasi. Penduduk yang sebagian besar adalah muslim, menjadi tempat berkembang subur berbagai aliran yang berasaskan perpaduan irasional stadium empat. Lalu kemankah peran tunggal dari Tuhan inilah fenomena yang mulai terlupakan. Berbagai bencana dan pertikaain alam dan produk manusia semakin marak muncul kepermukaan, mengalahkan tatanan dan harapan ideal akan bangsan yang damai.

Perkembangan bangsa ini yang terkesan dipaksakan menuju masyarakat modern. Masayarakat kubu yang dipaksa untuk memakai baju, masyarakat desa yang dipaksa harus meninggalkan kampung, inilah gambaran yang tidak dapat kita elekkan. Kemajauan merupakan suatu konsep iedal yang akan selalu dipaksakan di negeri ini.

Tuhan Telah mati, sebuah fesimistis akan hadirnya perubahan. walaupunn tidak ada yang tidak mungkin...

Manusia sudah berdiri diatas sketsa tanpa gambar, di bumi yang semakin mencekam.
Manusia sudah kehilangan akan sehat, karena lamanya otak mereka tidak dipakai.
Manusia menjadi Tuhan bagi mereka sendiri, kerana kepuasan yang tidak pernah mereka dapatkan.
Manusia menjadi raksasa besar dan terkadang menjadi sebuah burang beo yang hanya berbicara tanpa nada.
Itulah manusia kini... Menciptakan Tuhan Sendiri
dan apakah Benar Tuhan Telah Mati...!!!!

Selasa, 03 Februari 2009


"REALITAS JALANAN"


 Aku diajak merasakan sendiri apa itu pemahaman, jangan hanya berhenti pada pengertian dan definisi, karena kau takkan kemana-mana kalau hanya selesai pada katanya, katanya, dan katanya.. (Irawan, 04).

 Realiatas semu telah membunuh karakter sejati manusia. Manusia yang katanya mampu untuk mengenali lingkungan sosial budaya mereka, ternyata telah kehilangan semua kekuatannya. Inilah efek yang muncul dari budaya baru dalam lingkup dunia semu. Peradaban kini telah di jungkir balikkan dan bahkan digilas oleh realitas yang diciptakan oleh para revolusioner eksklusif (Olek ’04).

 "Tidaklah sulit untuk memahami bahwa yang kami miliki adalah waktu kelahiran dan masa transisi menuju era baru...kesembronoan dan kebosanan yang merusak tatanan yang ada, firasat aneh akan sesuatu yang tidak di ketahui, hal-hal ini merupakan tanda-tanda perubahan yang mendekat (G.W.F.Hegel).

 "Berusaha memberikan kekuatan-kekuatan baru, sejauh dan selebar mungkin, dalam karya kebebasan yang tidak ditentukan" (Foucault 1994 : 46).

 "Sebuah teori tidak mentotalitaskan; teori merupakan sebuah instrumen dalam pengembangan dan teori juga mengembangkan dirinya...totalitas adalah sifat kekuasaan dan...teori pada hakikatnya menentang kekuasaan"

 "Dimanapun tidak ada yang abadi, baik di luar atau di liar diriku, yang terjadi hanyalah perubahan terus-menerus. Dimanapun aku tidak tahu apapun, bahkan diriku sendiri. Tidak ada sesuatu yang ada. Diriku sendiripun tidak tahu apapun dan aku bukanlah apa-apa. Yang ada hanya bayang-bayang; mereka hanyalah sesuatu yang muncul, dan mereka tahu dirinya sendiri dalam bayang-bayang...aku sendiri hanyalah salah satu dari bayang-bayang ini

 "Negara dan Agama, hukum dan adat, telah hancur berkeping-berkeping kesenangan terpisah dari kerja berat, sarana dari tujuan, usaha dari penghargaan. Yang selamanya di hubungkan hanya pada satu pemecahan tunggal dari suatu keutuhan. Manusia sendiri berkembang hanya sebagai sebuah fragmen, dengan kebisingan monoton dari kendaraan yang ia kemudikan terus menerus di telinganya (Freidrich Schiller).

 "Tidak ada perusahaan yang berdiri dibawah kaki masyarakat. Tidak ada lagi yang masih tabah...Sehingga keributan muncul dalam demokrasi-demokrasi tertentu, yang menjadi perubahan konstan dan ketidak stabilannya. Di sana kita dapati keberadaan subyek yang berteriak, terpecah, tertegun dan yang sangat letih (Emile Durkheim).

Minggu, 04 Januari 2009

DI LUAR ISLAM HARUS DI