tag:blogger.com,1999:blog-63510540139094580222024-02-19T08:49:10.262-08:00"MENUJU MASYARAKAT PARTISIPATIF"Gerakan moral wujud kepedulian akan mekanisme perubahan yang berlarut-larut dalam ketidakpastian.
Masyarakat partisipatif adalah wujud dari hilangnya budaya pesimisme
dan apatisme""Lorong Gelap Revolusi"http://www.blogger.com/profile/18104367066634329936noreply@blogger.comBlogger64125tag:blogger.com,1999:blog-6351054013909458022.post-51779474837727306872010-04-06T03:43:00.000-07:002010-04-06T03:50:19.852-07:00<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiWnoWqZnG-0tV48i8oRjNQSDhYmZF9giI_ERR83nEVVe9yxpxiFWt0RwLSRd-akTPiTkX84wwDmKagTa32BuJ1SuQZ6QzZhbMhdqvEDztZ2binXqOaA_srwA96PK6tUDlInQLlbDLCOh2a/s1600/images.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 127px; height: 213px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiWnoWqZnG-0tV48i8oRjNQSDhYmZF9giI_ERR83nEVVe9yxpxiFWt0RwLSRd-akTPiTkX84wwDmKagTa32BuJ1SuQZ6QzZhbMhdqvEDztZ2binXqOaA_srwA96PK6tUDlInQLlbDLCOh2a/s200/images.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5456974713979241410" border="0" /></a><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">APOLLO 13 DAN DOMINASI RASIONALITAS INSTRUMENTAL, Suatu Telaah Teori Kritis</span><br /><div style="text-align: justify;"><br />Oleh : Abdul Kholek.<br /><br />Pada era 1960-an, Amerika sedang getol-getolnya mengadakan perlombaan luar angkasa dengan Uni Sovyet. Hal ini juga didorong oleh visi Presiden John F. Kennedy pada tahun 1961 yang mencanangkan bahwa manusia harus bisa mendarat di bulan sebelum akhir dasawarsa 1960. Cita-cita Kennedy ini akhirnya tercapai pada 20 Juli 1969, setelah misi Apollo 11 yang membawa astronot Neil Armstrong, Buzz Aldrin, dan Michael Collins berhasil mendarat di bulan.<br /><br />NASA kembali meluncurkan misi Apollo 13 pada 11 April 1970. Misi tersebut membawa astronot James Lovell, Jack Swigert, dan Fred Haise. Namun, misi tersebut tidak semulus misi-misi sebelumnya. Dua hari setelah peluncuran, terjadi ledakan pada wahana Apollo 13 yang disebabkan adanya kerusakan pada tangki oksigen. Hal ini antara lain mengakibatkan pasokan listrik yang ada menurun secara drastis.<br /><br />Wahana Apollo 13 pun praktis lumpuh, dan terancam tidak bisa kembali ke bumi. Karena itu, Pusat Kendali Misi NASA yang ada di Houston kemudian memutuskan untuk membatalkan misi pendaratan di bulan dan berupaya untuk membawa para astronot kembali secepat mungkin ke bumi.<br /><br />Itulah cuplikan singkat peluncuran Apollo 13 dari realitas yang divirtualkan. Masyarakat dunia di waktu itu tertuju pada antusiasme menyaksikan kemajuan teknologi. Inilah puncak kemenangan positivisme, manusia tidak lagi menghadapi alam dengan ketakutan melainkan dengan kalkulasi. Dari proses perakitan elemen-elemen roket Apollo telah menggunakan hitungan matematis, hinggi misi penyelamatan yang dilakukan oleh pusat pengendali di Houston, ketika terjadi kerusakan pada Apollo 13.<br /><br />Dalam tinjauan teori kritis, perkembangan masyarakat modern yang diawali dengan semangat pencerahan melalui cara berpikir positivistik dan ilmu-ilmu alam telah meruntuhkan belenggu pemahaman mitologis. Tetapi menurut Adorno dan Horkheimer cara berpikir positivistik dan ilmu-ilmu alam itu sendiri sebenarnya merupakan mitos baru yang lahir dari mitos lama yang telah ditaklukkannya (F. Budi Hardiman, 2009 : 69). <br /><br />Motif peluncuran Apollo 13 membawa misi ideologis pernyataan Presiden Amerika John F. Kennedy, yang mencanangkan manusia harus bisa mendarat kebulan merupakan selubung positivistik yang sebenarnya tidak objektif dan tidak bebas nilai (value-free). Jelas terlihat adanya keterkaitan antara ilmu pengetahuan dan teknologi dengan praksis ideologis. Kondisi ini menggambarkan bahwa ide pencerahan yang diwujudkan dalam positivistik hanya sebuah instrumen dari hegemoni ideologis melalui rasionalitas instrumental.<br /><br />Herbert Marcuse, menjadikan muatan politis nalar teknis, sebagai titik awal kritiknya atas kapitalisme lanjut. Marcuse menyatakan bahwa rasionalitas formal (teknologis) telah menghapus kepentingan sosial yang menentukan penerapan teknik-teknik tertentu (Thomas Mc Carthy, 2006 : 23).<br /><br />Apollo 13 merupakan lanjutkan program antariksa Amerika Serikat, telah menghipnotis masyarakat atau memenjarakan masyarakat kedalam perangkap dominasi positivistik. Mereka beranggapan kemajuan tersebut merupakan sebuah kebanggaan berharga bagi mereka, padahal dibalik perkembang ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut ada muatan-muatan ideologi. Hal ini sejalan dengan pendapat Sindunata dalam dilema usaha rasional, bahwa terjadinya penipuan ideologis karena eksistensi individu hanya digambarkan sebagai sesuatu yang luhur sedangkan sebenarnya tidak ada. Pada kenyataannya individu justru diperbudak dan penguasa yang berhak menentukan tujuan individu (Sindhunata, 1983 : 83).<br /><br />Hegemoni rasionalitas instrumental sangat kentara sekali dalam usaha menyukseskan proyek antariksa Amerika Serikat. Hasil yang dicapai selalu bersandar pada cara berpikir logika formal dan matematis. Rasio hanya menjadi instrumen belaka, sebagai alat kalkulasi, verifikasi, pelayan klasifikasi yang setia pada tujuan diluar dirinya yaitu kepentingan ideologis. Di balik rasionalitas yang dibangun ternyata memunculkan irrasionalitas baru. Sehingga rasionalitas instrumental tidak lain hanyalah mitos baru dalam masyarakat modern.<br /><br />Daftar Referensi :<br /><br />Mc Carty, Thomas. 2006. Teori Kritis Jurgen Habermas. Kreasi Wacana. Yogyakarta.<br /><br />Budi Hardiman, F. 2009. Menuju Mayarakat Komunikatif, ilmu, masyarakat, politik dan postmodernismo menurut Jurgen Habermas. Kanisus. Yogyakarta.<br /><br />---------. 2009. Kritik Ideologi, menyikapi pertauatan pengatahuan dan kepentingan bersama Jurgen Habermas. Kanisus. Yogyakarta.<br /><br />Shindunata. 1983. Dilema Usaha Manusia Rasional, kritik masyarakat modern oleh Max Horkheimer dalam rangka Sekolah Frankfurt. PT. Gramedia. Jakarta.<br /><br /><br /><br /><br /></div>"Lorong Gelap Revolusi"http://www.blogger.com/profile/18104367066634329936noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6351054013909458022.post-79545887603795683832010-02-23T20:40:00.000-08:002010-02-24T14:53:05.435-08:00<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiX3OJZLMMUWKQPRPxoWwPDsd4f5UzucfbF-H-0qAywVaoYOGpCNrtX4tV3tr6C3o4mhrkNmtrJIgBRFMU6WsGgeO5V6jfwCZ8h_HCJ4AfslqjVhNVhIlQ74hTtZEvnJM54YrmAlmMYQ8X1/s1600-h/Copy+of+S3010244.JPG"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 150px; height: 200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiX3OJZLMMUWKQPRPxoWwPDsd4f5UzucfbF-H-0qAywVaoYOGpCNrtX4tV3tr6C3o4mhrkNmtrJIgBRFMU6WsGgeO5V6jfwCZ8h_HCJ4AfslqjVhNVhIlQ74hTtZEvnJM54YrmAlmMYQ8X1/s200/Copy+of+S3010244.JPG" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5441946662379258786" border="0" /></a><span style="color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">“Akhir Kerja Pansus Century; Menguji Kesetiaan Koalisi”</span><br /><div style="text-align: justify;"><br />Oleh : Abdul Kholek<br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(0, 153, 0);">“Dua arah kesetian yang akan muncul diakhir kesimpulan pansus yaitu berhasilnya lobi yang menandakan kesetian pada kekuasaan, atau tetap konsisten pada kesimpulan awal yang menandakan kesetian pada konstituen politik”</span><br /><br />Kerja panjang dan melelahkan dalam Pansus Century hampir usai. Pemanggilan beberapa pejabat penting untuk mengklarifikasi kebijakan pengucuran dana kepada Bank Centuy yang mencapai 6,7 Triliun menjadi agenda utama pansus. Terjadi perdebatan yang cukup alot antara fraksi yang tergabung dalam pansus, pro kontra dan saling tuding menjadi bagian yang tidak lepas dari proses tersebut. Warna baru dalam pencarian kebenaran dan pembenaran dalam parlemen yang mulai terlihat demokratis.<br /><br />Mengapa sampai terjadinya pengucuran dana sebesar itu ?, siapa yang bertanggung jawab ? dan dengan alasan apa ?, merupakan beberapa pertanyaan utama dalam investigasi yang dilakukan oleh pansus. Di akhir-akhir kerja pansus berbagai pandangan umum dari masing-masing fraksi sudah hampir final.<br /><br />Dari sembilan fraksi, tiga fraksi secara tegas menyebut nama-nama pihak yang bertanggung jawab pada proses penyelamatan PT Bank Century Tbk. Tiga fraksi itu adalah Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Hanura, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Mereka menyebut nama Boediono, Sri Mulyani, Rafat Ali Rivzi, Hesham Al-Warraq, Robert Tantular, hingga Miranda Swaray Goeltom harus bertanggung jawab. Sementara enam fraksi lainnya tidak menyebut nama. Fraksi-fraksi itu adalah Partai Golkar, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Gerindra, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Demokrat (http://korupsi.vivanews.com/news).<br /><br />Partai Demokrat dan PKB menyampaikan pandangan bahwa dana tersebut dikeluarkan sebagai sebuah tindakan yang positif untuk mempertahankan ekonomi yang sedang di terjang krisis global. Asumsi ini mengisyaratkan bahwa tidak ada penyimpangan dalam kasus century, inilah yang diyakini oleh kedua fraksi tersebut.<br /><br />Posisi Partai Demokrat yang sedang memegang kendali eksekutif dan perbedaan pandangan dengan partai koalisi menjadi pembicaraan hangat akhir-akhir ini. Partai Demokrat sepertinya cukup khawatir dengan perpecahan pandangan akhir dari partai koalisinya. Lobi-lobi menjadi salah satu alternatif yang menjadi agenda untuk mencari dukungan yang maksimal di pansus.<br /><br />Propanganda dari kelompok kepentingan dengan serta merta memunculkan berbagai isu-isu, yang cukup menggentarkan bagi partai koalisi yang terlalu vocal dalam pembahasan century. Isu resaffle kabinet dan penata ulang atau reorientasi komitmen koalisi menjadi sebuah wacana internal bagi partai-partai koalisi.<br /><br />Melihat kejadian ini, sebagai sebuah ujian berat terhadap koalisi. Kebenaran objektif yang akan mereka usung atau kebenaran subjektif yang akan mereka usung. Inilah sebuah teka-teki kehidupan demokratis, keberpihakan pada rekan politik dan kepentingan, atau keberpihakan pada masyarakat dan keadilan akan menjadi tantangan berat bagi partai politik dalam menentukan pandangan akhir di pansus century.<br /><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255);">Dua Arah Kesetiaan; Konsisten Versus Inkonsenten</span><br /><br />Pra pandangan akhir dan kesimpulan-kesimpulan dari masing-masing fraksi sangat kontroversial. Terutama pada fraksi-fraksi partai yang berkoalisi dengan pemerintah. Tidak sejalannya pendapat tersebut sebagai ujian besar bagi partai koalisi, dan bahkan dapat berakibat pada konflik elit yang akan berujung pada bubarnya koalisi, aroma ini sudah mulai tercium saat isu resaffel kabinet. Ada partai yang memberikan pernyataan akan keluar dalam koalisi dan menarik sejumlah menterinya jika terjadi resaffel.<br /><br />Isu ini mulai tenggelam dan mulai beralih dengan pendekatan lobi politik. Kerja ini merupakan sebuah alternatif yang cukup lunak dan dianggap efektif untuk meminimalkan perbedaan pandangan antara partai koalisi. Dua arah kesetian yang akan muncul diakhir kesimpulan pansus yaitu berhasilnya lobi yang menandakan kesetian pada kekuasaan, atau tetap konsisten pada kesimpulan awal yang menandakan kesetian pada konstituen politik. Merupakan putusan yang paling ditunggu-tunggu oleh masyarakat, yang sebagian besar menyaksikan perdebatan panjang pansus century.<br /><br />Disinilah letak ujian terbesar dari partai-partai koalisi, kejujuran, mengedepankan keadilan dan kepentingan umum seharusnya menjadi pertimbangan utama dalam putusan akhir. Tentunya dengan data dan fakta yang telah terkumpulkan dalam pansus. Legitimasi dari peran legislatif sebagai kontrol terhadap eksekutif dan penyalur aspirasi politik masyarakat menjadi pertimbangan yang cukup rasional untuk menyuarakan sebuah kebenaran yang di yakini dalam temuan-temuan tersebut.<br /><br />Hal ini sejalan dengan pendapat Denny J (2006 : 12), mengenai kedudukan parlemen, bahwa semua anggota parlemen yang dipilih langsung oleh rakyat atau konstituen politik, dengan sendirinya tidak berhutang budi kepada siapapun (apalagi pihak eksekutif), kecuali pada rakyat yang memilihnya. Asumsi yang disampaikan tersebut, merupakan sebuah gambaran bagaimana seharusnya parlemen atau anggota legeslatif berperan. Inilah tabir gelap teka-teki century yang ditunggu-tunggu oleh rakyat pada akhir kerja pansus Tanggal 4 Maret 2010 mendatang.<br /><br /><br /><br /></div>"Lorong Gelap Revolusi"http://www.blogger.com/profile/18104367066634329936noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6351054013909458022.post-48881178550553124522010-02-17T18:40:00.000-08:002010-03-07T01:49:24.076-08:00<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEijKuTkuOJ9qMdOEB8lo7sFCUlmGuuLaHSHi_fCCgFYZovqqYMXa0kjbxe3gEGzj-ZZAdq5DJsTjjh2cQRZ3pyGHnVc-nqK77Lz0dXgdAzjMg35Ur2GPipg1bVC6UfCC1CNYazV9vEpOKAe/s1600-h/16837_1288644772343_1116927506_30962831_2765881_n.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 143px; height: 200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEijKuTkuOJ9qMdOEB8lo7sFCUlmGuuLaHSHi_fCCgFYZovqqYMXa0kjbxe3gEGzj-ZZAdq5DJsTjjh2cQRZ3pyGHnVc-nqK77Lz0dXgdAzjMg35Ur2GPipg1bVC6UfCC1CNYazV9vEpOKAe/s200/16837_1288644772343_1116927506_30962831_2765881_n.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5439411084333453314" border="0" /></a><span style="color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">”GERAKAN DUNIA MAYA, GUGATAN TERHADAP REALITAS”</span><br /><div style="text-align: justify;"><br />Oleh : Abdul Kholek,<br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(51, 255, 51);">“Sebuah gerakan baru mencari keadilan dalam ruang virtual, sebuah instrument perjuangan yang dilakukan sebagai akibat matinya realitas yang semakin tergugat’’</span><br /><br />Dewasa ini perkembangan ICT (information and communication technology), yang kian canggih dan kompleks. Masyarakat telah menemukan ruang baru, hidup dalam masyarakat jejaring (the network society). Akses internet sudah menjadi kebutuhan hidup segala lapisan masyarakat. Jumlah blogger, faceboker, dan twitter terus meningkat, mereka pergi berpantasi kedunia maya dengan berbagai macam motif dan keperluan; bisnis, mobilisasi massa, menebarkan ideologi politik, chatting, browsing literature, menelusuri lowongan kerja, mencari teman kencan dan lain sebagainya.<br /><br />Inilah gambaran sekilas mengenai ruang baru dalam lingkup dunia maya. Dunia yang belum pernah tergambarkan sebelumnya, sebuah imbas dari perkembangan inovasi dan kreasi manusia sebagai mahluk yang cerdas (homo sapien). Dunia maya telah menggusur realitas dan bahkan membunuh perlahan dunia material. Orang-orang sudah terkoneksi dalam masyarakat jejaring dan mengakibatkan ruang privacy juga semakin kabur didalam masyarakat.<br /><br />Keberadaan facebook sebagai sebuah instrumen dari banyak pilihan situs jejaring, telah menghegemoni kehidupan masyarakat dewasa ini. Berbagai kemudahan dalam mengakses serta dilengkapi fitur-fitur yang menarik dan sederhana telah memudahkan semua orang untuk membuat sebuah facebook. Anak kecil dari sekolah dasar sampai orang tua telah menggunakan situs jejaring ini. Kondisi tersebut juga didukung oleh aplikasi ponsel yang dapat mengakses facebook. Berdasarkan hasil survey eMarketer, Indonesia menduduki ranking kedua setelah AS. Pada 1 Desember 2009 eMarketer mencatat jumlah pengguna facebook di Indonesia 13.870.120 pengguna, sedangkan pada 1 Januari 2010 sebesar 15.301.280 pengguna. Kenaikan yang cukup signifikan mencapai 10 persen dalam satu bulan (tekno.kompas.com.13 Januari 2010).<br /><br />Seorang bisa membuat beberapa facebook untuk berbagai kepentingan. Group-group dengan mudah diciptakan dengan berbagai kepentingan dan tujuan. Sepertinya facebook telah menjadi dua mata pisau yang tajam, disatu sisi dimanfaatkan untuk kepentingan yang positif dan disisi lain digunakan untuk kepentingan yang negatif. Penjaulan anak, penculikan, perjudian online serta meluasnya praktek prostitusi online dan lain sebagainya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari kehadiran facebook dalam masyarakat.<br /><br />Sisi positif yang muncul, bahwa facebook menjadi salah satu instrument lahirnya ruang publik yang paling demokratis dewasa ini. Protes-protes, kritikan dan berbagai gerakan politik dan kepentingan muncul diruang dunia maya, sebagai sebuah konstruksi dari dunia riil. Bangunan baru ruang publik melalui media digital telah menjadi fenomena yang cukup menarik dalam perkembangan demokrasi dewasa ini.<br /><br />Gerakan sosial baru (new social movement) melalui instrumennya yang tercipta di ruang virtual memiliki kekuatan ideologis tertentu, sebagai wujud eksistensi dari kaum oposisi dan juga masyarakat sipil (civil society) dalam melihat realitas politik, sosial, ekonomi dan juga budaya. Dan inilah yang dikatakan oleh Mafred B. Steger (2005 : 20), bahwa ideologi bukanlah konstruksi imajiner yang tidak punya landasan dalam fenomena material.<br /><br />Dari persfektif sosiologis kehidupan masyarakat maya antara lain dapat diidentifikasikan dari segi relasi-relasi sosial atau lebih spesifik dapat dilihat jejaring-jejaring (networks) yang terendap dalam kehidupan masyarakat dunia maya. Jejaring-jejaring tersebut menciptakan stimulus, respon dan tindakan-tindakan kolektif yang dibingkai oleh norma, nilai-nilai dan sangsi sosial.<br /><br />Pentinganya media atau ruang virtual dalam penyaluran aspirasi politik merupakan sebuah protes atau kritik sosial akibat tersumbatnya dan tidak berfungsinya fungsi-fungsi politik, yang seharusnya diperankan oleh lembaga-lembaga politik, dari parpol sampai pada lembaga eksekutif, legeslatif dan juga yudikatif. Mandulnya kemampuan lembaga-lembaga tersebut dalam menyelesaikan permasalahan-permasalahan Negara. Merupakan landasan dasar dari munculnya gerakan keadilan dan gerakan moral di ruang virtual.<br /><br />Menurut Cornelis Law (2006 : 150), bahwa setiap perjuangan haruslah meletakkan kebebasan informasi dan kebebasan berpendapat sebagai substansi perjuangan. Ini menjadi salah satu rasionalisasi baru masyarakat dalam menggunakan instrument ruang virtual. Sehingga kebebasan informasi dan juga kebebasan berpendapat menjadi sangat urgen dalam setiap perjuangan dalam mengejawantahkan perubahan sosial yang lebih baik. Media merupakan instrumen yang digunakan sedangkan dunia riil adalah akselerasi ideologi yang terus berjalan.<br /><br />Seiring dengan matinya realitas yang ideal, terbunuhnya rasa keadilan pengingkaran hak-hak masyarakat sipil oleh Negara dan lain sebagainya. Bermunculan gerakan-gerakan sosial di dunia maya, sebuah kemajuan baru dalam sejarah pergerakan. Gerakan facebook yang mendukung Prita Mulyasari, gerakan mendukung Bibit-Candra, yang mencapai jutaan orang adalah sebuah bentuk protes terhadap keadilan, kemunafikan, kekejaman birokrsi, dan kekacauan sistem yang berjalan dinegeri ini.<br /><br />Ada banyak pesan moral yang disampaikan oleh aksi-aksi masa dalam ruang vitual, substansi dari gerakan ini yaitu gugatan terhadap realitas. Ada sebuah kekecewaan besar dari masyarakat sipil terhadap berbagai permasalahan ketidakadilan dewasa ini. Mulai menyempitnya ruang publik yang efektif sehingga dengan kemajuan teknologi informasi, masyarakat menggeser ruang publik kedalam dunia maya atau ruang publik virtual.<br /><br />Sebagai gerakan sosial, gerakan dunia maya telah mampu meraih simpati kolektif dari masyarakat. Pengumpulan koin untuk Prita Mulyasari, aksi-aksi turun kejalan untuk pembebasan Bibit-Candra. Merupakan akselerasi gerakan dari dunia maya ke dunia riil, hasilnyapun sangat positif kedua permasalahan tersebut tuntas dengan keadilan yang diciptakan oleh masyarakat sipil. Kecenderungan ini memberikan sebuah pola baru dalam proses konsolidasi demokrasi di Indonesia.<br /><br />Penggunaan instrumen multimedia melalui group-group facebook yang diberdayakan untuk mewujudkan tatanan masyarakat demokratis. Merupakan satu bentuk dari efek positif yang harus dipertahan agar tetap berkelanjutan (sustainaible). Menurut Anthony G. Wilhelm (2003 : 52), dalam suatu masyarakat demokratis, pembentukan opini dan pembuatan keputusan adalah sesuatu yang dianggap sah ketika itu merupakan harapan-harapan dari semua orang yang secara potensial terpengaruh oleh suatu kebijakan. Kondisi inilah yang menjadi harapan dan keingian dari berbagai gerakan keadilan dan gerakan moral yang diwujudkan di diruang virtual.<br /><br />Gugatan terhadap realitas yang diwujudkan dalam gerakan dunia maya, saat ini telah menjadi sebuah tren dan akan menjadi tradisi untuk mencari format baru sebuah keadilan. Sebuah awal yang baik untuk perkembangan demokrasi, tetapi tentunya hambatan-hambatan dari kelompok yang merasa dirugikan oleh kebebasan ruang publik virtual akan terus menghadang gerakan dunia maya tersebut. Sehingga dalam prinsip gerakan harus ada afiliasi antara gerakan dunia maya dengan gerakan dalam dunia riil. Terwujudnya sinkronisasi antara dua ruang tersebut akan menghasilkan sebuah gerakan yang masive dan disinilah titik kritis dari akhir perjuangan dalam gerakan dunia maya.<br /><br />Daftar Referensi :<br /><br />B Steger, Manfred. 2005. Globalisme Bangkitnya Ideologi Pasar. Lafadl Pustaka. Jogjakarta.<br /><br />G Wilhelm, Anthony. 2003. Demokrasi di Era Digital, Tantangan kehidupan politik di ruang cyber. Pustaka Pelajar.<br /><br />Lay, Cornelis. 2006. Involusi Politik, Esai-esai Transisi Indonesia. Jurusan Ilmu Pemerintahan FISIPOL UGM. Jogjakarta.<br /><br /><br /><br /><br /></div>"Lorong Gelap Revolusi"http://www.blogger.com/profile/18104367066634329936noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6351054013909458022.post-74536594177829478902010-02-07T20:35:00.000-08:002010-02-10T03:54:48.172-08:00<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIdNsHF_-Ep3mOz4XDjl-WtS_xO6Lar6UnsxyGlwiJmhyOVJP1ZwU-tTmjPGFehiTpqxipUA5RAGMIlhDfwRCynYaWIT-iM_3b6g1bJhxTJuUqC1h1dMDVu2W2Cw0_tGx_Ba9-uTon-jhW/s1600-h/images.jpeg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 150px; height: 120px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIdNsHF_-Ep3mOz4XDjl-WtS_xO6Lar6UnsxyGlwiJmhyOVJP1ZwU-tTmjPGFehiTpqxipUA5RAGMIlhDfwRCynYaWIT-iM_3b6g1bJhxTJuUqC1h1dMDVu2W2Cw0_tGx_Ba9-uTon-jhW/s200/images.jpeg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5435728762446079314" border="0" /></a><br /><div align="justify"><span style="color: rgb(204, 51, 204);"><strong><span style="font-size:130%;">"MODAL SOSIAL DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH"</span></strong></span></div><div align="justify"><span style="color: rgb(204, 51, 204);"><strong><span style="font-size:130%;"></span></strong></span></div><div align="justify"><span style="color: rgb(51, 51, 255);">(Oleh : Abdul Kholek)</span></div><div align="justify"><span style="color: rgb(51, 51, 255);"></span></div><div align="justify">Dalam bisnis modal sosial mempunyai peran yang cukup signifikan dalam meningkatkan kegiatan bisnis. Prinsip-prinsip yang melekat dalam modal sosial di adopsi oleh berbagai perusahaan untuk meningkatkan bisnissnya. Tetapi dilain pihak pada usaha atau bisnis skala kecil dan menengah tidak mudah mengadopsi prinsip modal sosial tersebut.</div><div align="justify"><span style="color: rgb(255, 0, 0);"><br /></span><strong><span style="color: rgb(51, 51, 255);">1. Faktor-Faktor yang Menghambat Usaha Kecil dan Menengah Dalam Mengadopsi Prinsip-Prinsip Modal Sosial.</span></strong></div><div align="justify"><span style="color: rgb(51, 51, 255);"><br /></span><span style="color:#33ff33;">1) Individualistis</span></div><div align="justify"><span style="color:#33ff33;"></span><span style="color:#33ff33;"><br /></span>Merupakan sifat dasar dari manusia modern yang individualitis, usaha kecil biasanya memiliki tingkat individulistis yang cukup tinggi hal ini dikarenakan mereka berbisnis hanya untuk memenuhi kebutuhan subsisten, sehingga keuntungan harian atau perharinya sangat meperngaruhi keberkangsungan hidup mereka. Oleh landasan tersebut munculnya individulisme dalam usaha kecil atau menengah.</div><div align="justify"><br /><span style="color:#33cc00;">2) Mementingkan diri sendiri (swa-kepentingan)</span></div><div align="justify"><br />faktor ini hampir sama dari yang pertama disini memperlihatkan bahwa usaha kecil dan menengah mempunayai orientasi ekonomi yaitu swa-kepentingan, dalam artian semuanya didasarkan pada sejauh mana kepentingan mereka peroleh dari setiap tindakan bisnis mereka.</div><div align="justify"><br /><span style="color:#33cc00;">3) Merosotnya kepercayaan dan sosiabilitas</span></div><div align="justify"><br />Kondisi ini merupakan faktor yang juga menghambat usaha kecil dalam mengadopsi prinsip-prinsip modal sosial. Usaha kecil dan menengah tidak menggunakan kepercayaan dalam pengembangan bisnis mereka dan anti terhadap pengelompokan atau pengorganisasian.</div><div align="justify"><span style="color: rgb(0, 204, 204);"><br /><span style="color:#33cc00;">4) Intervensi negara yang begitu kuat.</span></span></div><div align="justify"><br />Intervensi negara dalam hal ini kebijakan-kebijakan yang diambil untuk sektor usahan kecil dan menengah bersifat individualitis, meningkatkan iklim kompetisi atau persaingan, sehingga memunculkan berbagai gangguan-gangguan terhadap relasi sosial.<br /><br /><span style="color:#3333ff;">2. Proses Faktor-Faktor Tersebut Dalam Menghambat Usaha Kecil dan Menengah Untuk Mengadopsi Prinsip-Prinsip Modal Sosial.</span></div><div align="justify"><span style="color:#33cc00;"><br />1). Individualistis</span></div><div align="justify"></div><div align="justify">Sifat individualistis menghambat usaha kecil dan menengah dalam mengadopsi prisip-prinsip modal sosial, yaitu dengan beberapa indikasi bahwa keutungan harian merupakan tergetan yang paling penting, sehingga mengabaikan modal sosial. Usaha kecil dan menengah masih menganggap modal ekonomi dan financial yang paling penting dalam memajukan usaha mereka.<br />Kondisi ini berimplikasi pada tertutupnya usaha kecil atau menengah untuk bergabung dengan usaha yang lain. Indiviualistik semakin kuat dan melebar sebagai akibat dari kondisi ekonomi yang tidak menentu mengharuskan mereka terlalu hati-hati, curiga kepada pihak lain. Selain itu usaha mereka terpaku pada usaha subsisten dan tidak berani untuk melangkah maju dengan berbagai resiko yang akan mereka hadapi. Mereka mempunyai rasionalitas mendahulukan selamat (safety first).</div><div align="justify"><span style="color: rgb(0, 204, 204);"><br /><span style="color:#33cc00;">2). Mementingkan diri sendiri (swa-kepentingan)</span></span></div><div align="justify"><br />Sektor usaha kecil dan menengah sebagimana telah disebutkan diatas bersifat individualis. Sebenarnya hampir sama dengan poin ke dua ini bahwa semua hubungan bisnis ataupun pembangunan realisi di dasarkan pada kepentingan pribadi. Semakin tinggi keuntungan atau akumulasi modal pribadi maka akan semakin intensif hubungan yang dilakukan. Kondisi inilah yang mengakibatkan sektor usaha kecil dan menengah sulit untuk bisa berkembang dengan pesat.<br />Dalam hal ini Fukuyama memberikab gagasan bahwa, prinsip utama ekonomi adalah setiap manusia digerakkan oleh swa-kepentingan. Dalam hal ini orang-orang lebih sering mengejar kepentingan-kepentingan pribadi mereka ketimbang mengejar kemaslahatan .<br /><br /><span style="color:#33cc00;">3). Merosotnya kepercayaan dan melemahnya sosiabilitas</span></div><div align="justify"></div><div align="justify">Proses faktor ini terjadi dimana sebagian dari sektor usaha kecil dan menengah lebih menekankan pada prinsip ekonomi yaitu mencari keuntungan sebesar-besarnya. Sehingga semua tindakan yang tidak mendatangkan modal atau keuntungan financial tidak menjadi prioritas, oleh karena itu mereka tidak menganggap penting kepercayaan dan sosiabilitas.<br />Menurut Fukuyama mereka membuat kesimpulan sendiri berdasarkan logisnya sendiri . Ketika prinsip dasar yang sudah terbangun adalah individualisme dan swa-kepentingan maka kepercayaan dan sosiabilitas akan merosot dah hilang dalam sektor usaha kecil dan menengah tersebut.</div><div align="justify"><span style="color: rgb(0, 204, 204);"><br /></span><span style="color:#33cc00;">4). Intervensi negara yang begitu kuat.</span></div><div align="justify"></div><div align="justify">Proses pada fakor ini tampak jelas dari berbagai kebijakan atau regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Misalkan peraturan pemerintah terhadap usaha kecil dan menengah, pemberian modal, pelatihan, pendampingan dan lain sebagainya. Kebijakan tersebut secara tidak langsung mempunyai efek yang mempengaruhi tatanan sosial budaya.<br />Pemberian modal mengakibatkan usaha kecil dan menengah bersaing untuk mendapatkan modal, memunculkan iklim kompetisi yang tidak kondusif, dan akhirnya mematikan potensi-potensi modal sosial yang cukup besar berada diantara para aktor usaha kecil dan menengah maupun aktor diluarnya. Proses ini merupakan bagian dari masalah eksternal dari sektor usaha kecil dan menengah yang tidak disadari oleh pangambil kebijakan dan juga oleh objek dari kebijakan tersebut.<br /><br /><span style="color:#3333ff;"><br />3. Rekomendasi Agar Usaha Kecil dan Menengah Mau dan Mampu Untuk Mengadopsi Modal Sosial Tersebut.</span></div><div align="justify"></div><div align="justify">Coleman dalam Fukuyama, mendefiniskan modal sosial yakni kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama-sama demi mencapai tujuan-tujuan bersama didalam berbagai kelompok dan organisasi . Menurut Fukuyama modal sosial adalah kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum didalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian tertentu darinya. Ia bisa dilembagakan dalam kelompok sosial yang paling kecil atau mendasar. Demikian juga kelompok-kelompok masyarakat yang besar, atau negara .</div><div align="justify"><br />Futnam dalam Soeharto mengartikan modal sosial sebagai penampilan organisasi sosial seperti jaringan-jaringan dan kepercayaan yang memfasilitasi adanya koordinasi dan kerjasama bagi keuntungan bersama . Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat dirarik kesimpulan bahwa modal sosial terbentuk oleh tiga unsur utam yaitu kepercayaan (trust), norma (norm), dan jaringan.</div><div align="justify"><span style="color: rgb(51, 51, 255);"><br />Rekomendasi yang ditawarkan yaitu :</span></div><div align="justify"><br /> Harus ada penataulangan atau peninjauan kembali dari regulasi terhadap usaha kecil dan menengah yang telah dikeluarkan, diharapkan akan dikeluarkan kebijakan yang tidak mematikan modal sosial tetapi lebih menghidupkan pola kemitraan anatar usaha kecil maupun menengah.</div><div align="justify"><br /> Dilakukannya pendampingan dan penyuluhan-penyuluhan kepada sektor usaha kecil dan menengah tersebut, mengenai prinsip-prisip dasar dan pentingnya modal sosial yang dapat memajukan bisnis mereka. Adanya pembiasaan terhadap norma-norma moral, sekaligus mengadopsi kebajikan-kabajikan seperti kesetiaan, kejujuran, dan dependability . Adopsi nilai-nilai kebajikan tersebut merupakan bagian penting dari isu-isu yang diangkat dalam pendampingan dan penyuluhan-penyuluhan.</div><div align="justify"><br /> Pemerintah menghidupkan kembali iklim kepercayaan, jaringan-jaringan, dan norma-norma sosial yang berlaku di sektor usaha tersebut. Melalui kampanye-kampanye atau pendekatan personal pada usaha kecil dan menengah. Sehingga iklim kondusif terbentuk dan masuknya modal sosial kedalam sektor tersebut.</div><div align="justify"><br /> Gerakan menghidupkan kearifan lokal (indigenous knowledge) yang didalamnya terkandung prinsip-prinsip modal sosial, sehingga secara perlahan sektor usaha kecil, menengah akan memanfaatkan potensi tersebut.<br /><br />Daftar Referensi :<br />Fukuyama, Francis. 2002. TRUST, Kebijakan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran. Qalam. Yogyakarta.<br /><br />Seoharto, Edi.2007. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Alfabeta. Bandung.<br /><br /></div>"Lorong Gelap Revolusi"http://www.blogger.com/profile/18104367066634329936noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6351054013909458022.post-53387692633086497932010-01-30T05:21:00.000-08:002010-01-30T05:35:50.421-08:00<div align="justify"><span style="color:#3333ff;"><strong><span style="font-size:130%;">SKETSA PETANI, NELAYAN DAN BURUH DI INDONESIA</span></strong></span></div><div align="justify"><span style="color:#3333ff;"><strong><span style="font-size:130%;"></span></strong></span></div><div align="justify"><span style="color:#33cc00;">Oleh : Abdul Kholek</span></div><div align="justify"><span style="color:#33cc00;"></span></div><div align="justify"><span style="color:#33ccff;">James Scott, mengindentifikasi keberadaan rasionalitas dikalangan petani kecil Asia Tenggara, dan menyatakan bahwa petani tidak mudah menerima teknologi modern karena memiliki alasan yang cukup rasioal yaitu ‘meminimalkan resiko atau mendahulukan kesesalamatan (safety first)’.</span></div><div align="justify"><span style="color:#3333ff;"><strong><br /></strong></span><span style="color:#3333ff;"><strong>1. K</strong></span><span style="color:#3333ff;"><strong>ecenderungan dalam kehidupan petani di Indonesia dan faktor-faktor petani mengembangkan rasionalitas ‘safety first’</strong></span></div><div align="justify"><span style="color:#3333ff;"><strong></strong></span><span style="color:#3333ff;"><strong><br /></strong></span>Safenty first dalam pengertian konvensional merupakan suatu kecenderungan petani untuk memproduksi atau menanam tanaman untuk kebutuhan pokok mereka. Cara menanam, waktu penanaman, serta penggunaan bibit, berdasarkan pengalaman selama berabad-abad dimana pola tersebut memiliki resiko yang minimal. Hal ini cukup rasional bagi petani yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan subsistensi.</div><div align="justify"><br />Kondisi tersebut menjadikan petani lebih hati-hati dalam menerima inovasi-inovasi teknologi yang masuk melalui industrialisisasi pertanian yang disampaikan oleh pekerja sosial dan juga ahli-ahli agronomi. Kondisi tersebut sejalan dengan pendapat James Scott, bahwa petani yang bercocok tanam berusaha untuk menghindari kegagalan yang akan menghancurkan kehidupannya dan bukan berusaha memperoleh keuntungan besar dengan mengambil resiko .</div><div align="justify"><br />Penjelasan sekilas diatas merupakan prinsif safety first pada masa pra-kapitalis di Asis Tenggara khususnya dalam bahasan James Scott. Jika kondisi tersebut digunakan untuk melihat kehidupan petani Indonesia saat ini tentu tidak relevan lagi. Kalau yang dilihat dalam asfek penggunaan teknologi, karena sebagian besar petani telah memakai alat-alat teknologi, benih unggul hasil persilangan gen dan lain sebagainya. Kondisi ini tidak lepas dari revolusi hijau yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru pada tahun 1960-an, dikenal dengan nama intensifikasi pertanian tanaman pangan, khususnya beras. Program tersebut memperkenalkan teknologi baru dalam teknik bertani, seperti penggunan traktor, pupuk, obat-obatan, penggunaan bibit unggul serta penyuluhan-penyuluhan . Program tersebut akhirnya di adobsi oleh sebagain besar petani di Indonesia hingga saat ini.</div><div align="justify"><br />Apabila dilihat dari pemanfaatan teknologi tersebut petani di Indonesia telah mengalami pergeseran dari tidak menggunakan teknologi beralih pada pemanfaatan teknologi. Dari sini dapat disimpulkan bahwa adanya pergeseran makna dari safety first di Asia Tenggara khususnya pada petani di Indonesia pada masa pra kapitalisme dan saat kapitalisme modern saat ini. Tidak mampunya petani untuk membendung arus globalisai sehingga penerimaan terhadap teknologi sebagai suatu tindakan yang rasional untuk mendahulukan selamat atau meminimalkan resiko, karena paradigma petani sudah berbesar bahwa penggunaan teknologi akan memberikan mereka hasil yang maksimal untuk memenuhi kebutuhan subsistensi mereka. <br />Tetapi dibalik semua pemanfaatan teknologi tersebut. Petani di Indonesia masih berpegang pada rasionalitas mendahulukan selamat dan meminimalkan resiko dalam paradigma tradisional, ada beberapa faktor yang berpengaruh yaitu :</div><div align="justify"><br /><span style="color:#3333ff;"><strong>1) Pola pikir tradisional</strong></span></div><div align="justify"><span style="color:#3333ff;"><strong></strong></span><span style="color:#3333ff;"><strong><br /></strong></span>Petani di indonesai masih mempunyai pola pikir yang tradisonal percaya pada animisme, pasrah pada alam dan lain sebagainya. Pengolahan tanah walaupun sudah memakai teknologi modern, tetapi masih di terapkan prinsif-prinsf tradisonal misalkan waktu penanaman harus berdasarakan tanggal yang biasa di pakai oleh nenek moyang mereka secara turun-temurun. Penggunaan teknologi pun sebagai alternatif yang dipakai untuk mendapatkan hasil yang seadanya dalam memenuhi kebutuhan pokok. Penggunaan sesajen dan adanya perayaan pada saat sebelum menanam dan pasca panen merupakan cerminan dari pola pikir tradisional, mereka masih menyandarkan semua hasil kepada alam, karena kondisi tersebut cukup rasional bagi mereka.</div><div align="justify"><strong><span style="color:#3333ff;"><br />2) Kemiskinan yang membuat mereka terfokus pada pemenuhan kebutuhan pokok</span></strong></div><div align="justify"><br />Petani di Indonesia sebagian besar memproduksi tanaman untuk kebutuhan pokok mereka, usaha yang dilakukan masih terpaku pada prinsip-prinsip yang tradisional. Kondisi ini karena mereka sebagian besar merupakan penduduk yang miskin sehingga tanaman yang ditanam adalah tanaman subsistensi bukan tanaman komersil. Mereka sangat meminimalkan resiko dalam menjalankan proses pertanian sehingga pola-pola lama masih mereka pertahankan, karena dinggap lebih bisa dipercaya untuk mendapatkan hasil yang dapat memenuhi kebutuhan pokok mereka.</div><div align="justify"><br /><span style="color:#3333ff;"><strong>3) Adanya hubungan patron klien, sebagai asuransi sosial</strong></span></div><div align="justify"><span style="color:#3333ff;"><strong></strong></span><span style="color:#3333ff;"><strong><br /></strong></span>Adanya hubungan patron klein merupakan salah satu faktor dari rasionalitas meminimalkan resiko dan selamat. Karena dengan adanya hubungan tersebut mereka dapat tetap bertahan dengan memanfaatkan hubungan tersebut sebagai auransi sosial ketika hasil pertanian gagal karena alam dan lain sebagainya, inilah salah satu nilai yang terbentuk dan memantapkan rasionalitas tersebut. Kondisi ini terlihat jelas pada petani penggarap atau juga pada petani penyewa.<br /><strong><span style="color:#3333ff;"><br />2. Kecenderungan dalam kehidupan nelayan di Indonesia dan faktor-faktor nelayan mengembangkan rasionalitas ‘safety first’</span></strong></div><div align="justify"><br />Kehidupan nelayan hampir sama dengan kehidupan petani, mereka berada pada garis batas subsitensi sehingga sedikit saja persoalan yang datang mereka akan berada di bawah garis subsitensi. Kondisi inilah yang membuat nelayan untuk berpegang pada rasionalitas mendahulukan selamat dan meminimalkan resiko dalam kehidupannya. Kebutuhan pokok masih menjadi permasalahan utama, bagaimana mereka mendapatkan kebutuhan untuk bisa bertahan setiap hari telah menjadi rutinitas dalam hari-hari nelayan.</div><div align="justify"><br />Penggunaan teknologi memberikan resiko yang cukup besar bagi para nelayan. Sehingga mereka masih tetap berada pada pola dan penggunaan alat-alat tradisional, mereka sebagian besar merupakan nelayan-nelayan tradisional.</div><div align="justify"><br />Ada beberapa faktor yang mendorong nelayan menggunakan rasionalitas safety first yaitu :</div><div align="justify"><span style="color:#3333ff;"><strong><br />1) Nelayan masih tergantung pada alam</strong></span></div><div align="justify"></div><div align="justify">Khusus nelayan tradisional yang hanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan sangat tergantung pada alam. Ketika ada badai dan ombak besar mereka tidak bisa berlayar untuk menangkap ikan. Tetapi mereka bisa beralih menangkap kepiting, dan sumberdaya lain yang ada dipantai, hal ini lebih pasti daripada mereka menggunakan teknologi dengan perahu mesin yang tentunya dengan biaya mahal, dengan hasil juga yang belum pasti. Ketergantungan pada alam membuat nelayan masih tetap bertahan untuk memenuhi kebutuhan minimalis mereka dalam hidupnya.</div><div align="justify"><br /><span style="color:#3333ff;"><strong>2) Nelayan masih terperangkap dalam pemikiran tradisional</strong></span></div><div align="justify"></div><div align="justify">Pola pikir tradisional nelayan hampir sama dengan pola pikir pada petani, kecenderungan pola pikir tersebut membuat nelayan berada pada posisi selalu dekat dengan garis subsistensi, hasil yang didapatkan hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam batas minimum. Waktu melaut dan berlayar masih tergantung pada alam dan kondisi cuaca, tidak banyak perubahan mereka tetap bertahan dengan pola seperti itu karena dianggap lebih tepat agar mereka tetap eksis dalam pemenuhan kebutuhan yang minimalis hari perhari.</div><div align="justify"><br /><strong><span style="color:#3333ff;">3) Ongkos (cost) untuk penggunaan teknologi cukup tinggi</span></strong></div><div align="justify"><strong><span style="color:#3333ff;"></span></strong><strong><span style="color:#3333ff;"><br /></span></strong>Biaya mesin dan perahu yang mahal apabila mereka menggunakan teknologi membuat mereka tetap bertahan dengan perahu tradisional. Kemampuan dan keahlian mereka untuk membuat perahu dan peralatan melaut sendiri merupakan faktor pendorong mereka tetap dalam rasionalitas safety first, karena resiko tersebut lebih kecil jika dibandingkan mereka menggunakan teknologi modern.<br /><br /><span style="color:#3333ff;"><strong>3. Kecenderungan dalam kehidupan buruh di Indonesia dan faktor-faktor buruh mengembangkan rasionalitas ‘safety first’</strong></span></div><div align="justify"><br />Buruh di Indonesia sepanjang perjalanannya sering menunjukkan bahwa buruh ditempatkan sebagai faktor produksi mirip sebagai faktor produksi yang dikonstruksikan Karl Marx. Jumlah tenaga kerja yang cukup banyak membuat buruh mengembangkan rasionalitas safety first dalam artian buruh tidak berani untuk memprotes dan meminta kenaikan gaji atau standar UMR dari pihak perusahaan, hal ini dapat dilihat dalam sistem perburuhan outsoursing dan kontrak dimana posisi buruh harus tunduk dan pasrah dengan kondisi yang dialami. Ketika buruh mengadakan protes akan berakibat pada pemberhantian secara langsung oleh manajemen perusahaan outsourcing atau kontrak. Digantikan oleh tenaga-tenaga kerja lainnya sebagai tentara-tentara cadangan.</div><div align="justify">Ada beberapa alasan buruh mengembangakan rasionalitas safety first. Buruh bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok, sehingga mereka sangat menjaga untuk meminimalkan resiko serta mendahulukan selamat, beberapa faktro tersebut yaitu :</div><div align="justify"><span style="color:#3333ff;"><strong></strong></span><strong><span style="color:#3333ff;"><br />1) Kuatnya cengkeraman kapitalisme</span></strong></div><div align="justify"></div><div align="justify">Buruh berada dalam posisi dikuasai oleh pihak kapitalis, sehingga kondisi ini membuat buruh stagnan tidak berani untuk melakukan aksi apapun dalam menuntut haknya, karena kuatnya cengkraman tangan kapitalisme tersebut. Disinilah muncul alienasi dan nilai surplus dalam istilah Marx. Salah satu kondisi buruh diindonesia yaitu buruh kehilangan kesempatan untuk menyalurkan dan mengontrol sendiri hasilnya kerjanya. Dalam bahasa Marx, buruh teralienasi dari aktivitas produktif, dalam pengertian bahwa buruh tidak bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka, melainkan mereka bekerja untuk kapitalis .</div><div align="justify"><br />Cengkeraman yang kuat inilah yang mengharuskan buruh mengembangkan rasionalitas safety first atau bisa disebut juga sebagai tindakan untuk mendahulukan selamat dan meminimalkan resiko dan menerima apa adanya yang diharuskan oleh perusahaan atau industri.</div><div align="justify"><br /><strong><span style="color:#3333ff;">2) B</span></strong><strong><span style="color:#3333ff;">uruh yang tersedia cukup banyak</span></strong></div><div align="justify"><br />Banyaknya ketersedian buruh di Indonesia sebagai tentara cadangan, mengakibatkan harga buruh murah. Kondisi ini mengakibatkan kesejahteraan buruh dalam batas mininum yaitu hanya untuk bertahan dalam batas subsistensi. Kondisi inilah yang membuat buruh pasrah pada kemauan kapitalis, karena dengan bekerja mereka sudah sangat diuntungkan karena dapat memenuhi kebutuhan minimum tersebut. Hal inilah yang akan berakibat pada stagnannya gerakan buruh, karena kesadaran kelasn tidak akan muncul ketika buruh patuh dan tunduk pada kepentingan pokoknya sendiri.<br /><strong><span style="color:#3333ff;"><br /></span></strong><strong><span style="color:#3333ff;">4. Rekomendasi yang ditawarkan</span></strong></div><div align="justify"></div><div align="justify">Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Beberapa rekomendasi yang saya tawarkan sebagai alternatif penyelesaian masalah yaitu sebagai berikut :</div><div align="justify"><br />1. Harus dibuatnya regulasi atau kebijakan dari pemerintah dalam hal penggunaan teknologi untuk petani, nelayan tentunya dengan biaya yang disubsidi.<br />2. Dibuatnya kebijakan khususnya untuk buruh agar adanya kebebasan berserikat dan menyampaikan pendapat yang dilindungi undang-undang.<br />3. Harus adanya pengawasan pemakaaian teknologi oleh petani besar atau nelayan modern agar tidak merugikan petani kecil atau juga nelayan kecil (tradisional).<br />4. Adanya program pemberdayaan dan diberdayakannya ketiga elemen tersebut melalui berbagai instansi-instansi yang bersangkutan, bisa juga ormas atau lembaga swadaya masyarakat (LSM).<br /><br /><br />Daftar Referensi :<br /><br />Scott, James C. 1976. Moral Ekonomi Petani, Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara. Jakarta. LP3ES.</div><div align="justify"><br />Fauzi, Noer. 1999. Petani dan Penguasa Dinamika Perjalanan politik Angraria Indonesia. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.</div><div align="justify"><br />Ritzer, George dan Douglas J Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta Kencana Prenada Media Group.<br /><br /><br /><br /></div>"Lorong Gelap Revolusi"http://www.blogger.com/profile/18104367066634329936noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6351054013909458022.post-52189779758184630252010-01-30T05:10:00.000-08:002010-01-30T05:20:46.180-08:00<div align="justify"><span style="font-size:130%;"><span style="color:#3333ff;"><strong>IT, E-GOVERNMENT DAN PELAYANAN IJIN USAHA TERPADU, KASUS KABUPATEN SRAGEN.<br /><br /></strong></span></span>Oleh : Abdul Kholek<br /><br /></div><p align="justify"><span style="color:#3333ff;">1<strong>. Jenis Pendayagunaan Infrastruktur IT Kaitan Dengan E-Government Dan Palayanan Ijin Usaha Terpadu.</strong></span></p><p align="justify">Pemerintah Kabupaten Sragen membentuk Unit Pelayanan Terpadu (UPT) dengan Keputusan Bupati Sragen Nomor 17 Tahun 2002 tanggal 24 Mei 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Terpadu Kabupaten Sragen, sedangkan operasional secara resmi dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober 2002 oleh Bupati Sragen.<br /></p><div align="justify">Kebijakan ini didukung sepenuhnya oleh legislatif dengan surat Ketua DPRD Kabupaten Sragen Nomor 170/288/15/2002 tangggal 27 September 2002 perihal Persetujuan Operasional UPT Kabupaten Sragen. Selanjutnya pada tahun 2003 telah dikuatkan dengan Peraturan Daerah Nomor 15 tahun 2003 dalam bentuk Kantor Pelayanan Terpadu (KPT) Kabupaten Sragen. Guna peningkatan kualitas pelayanan dan untuk memudahkan koordinasi dengan stake holder, maka Pada tanggal 20 Juli 2006 status KPT ditingkatkan menjadi Badan Pelayanan Terpadu (BPT) Kabupaten Sragen dengan Peraturan Daerah No.4 Tahun 2006 .</div><div align="justify"><br />Jenis pendayagunaan Infrastuktur IT dalam proses perijinan usaha terpadu di Kabupaten Sragen, meliputi beberapa indikator yaitu :</div><div align="justify"><br />1. Pemberian Layanan (services)</div><div align="justify"><br />Pedayagunaan infrastruktur IT dalam layanan kapada masyarakat, BPT mengaktifkan website yang bisa diakses 24 jam tiap hari. Dari proses sampai prosedur dan pemantauan perijinan sehingga lebih praktis, efisien, jelas, aman, transparan, ekonomis, adil dan tepat waktu, bagi semua yang terkait terutama stakeholders.</div><div align="justify"><span style="color:#3333ff;"><strong><br />1.1. Website On-Line</strong></span></div><div align="justify"><br /> Pada pelayanan ijin usaha terpadu yang dilaksanakan oleh Badan Perijinan Terpadu (BPT), dilakukan dengan penggunan atau pendayagunaan perangkat IT, yaitu melalui website, email, sofwere dan hadwere. Penggunaan semua parangkat atau infrastruktur tersebut dilakukan dengan mekanisme yang sederhana dan mudah diikuti terutama oleh masyarakat dan stakeholders.</div><div align="justify"><br /> Website on-line, dapat di akses 24 jam setiap hari oleh masyarakat yang ingin mendaftarkan usaha mereka. Menurut Suhari (30), bahwa web bisa diakses oleh semua orang atau stakeholders yang berkepentingan dimanapun berada, data-data tersebut bisa didapat secara online, mereka tinggal mendownload surat permohonan ijin usaha yang tersedia di web tersebut. Selain itu mekanisme dan prosedur sampai ke seluruhan proses pembuatan ijin usaha sampai selesai ada di website tersebut .</div><div align="justify"><br /> Khusus dalam perijinan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) meliputi interkoneksi antara dua dinas yaitu Dinas Perdagangan dan Perpajakan Daerah (DP2D), serta Dinas Perindustrian. Kedua dinas tersebut yang dulunya adalah pelasana teknis dalam prosedur perijinan usaha perdagangan (SIUP), sebelum adanya Unit Pelayanan Terpadu (UPT) atau Badan Perijinan Terpadu (BPT). Setelah proses tersebut dilimpahkan ke BPT, maka kedua dinas tersebut hanya bertugas dalam pengawasan dan pembinaan, dan hasil pembayaran masuk ke rekening dinas teknis. Selebihnya BPT hanya sebagai pelaksana pelayanan perijinan, dari proses awal sampai selesai di lakukan oleh BPT.<br /><br /><span style="color:#3333ff;"><strong>1.2. Touch Screen Information</strong></span></div><div align="justify"><br /> Perangkat IT ini merupakan sebuah alat yang digunakan untuk menayangkan berbagai infomasi mengenai perijinan terpadu, dari mekanisme sampai pada proses akhir perijinan. Alat ini sangat membantu bagi masyarakat atau stakeholder untuk melihat mekanisme pembuatan surat izin, dan memudahakan bagi masyarakat yang tidak dapat mengakses internet. Tetapi alat ini hanya berada pada kantor BPT, tidak seperti web yang bisa di akses secara langsung.</div><div align="justify"><span style="color:#3333ff;"><strong><br />1.3. Sofware Computersasi Perijinan ( LAN/Local Area Network )</strong></span></div><div align="justify"><br /> Infrastruktur IT ini digunakan untuk memudahkan dalam makanisme perijinan, terutama dari proses infut/entry data sampai pada proses pembuatan ijin. Penggunaan perangkat ini memudahkan sistem pelayanan dalam hal ini Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP). Data base yang masuk di proses dalam mekanisme komputerisasi sehingga efisiensi waktu, lebih transparan, ekonomis dan lain sebagainya. Sehingga masyarakat atau stakeholders akan merasa puas dengan pelayanan tersebut.</div><div align="justify"></div><div align="justify">Menurut Suhari (30), bahwa sofware tersebut didapat dari Departemen Perdagangan RI, kemudian diadakan pelatihan penggunaan selama kira-kira dua minggu, kemudian perangkat tersebut dapat dijalankan untuk membantu prosedur infut data sampai pada proses akhir. Back Up data juga dilakukan untuk menghidari permasalahan teknis/error yang mungkin bisa saja terjadi . <br /><strong><span style="color:#3333ff;"><br />2. Penguatan Interaksi</span></strong></div><div align="justify"><br />Dalam penguatan interaksi, jaringan sistem IT yang digunakan lebih kompleks lagi, penggunaan ini tidak hanya sebatas pada asfek palayanan yang prima, tetapi sudah menekankan bagaimana interkoneksi dan juga koordinasi dilakukan dalam penggunaan infrastruktur IT tersebut.</div><div align="justify"><br />Beberapa pendayagunaan infrastruktur IT dalam penguatan interaksi yaitu sebagai berikut :</div><div align="justify"><br />2.1. Sistem Jaringan IT – antar dinas / satuan kerja s/d kecamatan - 2007 <span style="color:#3333ff;"><strong><br /></strong></span> sampai ke desa.</div><div align="justify"></div><div align="justify">Khusus dalam pelayanan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), sistem jaringan IT, digunakan salah satunya untuk penguatan interaksi antara dinas yang terkait yaitu Dinas Perdagangan dan Perpajakan Daerah (DP2D), serta Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM, dan Badan Perijinan Terpadu (BPT) yang mempunyai kewenangan dalam proses perijinan tersebut dari proses awal sampai selesai.</div><div align="justify"><br /> Jaringan ini dioleh dan dikontrol oleh server PDE dan server KPT, dalam palaksanan interaksi internal khususnya antara dinas yang bersangkutan untuk membuat laporan dan pengiriman data base, menggunakan jaringan tersebut. Koordinasi antara dinas yang terkait tidak lepas dari sistem jaringan IT, sebagai instrumen untuk memudahkan proses dan efisiensi waktu dan juga tenaga.</div><div align="justify"><br />2.2. Online System – Laporan Dinas (daily report), dan Fasilitas Teleconference</div><div align="justify"><br />Online system, khususnya dalam proses perijinan usaha perdagangan (SIUP), merupakan mekanisme laporan yang dibuat oleh BPT, yang membidangi SIUP kepada dinas-dinas yang terkait. Dan untuk laporan pada jaringan IT bupati dan Sekda. IT ini sangat bermanfaat dalam usaha untuk memperkuat interaksi dan koordinasi antara dinas yang bersangkutan. Fasilitas Teleconference digunakan untuk memudahkan komunikasi antar dinas yang bersangkutan. Sehingga semua proses yang berhubungan dengan perijinan usaha lebih efisiens dan efektif.</div><div align="justify"><br />Kasus di Kabupaten Sregen pendayagunaan infrastruktur tersebut, dilaksanakan dengan interkoneksi yang cukup baik antar dinas yang bersangkutan dalam SIUP. Fasilitas yang dimiliki dimanfaatkan secara efisien oleh aktor-aktor yang terlibat dalam perijinan, sehingga costumere akan marasa nyaman dan tidak memakan waktu yang lama, dan banyak indikasi positif dari pendayagunaan tersebut. <br /><br />3. Peningkatan Transaksi</div><div align="justify"></div><div align="justify">Jaringan pendayagunaan IT dalam untuk peningkatan transaksi terkait dengan e-government, lebih kompleks dan mempunyai cakupan yang luas. Jaringan bisnis, transaksi modal dan lain sebagainya, dilakukan dalam jaringan sistem IT ini. Sehingga mekanisme dan prosedurnya lebih teliti tetapi tidak menghilangkan efisiensi dari kinerja sistem.</div><div align="justify"><br />Pada e-geverment Kabupaten Sragen, pemanfaatan atau pendayagunaan IT telah mencakup pada peningkatan transaksi, misalnya bisnis, transaksi modal, investasi dan lain sebagainya. Kondisi ini bisa dilihat dari meningkatnya kualitas pelayanan berimbas pada, kuatnya interkasi dan terjadi pula peningkatan transaksi, dimana investasi dan perkembangan bisnis di Sragen cukup signifikan setelah pemafaatan IT tersebut yang mulai di bangun pada tahun 2000 sampai saat ini.<strong><span style="color:#3333ff;"><br /><br />4. Penopang Transformasi</span></strong></div><div align="justify"><br />Proses transformasi merupakan tahapan dari pendayagunaan IT lebih lanjut dan lebih kompleks. Tujuan akhir dari semua jenis pendayagunaan yaitu bermuara pada upaya meningkatkan kesejahteraan. Pada kasus Sragen penopang transformasi melalui infrastruktur IT yang kompleks belum begitu terlihat, karena perangkat yang dimiliki masih terfokus pada asfek pemberian pelayanan, penguatan interaksi dan sedikit menyentuh peningkatan transaksi itupun belum maksimal.</div><div align="justify"><br />Banyak kendala untuk jenis pendayagunaan ini, tentunya modal atau financial untuk pembiayaan infrastruktur yang lebih kompleks membutuhkan dana yang cukup besar, sehingga perlu waktu untuk bisa mewujudkan jenis pendayagunaan tipe ini. Selian itu keterbatasan sumber daya manusia juga menjadi kendala dalam penopang transformasi. Tetapi dengan berbagai kemajuan yang diperoleh sebagai hasil dari pemanfaatan IT mengindikasikan proses kemajuan yang lebih pesat di Kabupaten Sragen akan terwujud bersama meluasnya jaringan sistem.<br /><strong><span style="color:#3333ff;"><br />2. Implementasi Infrastruktur dan E-Government dalam Meningkatkan Kapasitas Stakeholders di Kabupaten Sragen.</span></strong></div><div align="justify"></div><div align="justify">Pemanfaatan Infrastruktur IT, sebagaimana dijelaskan dalam bahasan sebelumnya. Ada beberapa instrumen infrastruktur IT yang digunakan dalam proses perijinan usaha terpadu yaitu; web online, touch screen information, sofware computersasi perijinan (LAN/Local Area Network), sistem jaringan IT – antar dinas / satuan kerja s/d kecamatan - 2007 sampai ke desa, online system – laporan dinas (daily report), dan fasilitas teleconference.</div><div align="justify"><br /> Semua instrumen IT tersebut merupakan seperangkat kapasitas yang tersedia untuk mencapai cita-cita pelayanan sosial yang diinginkan. Adapun tujuan yang di cita-citakan oleh BPT yaitu : pertama, mewujudkan pelayanan prima; kedua, meningkatkan efisiensi dan efektifitas kinerja aparatur Pemerintah Kabupaten Sragen, khususnya yang terlibat langsung dengan pelayanan masyarakat; ketiga, mendorong kelancaran pemberdayaan ekonomi masyarakat, yang pada gilirannya masyarakat dapat terdorong untuk ikut berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan pembangunan .</div><div align="justify"></div><div align="justify">Pemanfataan IT telah berlangsung dari dari 2000 saat pertama kali pembangunan OSS. Diresmikan pada 1 Oktober 2002 hingga saat ini telah berlangsung lebih kurang 7 tahun penggunaan IT dalam pelayanan perijinan tersebut. Sebagaimana tujuan dari BPT, dan melihat dari kinerja selama 7 tahun tersebut. Implementasi IT dalam perijinan usaha berimplikasi positif bagi berbagai stakeholders, baik itu pemerintah maupun costumer atau masyarakat pangguna perijinan.</div><div align="justify"><br /> Implikasi positif tersebut meliputi; pertama, pelayanan lebih efisien dari segi waktu, dan biaya; kedua, tidak terjadinya penyimpangan-penyimpangan dana karena perangkat IT telah menyusun kerangka yang tepat untuk memisahkan antara berbagai bagian kerja; ketiga, kenyamanan yang dirasakan oleh masyarakat dalam pembuatan perijinan, kondisi ini dapat dilihat perkembangan perijinan pada tahun 2002 sebanyak 2.027 dan pada tahun 2006 telah mencapai 5.274; keempat berimplikasi pada semakin mandirinya masyarakat dan dalam skala lebih luas terjadi peningkatan PAD Kabupaten Sragen, yaitu dari Rp 22.562.309.000,- meningkat cukup signifikan pada tahun-tahun berikutnya hingga pada tahun 2006 mencapai Rp. 88.384.823.631,- .</div><div align="justify"><br /> Meningkatnya efisiensi perijinan juga diungkapkan oleh informan Suhari (30), menurutnya dulu sebelum menggunakan infrastruktur IT proses perijinan memakan waktu yang cukup lama, untuk mendapatkan ijin SIUP bisa mencapai 1 bulan, tetapi sekarang hanya dalam waktu 5 hari sudah selesai . Dari uraian tersebut bahwa pemanfaatan dan pendayagunaan IT dalam perijinan, memiliki implikasi positif atau berdampak positif bagi pencapaian targetan-targetan Kabupaten Sragen. <br /><br />3. Penilaian Pendayagunaan Infrastruktur IT Di Kabupaten Sragen</div><div align="justify"><br />Pendayagunaan infrastruktur IT akan lebih efektif atau memperoleh hasil optimal apabila didayagunakan tidak hanya pada satu konteks kegiatan saja misalnya untuk pelayan terpadu, partisipasi politik (democracy online), e-businees, sekaligus marketing dan sebagainya.</div><div align="justify"><br />Khusus untuk di Kabupaten Sragen penggunaan atau pendayagunaan IT, telah merambah keberbagai asfek dalam masyarakat misal bidang politik dilakukan pemilihan umum secara online melalui alat pemilihan suara digital (smart card elction). Perangkat IT tersebut memudahkan para konstituen politik untuk menyalurkan aspirasinya dan meningkatkan partisipasi politik masyarakat di Kabupaten Sragen.</div><div align="justify"><br />Sekaligus perangkat IT digunakan juga untuk pemasaran dan promosi potensi-potensi daerah, yang merupakan stimulus bagi para investor yang akan menanamkan modalnya. Dan bahkan jumlah investasi meningkat cukup signifikan dari tahun 2002 ke tahun 2006 yaitu dari 592 miliar menjadi 1,2 triliun.</div><div align="justify"><br />Berdasarkan data tersebut dan hasil wawancara dengan informan, bahwa pendayagunaan IT di Kabupaten Sragen, yang meliputi berbagai asfek kehidupan masyarakat, sehingga saya berasumsi bahwa pemanfaatan IT di Sragen telah dilaksanakan cukup optimal, tetapi masih perlunya peningkatan partisipasi masyarakat terhadap akses dan pemanfaatan IT. Melalui berbagai program pemberdayaan dan pelatihan kepada masyarakat khususnya di Sragen.</div><div align="justify"><br />Khusus untuk proses Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), saya mengkritik mengenai proses tersebut yang pada kenyataanny pemanfaatan IT oleh costumer hanya sebatas pada partispan pasif dalam artian mereka hanya bisa membuka web online, kemudian mendaftar dan mendownloud surat permohonan, tetapi mereka harus menyerahkan berkas secara manual dengan mendatangi Kantor BPT. Sehingga pemanfaatan IT hanya pada tataran aktor dalam BPT, tidak terlalu mengena pada asfek pengguna layanan online. Kalau seandainya bisa dilakukan penyerahan berkas-berkas secara online mungkin akan lebih efisien baik waktu maupun biaya dari penggu layanan.<br /><br />Referensi :<br />Profil Badan Perijian Terpadu Kab. Sragen. http://bpt.srgenkab.go.id/content/profil/maksud.html Kamis 14 Januari 2010. Jam 23.15 Wib.<br /><br />Profil Badan Perijian Terpadu Kab. Sragen. http://bpt.srgenkab.go.id/content/keberhasilan/dampak.html Kamis 14 Januari 2010. Jam 23.15 Wib.<br /><br />Profil Badan Perijian Terpadu Kab. Sragen. http://bpt.srgenkab.go.id/content/profil/maksud.html Kamis 14 Januari 2010. Jam 23.15 Wib.<br /></div>"Lorong Gelap Revolusi"http://www.blogger.com/profile/18104367066634329936noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6351054013909458022.post-44145420951694750092009-11-07T15:09:00.000-08:002009-11-07T15:13:51.511-08:00<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-AoePA-kQLTyobgPcnAqug-UiAiCsWejkbI4SA0BrgXP1hMuybDw1SPtfJ-rePU4pqTxgr5hkrmkRBGCtX7mkxAr2TUsCTIZYTcCmRpbazWbBQPJEdtrKDAE3HScPMVmXQ2Jb3ljhiQpl/s1600-h/Copy+(3)+of+DSC09842.JPG"><img style="display:block; margin:0px auto 10px; text-align:center;cursor:pointer; cursor:hand;width: 200px; height: 148px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh-AoePA-kQLTyobgPcnAqug-UiAiCsWejkbI4SA0BrgXP1hMuybDw1SPtfJ-rePU4pqTxgr5hkrmkRBGCtX7mkxAr2TUsCTIZYTcCmRpbazWbBQPJEdtrKDAE3HScPMVmXQ2Jb3ljhiQpl/s200/Copy+(3)+of+DSC09842.JPG" border="0" alt=""id="BLOGGER_PHOTO_ID_5401503441569034802" /></a><br /><br /><br />"SOBAT YANG TERTINGGAL""Lorong Gelap Revolusi"http://www.blogger.com/profile/18104367066634329936noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6351054013909458022.post-17312876489946894112009-06-06T22:46:00.000-07:002009-06-06T23:00:53.402-07:00<span style="font-size:180%;"><a style="font-family: verdana; font-weight: bold;" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEid2NglUwzTrATmrtgUfqyzB6kFAt4Cv3erhNmPrTE3MUH051ehyUiwmh1bEOWGNrvpOLaC2cMLthn3mti1V5a_DIjXZtN37_rbv8DNFmgDFa8K_rL2vIB3q2ao1zOUn_GSxy59JZybhyPj/s1600-h/personal_jihad.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 190px; height: 200px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEid2NglUwzTrATmrtgUfqyzB6kFAt4Cv3erhNmPrTE3MUH051ehyUiwmh1bEOWGNrvpOLaC2cMLthn3mti1V5a_DIjXZtN37_rbv8DNFmgDFa8K_rL2vIB3q2ao1zOUn_GSxy59JZybhyPj/s200/personal_jihad.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5344460887224125490" border="0" /></a></span><span style="font-family: verdana; font-weight: bold;font-size:180%;" ><br /></span><div style="text-align: center; font-family: verdana; font-weight: bold;"><span style="font-family: trebuchet ms;font-size:180%;" > </span><span style="font-size:180%;"><span style="color: rgb(255, 0, 0);">SELAMAT TINGGAL KAWAN...!!!!, AKU PERGI<br />TAKKAN KEMBALI....!!!<br /></span></span></div>"Lorong Gelap Revolusi"http://www.blogger.com/profile/18104367066634329936noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6351054013909458022.post-31228898545569623902009-04-16T07:18:00.000-07:002009-04-16T07:21:35.041-07:00<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitZtKMMnEtVdjXsjd8Wj-fV6k2R7y6qD4Dqm5DrMBrbTHngd-Nx54-potjrqKFaM_awWeb-uQGklue35jzQeJUJDTjrWGP6Chf-My7rKKmR4xZN51lZbM34-RKYLqKc2Va26Vs_fSTBt6a/s1600-h/CopyofDSC04273.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 409px; height: 158px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEitZtKMMnEtVdjXsjd8Wj-fV6k2R7y6qD4Dqm5DrMBrbTHngd-Nx54-potjrqKFaM_awWeb-uQGklue35jzQeJUJDTjrWGP6Chf-My7rKKmR4xZN51lZbM34-RKYLqKc2Va26Vs_fSTBt6a/s200/CopyofDSC04273.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5325293971416074754" border="0" /></a><br /><span style="font-size:130%;"><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;font-family:arial;" >"Universitas Sriwijaya. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Sosiologi"</span> </span>"Lorong Gelap Revolusi"http://www.blogger.com/profile/18104367066634329936noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6351054013909458022.post-84061194785482425892009-04-14T19:19:00.000-07:002009-04-14T19:22:59.813-07:00<span style="color: rgb(255, 0, 0);font-size:180%;" >“Idealis Yang tersisa”</span><br /><div style="text-align: justify;"><br />Moralityas menjadi pembicaraan dan bahasan tanpa batas akhir, dari Durkeim sampai dengan perkembangan mutakhir sosiologi dewasa ini. Ketika pengkambnghitaman masalah social menjadi sebuah kontradiksi-kontradiksi yang tidak pernah habis dan takkan habis-habisnya. Masyarakat menjadi sebuah reduksi mesin-mesin raksasa kapitalisme.<br /><br />Aku terperangkap dalam lingkaran dan arus social yang anomie. Peran integrasi dan regulative telah menjadi symbol kebiadaban masyarakat kapitalis. Proletar dan kaum yang termajinalkan harus menelan pahit realitas ini. Sebuah cinta dan penghambaan dikesampingkan karena beda kelas, demi menjaga image dan prestise. Aku adalah bagian dari ,ereka yang termarjinalkan untuk mengenal cinta.<br /><br />Menanti dan menunggu kutemukan sosok ideal yang selam ini kucari, ia hadir bagai bidadari malam yang membawa obor cahaya ditengah kegelapan. Utopia menjadi realitas, ide dan konsep ideal telah berlabuh menyatu menjadi sosok mahadewi yang dalam realitas tanpa batas.<br /><br />Arus social telah mangantarku, kedalam pelukan mesra bidadari malam. Ia hadir dan memenuhi rongga dada dan hati yang terdalam, menghilangkan akal sehatku. Aku bertanya ini mimpi atau realitas…<br /><br />Pertanyaan yang ambigu, mungkin karena terlalu lama dan dalamnya aku masuk dalam dunia ide, sampai aku tidak bias membedakan dimana ide dan dimana realitas. Inilah aku berdiri dalam hayalan tingkat tinggi, kunikmati dan kutelan semuanya….<br /><br />Ketika semua semakin terbuai oleh situasi tanpa pertimbangan rasional. Aku terjerambab dan semakin dalam masuk kezona ini. Revolusi jalanan mulai mati dan kubunuh dalam sendi-sendi yang terasa hamper retak…..</div>"Lorong Gelap Revolusi"http://www.blogger.com/profile/18104367066634329936noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6351054013909458022.post-71589930189859233162009-04-14T18:59:00.000-07:002009-12-31T11:26:32.107-08:00"Idealis yang tersisa"<br />"Lorong Gelap Revolusi"http://www.blogger.com/profile/18104367066634329936noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6351054013909458022.post-88413289171386495102009-04-13T05:48:00.000-07:002009-12-31T11:26:32.111-08:00Mentari Pagi...<br />"Lorong Gelap Revolusi"http://www.blogger.com/profile/18104367066634329936noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6351054013909458022.post-56553646211110896312009-03-19T23:55:00.000-07:002009-03-23T03:11:42.693-07:00<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhJwEOPX-LqTzBPfrdeMxLlVlANJ6sKYFZNCPZ9KiCIgNsR5EDFFNkPdSH24OhEQE7T-CHOUzypiSrKDIV7UJhm3LJigYUxbXelAAwa0kDpCvynEb68n6sVtBTSBJPLQiT8eVMWUjwy7K9D/s1600-h/images_012.jpg"><img style="cursor: pointer; width: 130px; height: 98px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhJwEOPX-LqTzBPfrdeMxLlVlANJ6sKYFZNCPZ9KiCIgNsR5EDFFNkPdSH24OhEQE7T-CHOUzypiSrKDIV7UJhm3LJigYUxbXelAAwa0kDpCvynEb68n6sVtBTSBJPLQiT8eVMWUjwy7K9D/s200/images_012.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5315167138464121170" border="0" /></a><br /><div style="text-align: justify;"><span style=";font-family:webdings;font-size:130%;" ><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;"><span style="font-size:180%;">"Apakah Tuhan Telah Mati"</span><br /><br /></span></span>Sebuah analogi yang cukup menggelitik dan bisa dikatakan cukup radikal, ketika manusia mengatakan bahwa Tuhan telah mati. Inilah sebuah realitas dalam dunia baru di era modernis, peradaban mesin dan dunia maya telah mengalahkan realitas yang sesungguhnya. Realitas semu itulah sebutan menjadi jargon peradaban kini. Manusia tenggelam bahkan ditenggelamkan oleh hal-hal yang terlalu rasional menurut standar mereka.<br /><div style="text-align: justify;"><br />Ketika stadar rasional menjadi urutan utama dalam menilai kehidupan di era ini, maka bermunculan anti terhdap yang bersifat irasional. penyerangan terhadap relegiusitas merupakan sebuah kemajuan manusia di puncak peradaban yang mereka ciptakan sendiri. menghilangkan yang tidak rasional dari sendi-sendi kehidupan masyarakat modern menjadi tanggung jawab besar para punggawa dan pengagung modernis. Dan bahwan keyakinan akan Tuhan di pertanyakan hari ini. Sebuah ungkapan sederhana "Tuhan Telah Mati" tetapi memunculkan perdebatan yang cukup panjang. kaum religius dari berbagai keyakinan yang irasional, menolak keras analogi nakal tersebut.<br /><br />Kaum revolusioner dan pembaharu tersebut dengan semangat rasionalitas dan mengagungkan realitas yang mereka ciptakan sendiri. Telah membuat mereka semakin yakin akan kebenaran asumsi mereka. Karl Menheim dalam bukunya "Utopia dan Ideologi" mengatakan bahwa suatu wacana yang berkembang merupakan sebuah virus yang menyerang kelompok-kelompok dalam masyarakat. Dan menjadi hal yang wajar ketika mereka beranggapan kebenaran ada di pihak mereka, begitu juga dengan pihak yang lainnya.<br /><br />Pertentangan Ideologi merupakan perang dingin yang terus berlangsung, keruntuhan komunis, keruntuhan kapitalisme, di era ini menjadi bukti akan terbatasnya sesuatu yang dianggap ideal oleh manusia. Inilah salah senjata kaum religius menentang anggapan Tuhan telah mati. Mereka mengatakan tidak adanya konsep dan asumsi manusia yang dapat dipertanggunggjawabkan sebagaimana dengan teks-teks narasi kuno kitab yang mereka yakini. Campur tangan Tuhan adalah mutlak pasti ada di luar pengawasan peralatan modern yang dapat mendeteksi sekecil atom sekalipun.<br /><br />Lalu mengapa hari ini dunia tidak pernah sepi dengan kekacauan, pembunuhan, pemerkosaan, perang etnis, perang agama hal ini karena kita tidak bisa berpikir mengedepankan rasionalitas. inilah akibat masih teguhnya mereka di bagian timur memegang prinsif yang tidak rasional. <br /><br />Bangsa Indonesia bagian dari sisa peradaban kuno yang masih tersisa. Masyarakatnya yang sebagain besar adalah komunitas etnik yang primitive, sehingga pola-pola dan daur ulang kehidupan yang irasional masih mendominasi. Penduduk yang sebagian besar adalah muslim, menjadi tempat berkembang subur berbagai aliran yang berasaskan perpaduan irasional stadium empat. Lalu kemankah peran tunggal dari Tuhan inilah fenomena yang mulai terlupakan. Berbagai bencana dan pertikaain alam dan produk manusia semakin marak muncul kepermukaan, mengalahkan tatanan dan harapan ideal akan bangsan yang damai.<br /><br />Perkembangan bangsa ini yang terkesan dipaksakan menuju masyarakat modern. Masayarakat kubu yang dipaksa untuk memakai baju, masyarakat desa yang dipaksa harus meninggalkan kampung, inilah gambaran yang tidak dapat kita elekkan. Kemajauan merupakan suatu konsep iedal yang akan selalu dipaksakan di negeri ini.<br /><br />Tuhan Telah mati, sebuah fesimistis akan hadirnya perubahan. walaupunn tidak ada yang tidak mungkin...<br /><br />Manusia sudah berdiri diatas sketsa tanpa gambar, di bumi yang semakin mencekam.<br />Manusia sudah kehilangan akan sehat, karena lamanya otak mereka tidak dipakai.<br />Manusia menjadi Tuhan bagi mereka sendiri, kerana kepuasan yang tidak pernah mereka dapatkan.<br />Manusia menjadi raksasa besar dan terkadang menjadi sebuah burang beo yang hanya berbicara tanpa nada.<br />Itulah manusia kini... Menciptakan Tuhan Sendiri<br />dan apakah Benar Tuhan Telah Mati...!!!!<br /><br /></div></div>"Lorong Gelap Revolusi"http://www.blogger.com/profile/18104367066634329936noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-6351054013909458022.post-11232486640116347322009-02-03T06:08:00.000-08:002009-03-11T03:26:01.329-07:00<div style="text-align: justify;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyRopAz9SEVUn64yCcmMnq_zD4VFCMJqVilgsWgNv_zQmIy-Nt2i7cBSJfdzQhwhfnCb8KOjvUynfukPAU0fvKj1lHQm5qzSd12MxHK-lhIfjy1LApVgl3Ix_e5e8VAQCcy8dCmYLWMp_o/s1600-h/DSCN2282.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 170px; height: 226px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiyRopAz9SEVUn64yCcmMnq_zD4VFCMJqVilgsWgNv_zQmIy-Nt2i7cBSJfdzQhwhfnCb8KOjvUynfukPAU0fvKj1lHQm5qzSd12MxHK-lhIfjy1LApVgl3Ix_e5e8VAQCcy8dCmYLWMp_o/s400/DSCN2282.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5298573128433767730" border="0" /></a><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">"REALITAS JALANAN"</span><br /><br /><br /> Aku diajak merasakan sendiri apa itu pemahaman, jangan hanya berhenti pada pengertian dan definisi, karena kau takkan kemana-mana kalau hanya selesai pada katanya, katanya, dan katanya.. (Irawan, 04).<br /><br /> Realiatas semu telah membunuh karakter sejati manusia. Manusia yang katanya mampu untuk mengenali lingkungan sosial budaya mereka, ternyata telah kehilangan semua kekuatannya. Inilah efek yang muncul dari budaya baru dalam lingkup dunia semu. Peradaban kini telah di jungkir balikkan dan bahkan digilas oleh realitas yang diciptakan oleh para revolusioner eksklusif (Olek ’04).<br /><br /> "Tidaklah sulit untuk memahami bahwa yang kami miliki adalah waktu kelahiran dan masa transisi menuju era baru...kesembronoan dan kebosanan yang merusak tatanan yang ada, firasat aneh akan sesuatu yang tidak di ketahui, hal-hal ini merupakan tanda-tanda perubahan yang mendekat (G.W.F.Hegel).<br /><br /> "Berusaha memberikan kekuatan-kekuatan baru, sejauh dan selebar mungkin, dalam karya kebebasan yang tidak ditentukan" (Foucault 1994 : 46).<br /><br /> "Sebuah teori tidak mentotalitaskan; teori merupakan sebuah instrumen dalam pengembangan dan teori juga mengembangkan dirinya...totalitas adalah sifat kekuasaan dan...teori pada hakikatnya menentang kekuasaan"<br /><br /> "Dimanapun tidak ada yang abadi, baik di luar atau di liar diriku, yang terjadi hanyalah perubahan terus-menerus. Dimanapun aku tidak tahu apapun, bahkan diriku sendiri. Tidak ada sesuatu yang ada. Diriku sendiripun tidak tahu apapun dan aku bukanlah apa-apa. Yang ada hanya bayang-bayang; mereka hanyalah sesuatu yang muncul, dan mereka tahu dirinya sendiri dalam bayang-bayang...aku sendiri hanyalah salah satu dari bayang-bayang ini<br /><br /> "Negara dan Agama, hukum dan adat, telah hancur berkeping-berkeping kesenangan terpisah dari kerja berat, sarana dari tujuan, usaha dari penghargaan. Yang selamanya di hubungkan hanya pada satu pemecahan tunggal dari suatu keutuhan. Manusia sendiri berkembang hanya sebagai sebuah fragmen, dengan kebisingan monoton dari kendaraan yang ia kemudikan terus menerus di telinganya (Freidrich Schiller).<br /><br /> "Tidak ada perusahaan yang berdiri dibawah kaki masyarakat. Tidak ada lagi yang masih tabah...Sehingga keributan muncul dalam demokrasi-demokrasi tertentu, yang menjadi perubahan konstan dan ketidak stabilannya. Di sana kita dapati keberadaan subyek yang berteriak, terpecah, tertegun dan yang sangat letih (Emile Durkheim).</div>"Lorong Gelap Revolusi"http://www.blogger.com/profile/18104367066634329936noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6351054013909458022.post-24555687315374075232009-01-04T04:48:00.000-08:002009-12-31T11:26:32.121-08:00DI LUAR ISLAM HARUS DI<br />"Lorong Gelap Revolusi"http://www.blogger.com/profile/18104367066634329936noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6351054013909458022.post-65907961698461441262008-12-18T07:24:00.000-08:002008-12-18T07:54:29.801-08:00<span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">"ZONA REVOLUSI"</span><br /><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAJIKDwAoTr-UiFaqOzeMucmJgQKN8NoqQc0WZtRE0u-QaPM0xsf8CrGi3P2mp0YexV3BKEkZiaV00jF8wPEv-aLIWk_aw4cm5kI58pmkkG4X6ZyYac0a7mPHo4OloOT8Ds636m8Owu3FR/s1600-h/huhhhh.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 386px; height: 94px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgAJIKDwAoTr-UiFaqOzeMucmJgQKN8NoqQc0WZtRE0u-QaPM0xsf8CrGi3P2mp0YexV3BKEkZiaV00jF8wPEv-aLIWk_aw4cm5kI58pmkkG4X6ZyYac0a7mPHo4OloOT8Ds636m8Owu3FR/s400/huhhhh.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5281151948075910146" border="0" /></a><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);"> ...di sini kami berpikir, disini kami belajar, dan disini </span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiA4sBopvkd_Ij4WQzT9JS2Nu_3YHF_4yXrQ3l-ewDIzPNFvHuxcxBKywZPk_nlFaxku2KLQMuWCuEtxYPv2NmTxOLo5Sa3fTBFghnIlS0Tc33l3CPgzAELs9FH2Ev4Hibmf4Ri_Wao_Rdn/s1600-h/Copy+of+DSC04282.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 387px; height: 77px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiA4sBopvkd_Ij4WQzT9JS2Nu_3YHF_4yXrQ3l-ewDIzPNFvHuxcxBKywZPk_nlFaxku2KLQMuWCuEtxYPv2NmTxOLo5Sa3fTBFghnIlS0Tc33l3CPgzAELs9FH2Ev4Hibmf4Ri_Wao_Rdn/s400/Copy+of+DSC04282.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5281152820012312242" border="0" /></a><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">kami tersingkir<br />dan disini kami berontak...!!!<br /></span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPjIG8mJWihB5adpkrhcb5s6rCjsmMavCETedNBc_rbO6yCGoYzjuFPxLI35pO-MjGz7z9cZZNYJpl_D7G9qyknWGLwa-14YVzKS0pPkjzdeiEJC3M7NaciayHw5gNomEjEBINiVxzgelD/s1600-h/DSC04284.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 387px; height: 89px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgPjIG8mJWihB5adpkrhcb5s6rCjsmMavCETedNBc_rbO6yCGoYzjuFPxLI35pO-MjGz7z9cZZNYJpl_D7G9qyknWGLwa-14YVzKS0pPkjzdeiEJC3M7NaciayHw5gNomEjEBINiVxzgelD/s400/DSC04284.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5281154392497081538" border="0" /></a><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3wr6k5ogplk1fJx7U_GfxR9MRW116svRnRJY4bQUZv3ItXbo-W2u_t2x_deaTP9uWjuyb3Dog3sPgbEQms9D7WUWncV22Lknu5lmaBQz9iNLv8LOvzno8J2m_ULKtEGCV3uek9967UGP_/s1600-h/Copy+of+DSC04276.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 385px; height: 88px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh3wr6k5ogplk1fJx7U_GfxR9MRW116svRnRJY4bQUZv3ItXbo-W2u_t2x_deaTP9uWjuyb3Dog3sPgbEQms9D7WUWncV22Lknu5lmaBQz9iNLv8LOvzno8J2m_ULKtEGCV3uek9967UGP_/s400/Copy+of+DSC04276.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5281154026719487570" border="0" /></a><br /><br /><br /><br /><div style="text-align: right;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTcdOE54zq60rCIPhXQ9cmg9_TJajDPOonWGDf992zDAfzmIx0_auIxPJ0TxSN-UyOhes5hB5jZAiAdgbhBux7kp8ydo03Dc9ZIYjqvtEF-6sVxW_e3IafkYoRsPYNc5T1LlMfDH03f_8B/s1600-h/Copy+of+DSC04273.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 386px; height: 71px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjTcdOE54zq60rCIPhXQ9cmg9_TJajDPOonWGDf992zDAfzmIx0_auIxPJ0TxSN-UyOhes5hB5jZAiAdgbhBux7kp8ydo03Dc9ZIYjqvtEF-6sVxW_e3IafkYoRsPYNc5T1LlMfDH03f_8B/s400/Copy+of+DSC04273.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5281152394783874194" border="0" /></a><br /></div><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 255);">Selamat tinggal malam ...!!!</span>"Lorong Gelap Revolusi"http://www.blogger.com/profile/18104367066634329936noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6351054013909458022.post-63800211646793081102008-11-29T07:14:00.000-08:002009-01-14T05:52:00.677-08:00<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjsTctDnyIsqB2AzrtKMEriMMMn6nJVM3t4cKxFv03DJhg4AsHlmtxnQJxbLCS4fGF8b1CkCmP-8PO9lQR5EYRAbx6X3Q2CRLX_JtJN6RQGCpCoPFfjMWwj_BsQWj2UadUoAbhCjxmleOdG/s1600-h/belitang.bmp"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 400px; height: 168px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjsTctDnyIsqB2AzrtKMEriMMMn6nJVM3t4cKxFv03DJhg4AsHlmtxnQJxbLCS4fGF8b1CkCmP-8PO9lQR5EYRAbx6X3Q2CRLX_JtJN6RQGCpCoPFfjMWwj_BsQWj2UadUoAbhCjxmleOdG/s400/belitang.bmp" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5274099406140483730" border="0" /></a><span style="font-size:130%;"><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">SENJATA ORANG-ORANG YANG KALAH<br /><br /></span></span><div style="text-align: justify;">Oleh : Abdul Kholek<br /><br />Wono Rejo 7 November 2008, panasnya terik mentari, dan panasnya suasana hari ini, tidak menghentikan langkah para petani untuk pergi ke sawah, menggarap lahan yang sedikit tersisah<br /><br />Petani itulah sebutan yang selalu membekas dalam nuansa ketidakberdayaan, “para petani bagai orang yang selamanya berdiri di dalam air hingga sampai ke leher, sedikit saja ombak yang di bawah angin kecil sudah cukup untuk menenggelamkan mereka”<br /><br />Itulah sekelumit cerita yang tidak pernah terputus ketika melihat petani di negeri ini, Wono Rejo, adalah salah satu potret terkecil dari sekian banyak daerah pertanian. Berdasarkan etnis daerah ini didominasi hampir 99 % penduduk berasal dari pulau jawa atau lazim mereka sebut dari seberang, dengan penduduk 100 % beragama islam, dan 95 % bekerja sebagai petani. (sumber data monografi desa)<br /><br />Jauh angan menghayal menerobos dunia yang paling ideal, mencari format baru untuk sebuah kesejahteraan masyarakat yang seadil-adilnya, yang di amanahkan undang-undang, dari pasal-pasal yang hanya menjadi sebuah obsesi dan isapan jempol, Pasal 33 UUD 45, tentang pengaturan kehidupan ekonomi, pasal 34 UUD 45 tentang pemeliharaan pakir miskin dan anak terlantar, Pasal 27 dan 28 Tentang kesempatan untuk mendapatkan kehidupan yang layak<br /><br />Tidak ada yang salah dan keliru dari sebuah undang-udang itu, dan tidak ada salahnya para pendiri negeri menginginkan kesejahteraan yang total terwujud dalam negeri indonesia<br /><br />Program-program sudah beribu bahkan berjuta telah di lakukan tapi sayang semua hanya dalam kerangka teoritis yang tidak tahu dimana awal dan dimana akhirnya<br /><br />Petani merupakan kelompok yang mayoritas di negeri ini, tetapi mereka adalah kelompok yang selalu di alienisasi oleh semua pihak tanpa terkecuali,<br /><br />Para petani adalah potret orang-orang yang kalah dan selalu di sudutkan oleh realitas globalisasi dan kapitalisme, mereka tertekan dan teralienisasi dari produk yang mereka lahirkan dan mereka ciptkan dengan keringat dan jerih payah setiap harinya, harga gabah yang di permainkan, harga pupuk yang juga di permainkan, menjadikan mereka sebagai sebuah bola yang selalu di permainkan, kondisi ini seperti yang di ungkapkan oleh Jauhari (45) petani padi, berikut ini :<br /><br />Belum selesai kawan……!!!!<br /><br /><br /></div>"Lorong Gelap Revolusi"http://www.blogger.com/profile/18104367066634329936noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6351054013909458022.post-72167606387557810942008-11-29T06:59:00.000-08:002009-03-11T03:33:26.228-07:00<div style="text-align: right;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIyBms47knFi8D0nUoyDzzklNew0UWa8Sn8SqGgB8v5ZdlV_RjWD-59fLi_xgEvDmuPNjWDB3-4Fm_S4Nol-LhUDd4kWZkj7j5A826Fh2yQGfrhPVT4ABzFUzR7TFOkRvsx9AgfCFSpakC/s1600-h/images_019.jpeg"><img style="cursor: pointer; width: 130px; height: 130px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIyBms47knFi8D0nUoyDzzklNew0UWa8Sn8SqGgB8v5ZdlV_RjWD-59fLi_xgEvDmuPNjWDB3-4Fm_S4Nol-LhUDd4kWZkj7j5A826Fh2yQGfrhPVT4ABzFUzR7TFOkRvsx9AgfCFSpakC/s200/images_019.jpeg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5311876205827827810" border="0" /></a><br /></div><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);font-family:georgia;font-size:180%;" >BELUM ADA JUDUL </span>BY : obsesi jalanan<br /><div style="text-align: justify;"><br />Setelah memulai denyut hari dengan hal-hal yang berat, aku tergoda untuk mengajak badaniah masuk dalam lingkaran naluri menyenangkan. Lagi-lagi asmara tetap hangat diangkat menjadi topik tanya-jawab. Yang pasti, aku sendiri merasa senang dijebak dalam jedah yang bisa berlipat-lipat, membelok akan tujuan awal “Mengapa aku disini?”. Walupun apa yang tersimpulkan hanya sekedar hipotesis yang sinting, condong memberikan daya eksra untuk terus melangkah dengan kemantapan hati yang dikarbiti. Aku akan berusaha untuk terus terjaga dalam skenario yang mengalir dalam episode yang mengambang.<br /><br />Merenung mengenai dunia Eross membawaku tenggelam dalam imaji, membaluri naluri dalam skema diskusi pakar pemecah teka-teki malam, melahirkan berjuta hipotesis centang-perentang yang memikat. Belum lagi, bonus plusnya… semakin tinggi mengajak otak kiri menerawang, melewati dimensi realitas dunia nyata. Reaksi-reaksinya pun tak kalah hebat; dari gelak tawa lepas sampai pada intropeksi yang memilukan. Semuanya dikemas dalam serba-serbi dari alur kelokkan cerita yang dibuat dramatis, prinsipil dan terkesan dilebih-lebihkan.<br /><br />Katanya “Cinta itu buta” sebuah kalimat pendek yang berulang-ulang terdengar oleh telinga. Sebelumnya bagiku, hanya sebuah kiasan biasa yang didengungkan oleh para pujangga dalam rangka melengkapi ramuan puitisnya. Tak ada makna lebih hanya sebuah pemanis. Keawaman penalaranku pun tak ambil pusing akan filosofis yang terkandung didalamnya. Tapi disini (karna mu), aku diajak merasakan sendiri apa itu pemahaman jangan hanya berhenti pada pengertian dan definisi karna kau takkan kemana-mana kalau hanya selesai pada katanya, katanya, dan katanya… Refleksi langkah kaki pun telah jauh menembus berlipat-lipat kesadaran, selagi aku sibuk akan penalaran, konsentrasiku pun terpecah oleh riak dengusan bisik knalpot bis yang terbawa oleh hembusan angin, Perputaran percepatan roda yang berputar yang bekerja sama dengan alunan suara mesin yang menggema, menjadikan perpaduan irama lagu yang mendengung-dengung mengalahkan suara obrolan yang tak beraturan yang terdengar oleh indera pendengarku, yang terdengar hanyalah gumaman suara lebah yang menggema.<br /><br />Kuteliti sekelilingku, semua seperti menikmati ayat Kauliyah ini membawa sketsa harapan melawan perputaran jarum jam. Ku mencoba menuruti apa yang mereka lakukan, “Bagaimana menikmati suasana ini?”, sejenak memang terasa suasana damai seolah menghipnotis jiwa agar melepas hiruk-pikuk hidup yang telah menjadi rutinitas yang aku pun lupa kapan memulainya, yang ku tau dari sebagian orang yang berada disini mempunyai satu kepentingan yang sama kembali ke zona aman ketempat dimana mereka menyatu dalam keluarga. Aku enggan mencoba berkomunikasi dua arah dengan orang disampingku, pilihannya lebih baik aku menikmati langit sore ini yang matahari bisa dilihat dengan mata telanjang berwarna jingga keemas-emasan membawa lamunan yang tak berujung, dimana menerawang disahkan. Aku pandang keluasan alam semesta, langit cerah dipenuhi warna kejora yang begitu indah berpencar kesegala penjuru membawa aroma terapis bagi jiwa, ku lepas pandangan pada sisi sebelah kiri atas, terlihat susunan awan lembut bagai jelmaan lukisan abstrak yang mengandung makna tersirat, sangat berbeda dengan langit sebelah kanan yang lebih menawarkan harapan baru pada keinginan biru.<br /><br />Dan inilah tempatnya!!!. Langit sore, asli…!!! engkau membawa alam bawah sadarku menjinjing harapan rapuhku hanya tuk sekedar tegak dari keinginan yang tak terelakkan. Tanpa sadar, ku telah berdiri ditanah yang lebih tinggi, ku teliti sekeliling ku, tempat ini dipenuhi orang-orang yang tak ku kenal, terdengar jejak telapak kaki yang mendekat, terlihat dua orang tengah berbincang “Apakah harapan itu?”. Sebagaimana dikira banyak orang berarti menghendaki dan menginginkan? Jika demikian, orang yang menginginkan mobil, rumah dan perkakas yang lebih banyak dan lebih bagus lagi dapat disebut sebagai orang yang berharap. Apakah disebut harapan jika objek harapan itu bukan berupa sesuatu (benda) melainkan sesuatu yang tak dapat dilihat tapi nyata yang lebih bermakna, suatu kondisi hidup yang lebih menyenangkan, bebas dari kejenuhan yang berkepanjangan. Memang hal ini dapat dikatakan harapan. Akan tetapi itu bukan harapan jika mengandung makna kepasifan dan “menunggu untuk ___” sehingga harapan dalam kenyataannya menjadi kedok dari dunia khayal, hanya ideologis semata…. Salah satu dari dua orang itu memulai percakapannya.<br /><br />Aku mulai tertarik dengan obrolan ini, jadi ku putuskan terlibat dengan berjalan pelan kira-kira dua meter dibelakang mereka.<br /><br />Lelaki itupun meneruskan kata-katanya. Dua bulan yang lalu saya menyaksikan seorang Pencinta mendatangi pintu hati Sang Pujaan dan meminta izin untuk masuk kedalam kehidupannya. Sang Pujaan mengatakan bahwa dia tidak mengizinkan seseorang untuk masuk selama beberapa saat. Sementara pintu itu terbuka, Pencinta itu memutuskan untuk menunggu sampai Sang Pujaan mengizinkannya masuk dalam kehidupannya. Dia duduk selama berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Berkali-kali ia menanyakan apakah sudah diizinkan masuk, tetapi selalu dijawab bahwa dia belum bisa mengizinkannya. Selama bertahun-tahun Pencinta itu tak henti-hentinya memperhatikan Sang Pujaannya, sambil melepas kutu-kutu yang menempel dikerah bajunya yang menjamur. Sampai-sampai dia rapuh dan hampir mati harapan. Untuk pertama kalinya ia menanyakan: “Bagaimana sampai terjadi bahwa sepanjang tahun ini tak ada seorang pun yang meminta izin untuk masuk kecuali saya?” Sang Pujaan itu menjawab, “Tak seorang pun kecuali Anda yang bersikeras meminta izin memasuki pintu ini. Sekarang saya mau menutupnya”.<br /><br />Pencinta itu sudah terlalu tua untuk memahami maksudnya, bahkan ia tidak dapat memahaminya ketika ia masih muda.<br /><br />Dengan roh yang belum begitu penuh masuk kedalam raga ku melepaskan pandangan dari jendela yang kusam, terlihat sab-sab barisn tebu . . . oh !!! sudah melewati simpang Tanjung Pinang, langsung ku benahi cara duduk, spontan kuusap wajah dan ku kucek kedua bola mataku. Ku tarik napas cepat sambil memijit-mijit leher bagian belakangku. Aku cerna kata-kata yang sempat ku ingat dari percakapan dua orang dalam tidur satu jamku, “Apa maksud obrolan mereka?, ataukah mereka memberi petuah. “jangan pernah berkata menjadi pejuang kalau hanya bisa berobsesi !!!”, tidur singkat yang begitu berat.<br /><br />Dengan nalar ku coba memberikan arti dari makna yang tersirat. Para Pujaan mempunyai kata-kata usang: jika mereka mengatakan “tidak”, maka seseorang tidak bisa masuk meskipun pintu hatinya terbuka untuk siapa saja. Jika Sang Pencinta telah menjadi pasif daripada ini, berharap dengan menunggu, mengharapkan Sang Pujaan melakukan tindakan pembebasan yang menghantarkan ke istana hatinya yang istimewa. Kebanyakkan orang akan menjadi “Pencinta tolol”. Mereka berharap tetapi hal itu tidak akan mempengaruhi dorongan hati para Pujaan, dan selama para Pujaan tidak memberi lampu hijau, mereka tetap menunggu dan menunggu. Sementara menunggu dengan pasif merupakan bentuk ketidakberdayaan dan impotent yang memuakkan. Disisi lain, ada bentuk ketidakberdayaan dan keputusasaan lain yang menyamar dalam bentuk yang sangat berlawanan, penyamaran yang terwujud dalam tindakan pertualangan, tidak memperdulikan realitas, suatu kekuatan yang tidak dapat diabaikan. Ini merupakan sikap pemimpin gerilya palsu, orang yang muak terhadap orang yang tidak lebih memilih kematian daripada kekalahan.<br /><br />Artiannya…Tak ada satu pun pengecualian dengan peristiwa sekarang kecuali hanya dalam moment berikutnya, hari berikutnya, tahun berikutnya, dunia besok adalah absurd untuk menyakini bahwa harapan dapat direalisasikan dalam dunia ini. Tetapi masa depan, proyeksi dari waktu, akan mendatangkan apa yang tidak bisa diraih”.<br /><br />Maaf kalau selama ini aku salah duga, ternyata asmara itu tak mudah tak gampang dan tak secengeng yang selama ini kukira kusangka. Memikirkanmu adalah sebuah keasyikkan tersendiri membawa sejuta cerita dalam khayalan aneh, seolah-olah membawa berton-ton molekul uranium siap meledak menyerap antusias dalam diriku, meletup-letup membawa percikkan api semangat. Disini sempat aku berdecak akan keagungan Tuhan “Makmano nian, putih dan manis dapat bersanding, wahai… Nona yang hidup dalam konsep ideal, asli…engkau berputar dalam kepalaku”. Belum jauh aku berdiri hanya tuk sekedar memahami apa yang ku rasa, keadaan telah mencekcoki dengan segala kilas sejarah, “Bagaimana aku mengenalmu, siapa dirimu?”, mungkinkah aku berdiri diruang dan waktu yang salah , dan pasti keadaannya tak semenarik seperti pertemuan para Pencinta yang lain yang mempunyai kendali penuh atas cerita yang akan dilalui. Yang pasti intropeksi ini menbawa angin dingin menyerang gelora dalam dada. Dari sini aku telah terjebak dalam dilema rumit, menemukan dua persimpangan…yang jelas aku tak mempunyai peta atau petunjuk apapun atas langkah mana yang kuambil; “menjunjung profesionalis atau memperjuangkan fitrah yang mengalir begitu saja”.<br /><br />Yang ku bisa…membiarkan suara dalam hatiku yang selalu menbunyikan cinta, ku percaya dan kuyakini murninya nurani menjadi penunjuk jalanku…lentera jiwaku. Seharusnya kau tau, apa yang ku rasa ketika melawan loncatan proton-neutron, asli… aku tak berdaya ketika memikirkanmu, ketika draft manis wajahmu berputar-putar didalam waktu luangku, saat-saat kesendirian terpaksa ku nikmati.<br /><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(0, 102, 0);">Jangan benci aku . . .</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(0, 102, 0);">Karna ini langkah yang ku pilih</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(0, 102, 0);">Walau 1000 nasihat, menghujat</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(0, 102, 0);">Walau 1000 pikat menjerat</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(0, 102, 0);">Aku tak peduli</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(0, 102, 0);">Aku pernah sakit dan menyakiti</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(0, 102, 0);">Dan kini bangkit dalam imaji</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(0, 102, 0);">Selamanya aku tambah tak peduli</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(0, 102, 0);">Yang ku bisa bersandar bukan menghindar</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(0, 102, 0);">Jika benar naluri (fitrah) adalah kebenaran</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(0, 102, 0);">Adakah pembenaran atas keyakinan</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(0, 102, 0);">Jika cinta ada nilainya</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(0, 102, 0);">Berapa kau nilai cintaku</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(0, 102, 0);">Semestinya kau tau</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(0, 102, 0);">Betapa sering aku merintih,</span><br /><span style="font-style: italic; color: rgb(0, 102, 0);">Berapa lama aku tertatih ?</span><br /><br />Dan inilah istimewanya . . .,melahirkan teoritis dalam menantang keadaan agar tunduk dalam imaji yang terpatri dalam otak yang menyimpan konsep ideal. Sebuah kegelisahan yang berwujud dilema ini membangun perisai dalam usaha menenteramkan hati agar terus terjaga memapah keinginan agar sesuai dalam jalur walaupun konsekuensi yang menyakitkan akan segera datang menjajah hari-hari biasaku, menghantam kepentingan-kepentingan pribadiku.<br /><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0); font-style: italic;">Polos wajahmu nampak begitu suci</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0); font-style: italic;">Menjanjikan angan terwangi digurat</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0); font-style: italic;">Senyumnya…ukhh</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0); font-style: italic;">Itulah kesan yang terlintas</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0); font-style: italic;">Kala pertama melihatmu</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0); font-style: italic;">Siapapun tergoda oleh ranum usia remajamu</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0); font-style: italic;">Walaupun…</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0); font-style: italic;">Terus bergulir seiring derai tawamu </span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0); font-style: italic;">Diantara deru jalan</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0); font-style: italic;">Dan gelap pertanyaan setengah tertelan</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0); font-style: italic;">Apa hendak dikata </span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0); font-style: italic;">Ku hanya terdiam</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0); font-style: italic;">Saksikan sosokmu pada kenyataan</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0); font-style: italic;">Oh…Gadis manis</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0); font-style: italic;">Apa yang ada dibenakmu</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0); font-style: italic;">Hei…Paras Teduh</span><br /><span style="color: rgb(0, 153, 0); font-style: italic;">Harapku melesat dalam gema langkah terbatah-batah</span><br /><br />Tulisan ini, buah pesan dari kegelisahan, ingin ku katakan sendiri padamu dalam kesempatan yang ada tapi itulah… aku tak mempunyai sihir dalam membangun antusias dalam dirimu, disisi lain, akupun mencoba menghindar dari pergulatan egosentrisme yang keliru, yang ku tahu menahan adalah pekerjaan yang sulit tapi apalah dayaku, yang ku bisa mengumpulkan segala aset yang ku punya. Kau membawa sekekelumit kisah indah yang aku sendiri pun kaku bagaimana membahasakannya.<br /><br />Kalaupun bahasa lisan tak mampu merangkul segala tetek-bengek, aku pun berusaha untuk menyampaikan pesan dalam tulisan mewakili apa yang ku rasa. Dan setiap bait yang kutulis, dan setiap kata yang ku utarakan dan setiap perbuatan dimana ku menurutkan kata hati, bertindak sebagai bukti pengakuan yang tak dapat terelakkan dari sifat dasar naluri sebagai anugerah yang tertanam, dalam-dalam dihatiku, tidak ada rekayasa, tidak ada manipulasi, tidak ada kamuflase, ini pengakuanku yang tak dapat ku ingkari dari keinginan yang tak terelakkan.<br /><br />Maaf kalau Nona tak berkenan !. Hei… “Paras Teduh yang tak tersentuh polesan pabrik, kapitalisme engkau mengambang 5 cm didepan keningku”. Yang ku tau . . . Ini ketertarikan bukan keterikatan . . . ini pengakuan bukan pembelaan hanya bersandar bukan menghindar.<br />Semoga ini bukan emosi sesaat... !!!. (akhir sebuah pencarian)<br /><br /><br /></div>"Lorong Gelap Revolusi"http://www.blogger.com/profile/18104367066634329936noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6351054013909458022.post-41747912149872523842008-11-29T06:48:00.000-08:002009-03-11T03:39:09.531-07:00<div style="text-align: right; color: rgb(255, 0, 0); font-family: verdana;"><span style="font-size:130%;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8pCFY31bm3plC3LKT1fSh6SdIm54xwHDXyIFTLjCNQzpC9HhCt6Us6cI4A-S5o3G4YQ30pBu3rUq_ZCLKPxJxhDEF2ZbfBjSFrFoLLai0mSgNflrVZl2wmWuPOop0yq-7aRdJg7jjRk7s/s1600-h/images_016.jpeg"><img style="cursor: pointer; width: 109px; height: 143px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh8pCFY31bm3plC3LKT1fSh6SdIm54xwHDXyIFTLjCNQzpC9HhCt6Us6cI4A-S5o3G4YQ30pBu3rUq_ZCLKPxJxhDEF2ZbfBjSFrFoLLai0mSgNflrVZl2wmWuPOop0yq-7aRdJg7jjRk7s/s200/images_016.jpeg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5311877630918092322" border="0" /></a><br /></span></div><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold; font-family: verdana;font-size:130%;" >“POTRET KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN”</span><br /><br />Oleh : Abdul Kholek<br /><br /><div style="text-align: justify;"><span style="font-style: italic;">“Subordinasi terhadap perempuan telah mancapai puncaknya dewasa ini, budaya patriarki secara tidak langsung telah telah melegalkan kekerasan dan penindasan terhadap perempuan. Perempuan telah di sandera, di penjarakan dan di pasung oleh belenggu patriarki” (ObSeSiKu, 2008 : 119)</span><br /></div><br /><div style="text-align: justify;">Tindakan kekerasan atau kejahatan disebut juga sebagai kriminalitas, kekerasan bukan merupakan peristiwa herediter (bawaan sejak lahir atau warisan), juga bukan warisan biologis (Kartini Kartono, 1981: 121), tindakan kekerasan bisa dilakukan oleh siapapun baik pria maupun wanita, dapat berlangsung pada usia anak dewasa ataupun lanjut usia<br /></div><br /><div style="text-align: justify;">Tindakan kekerasan atau kejahatan bisa dilakukan secara sadar, dipikirkan, direncanakan dan diarahkan pada maksud tertentu secara sadar benar. Namun bisa juga dilakukan secara setengah sadar, misalnya karena di dorong oleh paksaan yang sangat kuat dan bisa juga secara tidak sadar, misalnya karena secara terpaksa untuk mempertahankan hidupnya, seseorang harus melawan dan akhirnya terjadi peristiwa pembunuhan, itulah tiga konsep yang mendasari orang melakukan tindakan kekerasan atau kriminalitas<br /></div><br /><div style="text-align: justify;">Secara yuridis formal tindak kekerasan merupakan suatu bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoral), merugikan masyarakat a-sosial dan melanggar hukum serta undang-undang pidana<br /></div><br /><div style="text-align: justify;">Dalam tinjauan sosiologis tindakan kekerasan adalah semua bentuk ucapan, perbuatan dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis dan sosial-psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar norma susila, dan menyerang keselamatan warga masyarakat. Tingkah laku atau tindak kekerasan yang im-moral dan anti-sosial itu banyak menimbulkan reaksi kejengkelan dan kemarahan di kalangan masyarakat dan jelasnya sangat merugikan umum<br /></div><br /><div style="text-align: justify;">”Kekerasan terhadap perempuan merupakan fenomena sosial yang tidak pernah berujung dan bertepi, tidak pernah habis di bicarakan dan di diskusikan, fenomena yang selalu hadir dalam dunia realitas dewasa ini dan mungkin akan tetap bertahan dalam realitas di esok hari”<br /><br />Platform For Action and Beijing Declaration menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah segala bentuk tindakan kekerasan berdasarkan gender, termasuk ancaman, pemaksaan atau perampasan hak-hak kebebasan, yang terjadi baik didalam rumah tangga atau keluarga (privat life), maupun di dalam masyarakat (public life) yang mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan bagi wanita baik secara fisik, seksual maupun fsikologis (United Nations Depertement of Public Relation 1986)<br /><br />Berdasarkan uraian mengenai tindak kekerasan diatas, maka tindak kekerasan terhadap perempuan, merupakan salah satu dari banyak pelanggaran terhadap aturan atau norma dalam masyarakat, kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu permasalahan yang tidak pernah habis-habisnya dari masa tradisional sampai pada kehidupan modern sekarang ini, kekerasan terhadap perempuan semakin hari semakin meningkat, mungkin karena dosa turunan dari budaya patriarki, atau karena belum seriusnya dan belum intensifnya penggulangan yang dilakukan oleh berbagai pihak, walaupun banyak pihak yang di rugikan oleh fenomena tersebut<br /><br />Masalah kekerasan pada dasarnya erat kaitannya dengan kekuasaan, dan umumnya tindakan kekerasan dilakukan oleh kaum laki-laki. Dominasi pria terhadap wanita menunjukkan adanya kekuasaan pria untuk berbuat sesukanya terhadap wanita. Hal ini juga di dukung oleh sistem kepercayaan gender yang berlaku dalam masyarakat, sistem kepercayaan gender mengacu pada serangkaian kepercayaan dan pendapat tentang laki-laki dan perempan, sistem ini mencakup pengertian bagaimana sebenarnya laki-laki dan perempuan itu. Pada umumnya laki-laki dianggap sebagai sosok yang lebih kuat, lebih aktif, mempunyai dominasi dan otonomi, sebaliknya perempuan di pandang sebagai mahluk lemah, suka mengalah dan pasif (belenggu patriarki)<br /><br />Jagger dan Rottenberg (2002), memberikan beberapa penjelasan mengenai penindasan terhadap perempuan, yaitu :<br />1. Secara historis perempuan merupakan kelompok pertama yang tertindas<br />2. Penindasan terhadap perempuan terjadi dimana-mana dalam masyarakat<br />3. Penindasan perempuan adalah bentuk penindasan yang paling sulit di lenyapkan dan tidak akan bisa dihilangkan melalui perubahan-perubahan sosial lain, seperti penghapusan kelas masyarakat<br />4. Penindasan terhadap perempuan menyebabkan penderitaan yang paling berat bagi korban-korbannya, meskipun penderitaan ini berlangsung tanpa di ketahui oleh orang lain.<br /><br /><span style="color: rgb(51, 51, 255); font-weight: bold;">1. Akar Masalah Kekerasan Terhadap Perempuan</span><br /></div><br /><div style="text-align: justify;">Perempuan sering di analisis dalam hubungannya dengan kedudukan atau juga dengan kekuasaan yang ada dalam masyarakat, yaitu fungsi mereka dalam keluarga. Menurut Aguste Comte, perempuan secara konstitusional bersifat inferiror, dimana mereka cenderung sedikit memperoleh pengakuan kedudukan didalam keluaraga maupun dalam masyarakat yang luas.<br /><br />Kekerasan terhadap perempuan merupakan fenomena sosial yang telah berlangsung lama dari masyarakat yang masih primitive sampai pada masyarakat modern sekarang ini, berbagai tindak kekerasan telah di alami oleh perempuan dari waktu-kewaktu, banyak faktor-faktor yang melatar belakangi timbulnya tindak kekerasan terhadap perempuan, diantaranya faktor budaya, faktor social, dan faktor ekonomi.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(51, 51, 255);">a) Faktor Budaya</span><br /><br />Kebudayaan menurut E.B Taylor, dalam bukunya primitive culture merumuskan definisi secara sistematis dan ilmiah, sebagai berikut kebudayaan adalah komplikasi (jalinan) dalam keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keagamaan, hukum, adat istiadat, kepribadian dan kebiasaan-kebiasaan yang di lakukan manusia sebagia anggota masyarakat.<br /><br />Budaya patriarki telah menjadi unsur utama terjadinya kekerasan terhdap perempuan. Budaya patriarki merupakan budaya dominan yang mendomisasi kebudayaan nasional, yang memperlihatkan pembedaan yang jelas antara laki-laki dengan perempuan terutama mengenai kekuasaan. Kekuasaan dominan yang di miliki oleh laki-laki dianggap merupakan sesuatu yang tidak dapat diubah, dan mutlak serta baku. Dimana laki-laki menempati posisi sebagai pimimpin, dan penguasa, sedangkan perempuan sebagai pekerja yang harus melayani kaum laki-laki.<br /><br />Pola budaya seperti inilah yang secara tidak langsung telah melegalkan kekerasan dan penindasan terhadap perempuan, perempuan telah di sandera, di penjarakan dan di pasung oleh belenggu patriarki, ”budaya patriarki ibarat busur panah yang selalu mengintai kaum perempuan”<br /><br />Selain itu faktor kepribadian juga mengambil bagian terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Seseorang yang memiliki sifat dan kepribadian yang keras akan lebih sering malakukan tindakan kekerasan. Kepribadian dan sifat yang keras terkadang menjadi ciri khas dari daerah tertentu, dalam hal ini Ariestoteles, mengatakan bahwa penduduk yang hidup di daerah yang dingin akan cenderung memiliki sifat yang keras, berani dan lainnya, dengan landasan sifat seperti yang diungkapkan oleh Ariestoteles diatas maka seseorang yang mempunyai kepribadian seperti itu akan menjadi sosok yang sering melanggar aturan atau norma yang berlaku dalam masyarakat, kepribadian seperti itu juga sering mengakibatkan terjadinya tindakan kekerasan terhadap perempuan<br /><br />Nilai tradisi dan adaptasi juga berpengaruh terhadap kekerasan terhadap peremuan. Tradisi merupakan sifat yang tertanam sejak lama, dan adaptasi merupakan suatu kondisi dimana manusia menyesesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar, banyak juga para analisis yang mengatakan bahwa tindakan kekerasan terhadap perempuan terjadi, karena tidak mampunya perempuan dalam beradaptasi dengan lingkungan baru, misalkan terjadinya kasus pemerkosaan karena wanita itu memakai pakaian yang tidak sesuai dengan adaptasi yang seharusnya atau kebiasaan di daerah tertentu<br /><br />Dan unsur yang terakhir yaitu kepercayaan (relegi) juga merupakan penyulut terjadinya kekerasan terhadap perempuan, hal ini di karenakan adanya prasangka terhadap agama tertentu yang berakibat pada timbulnya rasa benci terhadap orang atau komunitas dari agama lain, perempuan merupakan salah satu korban dari rasa tersebut, terjadi pemerkosaan hanya sekedar untuk menarik orang agar masuk kedalam agamanya merupakan hal yang sangat picik dan sangat bertentangan dengan moral dan norma masayarakat.<br /><br /><span style="color: rgb(255, 0, 0); font-weight: bold;">b) Faktor Sosial</span><br /><br />Manusia merupakan mahluk individual sekaligus sebagai mahluk sosial, dimana manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari individu yang lain, manusia selalu melakukan interaksi dengan individu lain dalam keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan yang lebih luas lagi. Masyarakat diatur oleh norma, atau nilai, adat istiadat yang telah di sepakati bersama oleh masyarakat. Kendatipun demikian tidak berarti kehidupan sosial masyarakat akan selalu lancar stabil dan terintegrasi dengan baik, dan ternyata banyak sekali celah-celah yang mengakibatkan terjadi kesemerautan dalam masyarakat, salah satunya yaitu tindakan kekerasan terhadap perempuan, ini adalah suatu fenomena yang tak kunjung terselesaikan.<br /><br />Fenomena ini di sebabkan oleh banyak faktor, salah satunya yaitu faktor sosial. Faktor sosial marupakan factor eksternal munculnya tindak kekerasan, ia disebut sebagai factor eksternal karena factor itu berada di luar individu<br /><br />Di antara faktor tersebut yang pertama yaitu kegagalan dalam interaksi, menurut Soerjono Soekamto interaksi merupakan cara-cara berhubungan yang dilihat apabilah orang perorangan dan kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut. Syarat dari interaksi social yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi. kegagalan dalam interaksi biasanya di karenakan adanya kemacetan dalam salah satu unsur pembentuk interaksi. Sebagai contoh karena kesalahan dalam komuniksi maka seoarang laki-laki tegah melakukan tindak kekerasan terhadap perempuan, dalam hal ini perlu adanya komunikasi yang efektif sehingga bisa menghasilkan interaksi yang lancar serta manciptakan masyarakat yang tentram<br /><br />Faktor sosial yang lain yaitu kurang tegasnya pihak yang berwenang dalam mengatasi tindakan kekerasan, hal ini bisa kita lihat dengan rendahnya hukuman para pelaku tindak kekerasan dalam hal apapun termasuk juga kekerasan terhadap perempuan, dan masih banyak lagi factor-faktor sosial yang menjadi penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan.<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">c) Faktor Ekonomi</span><br /><br />Status sosial merupakan pandangan mangenai kehormatan atau pristise seseorang dapat di berikan oleh keluarga, aktivitas pekerjaan, dan pola konsumsi. Aristoteles seorang ahli filsfat yunani kuno pernah menyatakan bahwa didalam setiap masyarkat selalu terdapat tiga unsur, yaitu mereka yang sangat kaya, mereka yang melarat, dan mereka yang berada di tengah-tengahnya. konsep ini menunjukkan bahwa masyarakat pada saat itu sudah mengakui adanya lapisan-lapisan dalam masyarakat atau yang sering di sebut dengan strata social. Menurut para sosiolog, sistem yang berupa lapisan-lapisan sosial itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur<br /><br />Dalam bidang ekonomi yang menjadi faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan biasanya di lakukan oleh lapisan sosial yang rendah, dimana mereka melakukan tindakan itu berdalihkan pada kebutuhan ekonomi yang mendesak mereka untuk melakukan perbuatan kekerasan terhadap perempuan, benar atau tidaknya. Alasan yang diungkapkan oleh sebagian besar pelaku kejahatan itu, menandakan bahwa peran serta sistem perekonomian juga terlibat dalam fenomena sosial tindak kekerasan terhadap perempuan, hal ini bisa menjadi landasan paradigma bahwa pemerataan pembangunan dalam bidang ekonomi akan bisa mengurangi fenomena sosial yang merugikan masyarakat tersebut<br /><br />Tindak kekerasan terhadap perempuan tidak hanya dilakukan oleh orang-orang dari lapisan bawah tetapi, banyak juga kasus yang terjadi tindakan tersebut dilakukan oleh individu dari kalangan atas, fenomena seperti ini memperlihatkan adanya pola ketergantungan ekonomi, sebagai contoh yang mendukung pendapat ini yaitu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh majikan terhadap perempuan sebagai pembantu rumah tangga, tidak menjadi rahasia lagi bahwa keududukan sosial ekonomi telah melahirkan penindasan terhadap perempuan dari lapisan rendah, ketergantungan yang terjadi di sini yaitu dimana kedudukan pembantu sebagai pelayan yang mendapat upah dari majikan tetapi yang terjadi kekuasaan ekonomi atau kekayaan telah membuat orang bertindak arogan dan seenaknya sendiri tanpa memandang moral dan norma yang ada dalam masyarakat<br /><br /><span style="font-weight: bold; color: rgb(255, 0, 0);">2. Strategi Ideal Pemecahan Masalah Kekerasan Terhadap Perempuan</span><br /><br />Masalah kekerasan terhadap perempuan saat ini terus hangat dibicarakan, namun belum ada realisasi khusus terhadap perlindungan hak-hak perempuan. Sering kali kekerasan yang di alami oleh perempuan di didiamkan oleh pihak keluarga karena beralaskan pada nama baik, psikologis, kekuasaan dan banyak hal lainnya. Kasus yang diangkatpun terkadang hanya mencuat di permukaan pers dan hilang dengan penyelasaian secara kekeluaragaan, suatu realita yang sangat memilukan dan menyedihkan, padahal kekerasan terhadap perempuan adalah suatu tindakan yang manghambat kesetaraaan , kemajuan dan perdamaian, bahkan dari kaca mata Hak Asasi Manusia (HAM) , fenomena ini merupakan pelanggaran sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan.<br /><br />Dari keseluruhan data tindak kekerasan terhadap perempuan di POLTABES PALEMBANG sepanjang tahun 2005-2008, kebanyakan kasus kekerasan terhadap perempuan adalah penganiayaan yang mengakibatkan cedera fisik, korban paling banyak adalah perempuan yang mengalami penganiayaan baik ringan maupun berat. 57 % kekerasan terhadap perempuan, pelecehan seksual 31 % penganiayaan 14% dan perkosaan 12 %, angka yang cukup memprihatinkan bagi kita semua<br /><br />Kekerasan terhadap perempuan perlu segera di tangani secara intensif berkesinambungan dan seadil-adilnya, karena secara hukum perbuatan ini merupakan suatu perbuatan yang tidak dapat di toleril lagi, sebuah kejahatan kemanusian yang cukup memilukan, dan sebuah ancaman terhadap kedamaian yang menjadi utopia semua orang.<br /><br />Kekerasan terhadap perempuan sebagai suatu ancaman global terhadap kemanusian, dan telah menjadi isu gender yang cukup sentral, mengharuskan kita untuk mengatasi, dan meminimalisir tindak kekerasan terhadap perempuan, beberapa hal yang harus dilakukan yaitu sebagai berikut :<br /><br />1. Perlunya penyuluhan-penyuluhan dan kampanye-kampanye anti kekerasan terhadap perempuan, terutama dari pemerintah dan juga lembaga-lambaga sosial masyarakat, serta memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk memperlakukan wanita sebagai sosok yang perlu di hormati dan dimuliakan<br /><br />2. Dalam bidang pendidikan diharapkan pihak institusi pendidikan sebagai lembaga sosialisasi formal, untuk turut memberikan materi-materi yang berhubungan dengan kriminalitas dan bahayanya bagi masyarakat, serta memberikan pendidikan agama yang maksimal demi teciptanya individu yang beriman dan berahlak mulia<br /><br />3. Perlunya pemberian pemahaman di dalam keluarga terutama oleh orang tua untuk selalu mengawasi perekembangan anak, tingkahlaku, tindakan yang mereka lakukan, serta memberikan pemahaman untuk bertindak yang wajar didalam lingkungan masyarakat, misalnya anak perempuan di anjurkan untuk memakai pakaian yang sopan dan banyak hal lainya yang bisa di lakukan dalam pranata keluarga<br /><br />4. Perlunya peningkatan pembangunan di bidang ekonomi demi menciptkan lapangan kerja baru sehinga banyak menyerap tenaga kerja, karena banyak kasus yang terungkap bahwa kekerasan terhadap perempuan di lakukan oleh para pengangguran yang tidak mempunyai aktivitas yang pasti, sehingga mereka sering melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang demi memenuhi kebutuhan, dengan berkurangnya pengangguran maka pasti akan berimbas positip yaitu berkurangnya tindak kekerasan terhadap perempuan<br /><br />5. Poin yang terakhir ini lebih menekankan pada pelaku, dimana harus diambil tindakan yang refresif antara lain melalui tehnik rehabilitas, menurut Creessy ada dua konsepsi mengenai konsep rehabilitasi, yang pertama yaitu menciptakan sistem dan program-program yang bertujuan untuk menghukum orang-orang jahat tersebut, sistem serta program-program tersebut bersifat reformatif, misalnya hukuman kurungan dan hukuman penjara, tehnik yang kedua yaitu lebih ditekankan agar pelaku atau penjahat manjadi orang biasa (yang tidak melanggar hukum) dalam hal ini selama dalam manjalani hukuman mereka di beri pelatihan keahlian atau kerajinan supaya mereka setelah keluar bisa menjadi individu yang taat pada peraturan dan tidak melakukan perbuatan yang merugikan orang lain, dengan berbekal pada keahlian yang didapat mereka bisa mendapatkan pekerjaan yang layak.<br /><br />Banyak faktor yang harus di perhatikan dalam usaha untuk menyelesaikan persoalan sosial dalam masyarakat, karena masyarakat merupakan suatu sistem, pada saat salah satu subsistem tidak berfungsi dengan baik maka akan mengakibatkan kerusakan semua sistem, dalam hal ini suatu permasalan sosial, tidak dapat di selesaikan hanya melalui pendekatan sosial, karena semua unsur berpengaruh dalam hal itu, maka sudah menjadi keharusan bahwa setiap bagian dalam masyarakat harus berperan aktif demi terciptanya lingkungan yang adil, tentram, damai, menjadikan masyarakat yang terintegrasi dengan sempurna.<br /><br />Referensi :<br />1. Kartono, Kartini. 2003. Patologi Sosial. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada<br />2. Komnas Perempuan.2002. Peta Kekerasan Pengalaman Perempuan Idonesia. Jakarta : Amepro<br />3. Raga Maran, Rafael. 2001. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta : Rineka Cipta<br />4. Soekanto, Soerjono. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada<br />5. Syani, Abdul. 1995. Sosiologi Dan Masalah Sosial. Jakarta : Fajar Agung<br /></div>"Lorong Gelap Revolusi"http://www.blogger.com/profile/18104367066634329936noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6351054013909458022.post-9708609765173873092008-11-29T06:38:00.000-08:002009-12-31T11:26:32.142-08:00<meta http-equiv="Content-Type" content="text/html; charset=utf-8"><meta name="ProgId" content="Word.Document"><meta name="Generator" content="Microsoft Word 11"><meta name="Originator" content="Microsoft Word 11"><link rel="File-List" href="file:///C:%5CDOCUME%7E1%5CAzizah%5CLOCALS%7E1%5CTemp%5Cmsohtml1%5C01%5Cclip_filelist.xml"><!--[if gte mso 9]><xml> <w:WordDocument> <w:View>Normal</w:View> <w:Zoom>0</w:Zoom> <w:PunctuationKerning/> <w:ValidateAgainstSchemas/> <w:SaveIfXMLInvalid>false</w:SaveIfXMLInvalid> <w:IgnoreMixedContent>false</w:IgnoreMixedContent> <w:AlwaysShowPlaceholderText>false</w:AlwaysShowPlaceholderText> <w:Compatibility> <w:BreakWrappedTables/> <w:SnapToGridInCell/> <w:WrapTextWithPunct/> <w:UseAsianBreakRules/> <w:DontGrowAutofit/> </w:Compatibility> <w:BrowserLevel>MicrosoftInternetExplorer4</w:BrowserLevel> </w:WordDocument> </xml><![endif]--><!--[if gte mso 9]><xml> <w:LatentStyles DefLockedState="false" LatentStyleCount="156"> </w:LatentStyles> </xml><![endif]--><style> <!-- /* Font Definitions */ @font-face {font-family:Wingdings; panose-1:5 0 0 0 0 0 0 0 0 0; mso-font-charset:2; mso-generic-font-family:auto; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:0 268435456 0 0 -2147483648 0;} @font-face {font-family:"Comic Sans MS"; panose-1:3 15 7 2 3 3 2 2 2 4; mso-font-charset:0; mso-generic-font-family:script; mso-font-pitch:variable; mso-font-signature:647 0 0 0 159 0;} /* Style Definitions */ p.MsoNormal, li.MsoNormal, div.MsoNormal {mso-style-parent:""; margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} p.MsoHeader, li.MsoHeader, div.MsoHeader {margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; tab-stops:center 3.0in right 6.0in; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} p.MsoFooter, li.MsoFooter, div.MsoFooter {margin:0in; margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; tab-stops:center 3.0in right 6.0in; font-size:12.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-fareast-font-family:"Times New Roman";} @page Section1 {size:595.35pt 842.0pt; margin:113.4pt 85.05pt 85.05pt 113.4pt; mso-header-margin:.5in; mso-footer-margin:.5in; mso-page-numbers:num-in-dash; mso-paper-source:0;} div.Section1 {page:Section1;} /* List Definitions */ @list l0 {mso-list-id:173610987; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:-1623830638 67698703 67698691 67698693 67698689 67698691 67698693 67698689 67698691 67698693;} @list l0:level1 {mso-level-tab-stop:.5in; mso-level-number-position:left; text-indent:-.25in;} @list l1 {mso-list-id:377821856; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:731279376 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l1:level1 {mso-level-tab-stop:42.0pt; mso-level-number-position:left; margin-left:42.0pt; text-indent:-.25in;} @list l2 {mso-list-id:1956208136; mso-list-type:hybrid; mso-list-template-ids:-1311237336 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715 67698703 67698713 67698715;} @list l2:level1 {mso-level-tab-stop:.5in; mso-level-number-position:left; text-indent:-.25in;} ol {margin-bottom:0in;} ul {margin-bottom:0in;} --> </style><!--[if gte mso 10]> <style> /* Style Definitions */ table.MsoNormalTable {mso-style-name:"Table Normal"; mso-tstyle-rowband-size:0; mso-tstyle-colband-size:0; mso-style-noshow:yes; mso-style-parent:""; mso-padding-alt:0in 5.4pt 0in 5.4pt; mso-para-margin:0in; mso-para-margin-bottom:.0001pt; mso-pagination:widow-orphan; font-size:10.0pt; font-family:"Times New Roman"; mso-ansi-language:#0400; mso-fareast-language:#0400; mso-bidi-language:#0400;} </style> <![endif]--> <p class="MsoNormal"><b style=""><u><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="FI"><o:p><span style="text-decoration: none;"> </span></o:p></span></u></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: center;" align="center"><b style=""><span style="font-size: 18pt; font-family: "Comic Sans MS"; color: red;" lang="FI">“POTRET KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN”<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal"><b style=""><span style="font-size: 18pt; font-family: "Comic Sans MS"; color: red;" lang="FI"><o:p> </o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 1.5in; text-align: justify;"><i style=""><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="FI">“Subordinasi terhadap perempuan telah mancapai puncaknya dewasa ini, budaya patriarki secara tidak langsung telah telah melegalkan kekerasan dan penindasan<span style=""> </span>terhadap perempuan. Perempuan<span style=""> </span>telah di sandera,<span style=""> </span><span style=""> </span>di penjarakan dan di pasung oleh belenggu patriarki” (ObSeSiKu, 2008 : 119)<o:p></o:p></span></i></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="FI"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="FI">Tindakan kekerasan atau kejahatan disebut juga sebagai kriminalitas, kekerasan bukan merupakan peristiwa <i style="">herediter</i> (bawaan sejak lahir atau warisan), juga bukan warisan biologis <i style="">(Kartini Kartono, 1981: 121)</i>, tindakan kekerasan bisa dilakukan oleh siapapun baik pria maupun wanita, dapat berlangsung pada usia anak dewasa ataupun lanjut usia<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="FI"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Tindakan kekerasan atau kejahatan bisa dilakukan <i style="">secara sadar</i>,<span style=""> </span><span style=""> </span>dipikirkan, direncanakan dan diarahkan pada maksud tertentu <i style="">secara sadar benar</i>. Namun bisa juga dilakukan <i style="">secara setengah sadar</i>, misalnya karena di dorong<span style=""> </span>oleh paksaan yang sangat kuat dan bisa juga secara tidak sadar, misalnya karena secara terpaksa untuk mempertahankan hidupnya, seseorang harus melawan dan akhirnya terjadi peristiwa pembunuhan, itulah tiga konsep yang mendasari orang melakukan tindakan kekerasan atau kriminalitas<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Secara yuridis formal tindak kekerasan merupakan suatu bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan <i style="">(immoral),</i> merugikan masyarakat <i style="">a-sosial</i> dan melanggar hukum serta undang-undang pidana <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Dalam tinjauan sosiologis tindakan kekerasan adalah semua bentuk ucapan, perbuatan dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis dan sosial-psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar norma susila, dan menyerang keselamatan warga masyarakat. Tingkah laku atau tindak kekerasan yang <i style="">im-moral</i> dan anti-sosial itu banyak menimbulkan reaksi kejengkelan dan kemarahan<span style=""> </span>di kalangan masyarakat dan jelasnya sangat merugikan umum<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><i style=""><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">”Kekerasan terhadap perempuan merupakan fenomena sosial yang tidak pernah berujung dan bertepi, tidak pernah habis di bicarakan dan di diskusikan, fenomena yang selalu hadir dalam dunia realitas dewasa ini dan mungkin akan tetap bertahan dalam realitas di esok hari”<o:p></o:p></span></i></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Platform For Action and Beijing Declaration menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah segala bentuk tindakan kekerasan berdasarkan gender, termasuk ancaman, pemaksaan atau perampasan<span style=""> </span>hak-hak kebebasan, yang terjadi baik didalam rumah tangga atau keluarga <i style="">(privat life),</i> maupun di dalam masyarakat <i style="">(public life)</i> yang mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan bagi wanita baik secara fisik, seksual maupun fsikologis <i style="">(United Nations Depertement of Public Relation 1986)</i><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Berdasarkan uraian mengenai tindak kekerasan diatas, maka tindak kekerasan terhadap perempuan, merupakan salah satu dari banyak pelanggaran terhadap aturan atau norma dalam masyarakat, kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu permasalahan yang tidak pernah habis-habisnya dari masa tradisional sampai pada kehidupan modern sekarang ini, kekerasan terhadap perempuan semakin hari semakin meningkat, mungkin karena dosa turunan dari budaya patriarki, atau karena belum seriusnya dan belum intensifnya penggulangan yang dilakukan oleh berbagai pihak, walaupun banyak pihak yang di rugikan oleh fenomena tersebut<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Masalah kekerasan pada dasarnya erat kaitannya dengan kekuasaan, dan umumnya tindakan kekerasan dilakukan oleh kaum<span style=""> </span>laki-laki. Dominasi pria terhadap wanita menunjukkan adanya kekuasaan pria untuk berbuat sesukanya terhadap wanita. Hal ini juga di dukung oleh sistem kepercayaan gender yang berlaku dalam masyarakat, sistem kepercayaan gender mengacu pada serangkaian kepercayaan dan pendapat tentang laki-laki dan perempan, sistem ini mencakup pengertian bagaimana sebenarnya laki-laki dan perempuan itu. Pada umumnya laki-laki dianggap sebagai sosok yang lebih kuat, lebih aktif, mempunyai dominasi dan otonomi, sebaliknya perempuan<span style=""> </span>di pandang sebagai mahluk lemah, suka mengalah dan pasif <i style="">(belenggu patriarki)<o:p></o:p></i></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Jagger dan Rottenberg (2002), memberikan beberapa penjelasan mengenai penindasan terhadap perempuan, yaitu :<o:p></o:p></span></p> <ol style="margin-top: 0in;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal" style="color: rgb(0, 0, 51); text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS";" lang="SV">Secara historis perempuan merupakan kelompok pertama yang tertindas <o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal" style="color: rgb(0, 0, 51); text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS";" lang="SV">Penindasan terhadap perempuan terjadi dimana-mana dalam masyarakat<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal" style="color: rgb(0, 0, 51); text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS";" lang="SV">Penindasan perempuan adalah bentuk penindasan yang paling sulit<span style=""> </span>di lenyapkan dan tidak akan bisa dihilangkan melalui perubahan-perubahan sosial lain, seperti penghapusan kelas masyarakat<o:p></o:p></span></li><li class="MsoNormal" style="color: rgb(0, 0, 51); text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS";" lang="SV">Penindasan terhadap perempuan menyebabkan penderitaan yang paling berat bagi korban-korbannya, meskipun penderitaan ini berlangsung tanpa<span style=""> </span>di ketahui oleh orang lain.<o:p></o:p></span></li></ol> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><br /><b style="">1. Akar Masalah Kekerasan Terhadap Perempuan<o:p></o:p></b></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Perempuan sering di analisis dalam hubungannya dengan kedudukan atau juga dengan kekuasaan yang ada dalam masyarakat, yaitu fungsi mereka dalam keluarga. Menurut Aguste Comte, perempuan secara konstitusional bersifat inferiror, dimana mereka cenderung sedikit memperoleh pengakuan kedudukan didalam keluaraga maupun dalam masyarakat yang luas.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Kekerasan terhadap perempuan merupakan fenomena sosial yang telah berlangsung lama dari masyarakat yang masih primitive sampai pada masyarakat modern sekarang ini, berbagai tindak kekerasan telah di alami oleh perempuan dari waktu-kewaktu, banyak faktor-faktor yang melatar belakangi timbulnya tindak kekerasan terhadap perempuan, diantaranya <i style="">faktor budaya, faktor social, dan faktor ekonomi.<o:p></o:p></i></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style=""><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">a) Faktor Budaya <o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Kebudayaan menurut E.B Taylor, dalam bukunya primitive culture merumuskan definisi secara sistematis dan ilmiah, sebagai berikut kebudayaan adalah komplikasi (jalinan) dalam keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keagamaan, hukum, adat istiadat, kepribadian dan kebiasaan-kebiasaan yang di lakukan manusia sebagia anggota masyarakat.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Budaya patriarki telah menjadi unsur utama terjadinya kekerasan terhdap perempuan. Budaya<span style=""> </span>patriarki merupakan budaya dominan yang mendomisasi kebudayaan nasional, yang memperlihatkan pembedaan yang jelas antara laki-laki dengan perempuan terutama mengenai kekuasaan. Kekuasaan<span style=""> </span>dominan yang di miliki oleh laki-laki dianggap merupakan sesuatu yang tidak dapat diubah, dan mutlak serta baku. Dimana laki-laki menempati posisi sebagai pimimpin, dan penguasa, sedangkan perempuan sebagai pekerja yang harus melayani kaum<span style=""> </span>laki-laki.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Pola budaya seperti inilah yang secara tidak langsung telah<span style=""> </span>melegalkan kekerasan dan penindasan<span style=""> </span>terhadap perempuan, perempuan<span style=""> </span>telah<span style=""> </span>di sandera,<span style=""> </span>di penjarakan dan di pasung oleh belenggu patriarki, <i style="">”budaya patriarki ibarat busur panah yang selalu mengintai kaum perempuan”</i><span style=""> </span><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Selain itu faktor kepribadian juga mengambil bagian terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Seseorang yang memiliki sifat dan kepribadian yang keras akan lebih sering malakukan tindakan kekerasan.<span style=""> </span>Kepribadian dan sifat yang keras terkadang menjadi ciri khas dari daerah tertentu, dalam hal ini Ariestoteles, mengatakan bahwa penduduk yang hidup di daerah yang dingin akan cenderung memiliki sifat yang keras, berani dan lainnya, dengan landasan sifat seperti yang diungkapkan oleh Ariestoteles diatas maka seseorang yang mempunyai kepribadian seperti itu akan menjadi sosok yang sering melanggar aturan atau norma yang berlaku dalam masyarakat, kepribadian seperti itu juga sering mengakibatkan terjadinya tindakan kekerasan terhadap perempuan<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Nilai tradisi dan adaptasi juga berpengaruh terhadap kekerasan terhadap peremuan. Tradisi merupakan sifat yang tertanam sejak lama, dan adaptasi merupakan suatu kondisi dimana manusia menyesesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar, banyak juga para analisis yang mengatakan bahwa tindakan kekerasan terhadap perempuan terjadi, karena tidak mampunya perempuan dalam beradaptasi dengan lingkungan baru, misalkan terjadinya kasus pemerkosaan karena wanita itu memakai pakaian yang tidak sesuai dengan adaptasi yang seharusnya atau kebiasaan di daerah tertentu<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Dan unsur yang terakhir yaitu kepercayaan (relegi) juga merupakan penyulut terjadinya kekerasan terhadap perempuan, hal ini di karenakan adanya prasangka terhadap agama tertentu yang berakibat pada timbulnya rasa benci terhadap orang atau komunitas dari agama lain, perempuan merupakan salah satu korban dari rasa tersebut, terjadi pemerkosaan hanya sekedar untuk menarik orang agar masuk kedalam agamanya merupakan hal yang sangat picik dan sangat bertentangan dengan moral dan norma masayarakat.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style=""><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">b) Faktor Sosial<o:p></o:p></span></b></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Manusia merupakan mahluk individual sekaligus sebagai mahluk sosial, dimana manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari individu yang lain, manusia selalu melakukan interaksi dengan individu lain dalam keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan yang lebih luas lagi. Masyarakat diatur oleh norma, atau nilai, adat istiadat yang telah di sepakati bersama oleh masyarakat. Kendatipun<span style=""> </span>demikian tidak berarti kehidupan sosial masyarakat akan selalu lancar stabil dan terintegrasi dengan baik, dan ternyata banyak sekali celah-celah yang mengakibatkan terjadi kesemerautan dalam masyarakat, salah satunya yaitu tindakan kekerasan terhadap perempuan, ini adalah suatu fenomena yang tak kunjung terselesaikan. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Fenomena ini di sebabkan oleh banyak faktor, salah satunya yaitu faktor sosial. Faktor sosial marupakan <i style="">factor eksternal</i> munculnya tindak kekerasan, ia disebut sebagai factor eksternal karena factor itu berada di luar individu <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Di antara faktor tersebut yang pertama yaitu kegagalan dalam interaksi, menurut Soerjono Soekamto interaksi merupakan cara-cara berhubungan yang dilihat apabilah orang perorangan dan kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut. Syarat dari interaksi social yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi. kegagalan dalam interaksi biasanya di karenakan adanya kemacetan dalam salah satu unsur pembentuk interaksi. Sebagai contoh karena kesalahan dalam komuniksi maka seoarang laki-laki tegah melakukan tindak kekerasan terhadap perempuan, dalam hal ini perlu adanya komunikasi yang efektif sehingga bisa menghasilkan interaksi yang lancar serta manciptakan masyarakat yang tentram<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Faktor sosial yang lain yaitu kurang tegasnya pihak yang berwenang dalam mengatasi tindakan kekerasan, hal ini bisa kita lihat dengan rendahnya hukuman para pelaku tindak kekerasan dalam hal apapun termasuk juga kekerasan terhadap perempuan, dan masih banyak lagi factor-faktor sosial yang menjadi penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><br /><b style="">c) Faktor Ekonomi</b><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Status sosial merupakan pandangan mangenai kehormatan atau pristise seseorang dapat di berikan oleh keluarga, aktivitas pekerjaan, dan pola konsumsi. Aristoteles seorang ahli filsfat yunani kuno pernah menyatakan bahwa didalam setiap masyarkat selalu terdapat tiga unsur, yaitu mereka yang sangat kaya, mereka yang melarat, dan mereka yang berada di tengah-tengahnya. konsep ini menunjukkan bahwa masyarakat pada saat itu sudah mengakui adanya lapisan-lapisan dalam masyarakat atau yang sering di sebut dengan strata social. Menurut para sosiolog, sistem yang berupa lapisan-lapisan sosial itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Dalam bidang ekonomi yang menjadi faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan biasanya di lakukan oleh lapisan sosial yang rendah, dimana mereka melakukan tindakan itu berdalihkan pada kebutuhan ekonomi yang mendesak mereka untuk melakukan perbuatan kekerasan terhadap perempuan, benar atau tidaknya. Alasan yang diungkapkan oleh sebagian besar pelaku kejahatan itu, menandakan bahwa peran serta sistem perekonomian juga terlibat dalam fenomena sosial tindak kekerasan terhadap perempuan, hal ini bisa menjadi landasan paradigma bahwa pemerataan pembangunan dalam bidang ekonomi akan bisa mengurangi fenomena sosial yang merugikan masyarakat tersebut<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Tindak kekerasan terhadap perempuan tidak hanya dilakukan oleh orang-orang dari lapisan bawah tetapi, banyak juga kasus yang terjadi tindakan tersebut dilakukan oleh individu dari kalangan atas, fenomena seperti ini memperlihatkan adanya pola ketergantungan ekonomi, sebagai contoh yang mendukung pendapat ini yaitu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh majikan terhadap perempuan sebagai pembantu rumah tangga, tidak menjadi rahasia lagi bahwa keududukan sosial ekonomi telah melahirkan penindasan terhadap perempuan dari lapisan rendah, ketergantungan yang terjadi di sini yaitu dimana kedudukan pembantu sebagai pelayan yang mendapat upah dari majikan tetapi yang terjadi kekuasaan ekonomi atau kekayaan telah membuat orang bertindak arogan dan seenaknya sendiri tanpa memandang moral dan norma yang ada dalam masyarakat<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><b style=""><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">2.</span></b><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"> <b style="">Strategi Ideal<span style=""> </span>Pemecahan Masalah Kekerasan Terhadap<span style=""> </span>Perempuan</b><o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Masalah kekerasan terhadap perempuan saat ini terus hangat dibicarakan, namun belum ada realisasi khusus terhadap perlindungan hak-hak perempuan. Sering kali kekerasan yang di alami oleh perempuan di didiamkan oleh pihak keluarga karena beralaskan pada nama baik, psikologis, kekuasaan dan banyak hal lainnya. Kasus yang diangkatpun terkadang hanya mencuat di permukaan pers dan hilang dengan penyelasaian secara kekeluaragaan, suatu realita yang sangat memilukan dan menyedihkan, padahal kekerasan terhadap perempuan adalah suatu tindakan yang manghambat kesetaraaan , kemajuan dan perdamaian, bahkan dari kaca mata Hak Asasi Manusia (HAM) , fenomena ini merupakan pelanggaran sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan. <o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Dari keseluruhan data tindak kekerasan terhadap perempuan<span style=""> </span>di POLTABES PALEMBANG sepanjang tahun 2005-2008, kebanyakan kasus kekerasan terhadap perempuan adalah penganiayaan yang mengakibatkan cedera fisik, korban paling banyak adalah perempuan yang mengalami penganiayaan baik ringan maupun berat. 57 % kekerasan terhadap perempuan, pelecehan seksual 31 % penganiayaan 14% dan perkosaan 12 %, angka yang cukup memprihatinkan bagi kita semua<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Kekerasan terhadap perempuan perlu segera di tangani secara intensif berkesinambungan dan seadil-adilnya, karena secara hukum perbuatan ini merupakan suatu perbuatan yang tidak dapat di toleril lagi, sebuah kejahatan kemanusian yang cukup memilukan, dan sebuah ancaman terhadap kedamaian yang menjadi utopia semua orang.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Kekerasan terhadap perempuan sebagai suatu ancaman global terhadap kemanusian, dan telah menjadi isu gender yang cukup sentral, mengharuskan kita untuk mengatasi, dan meminimalisir tindak kekerasan terhadap perempuan, beberapa hal yang harus dilakukan yaitu sebagai berikut :<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <ol style="margin-top: 0in;" start="1" type="1"><li class="MsoNormal" style="color: rgb(0, 0, 51); text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS";" lang="SV">Perlunya penyuluhan-penyuluhan dan kampanye-kampanye anti kekerasan terhadap perempuan, terutama dari pemerintah dan juga lembaga-lambaga sosial masyarakat, serta memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk memperlakukan wanita sebagai sosok yang perlu di hormati dan dimuliakan<o:p></o:p></span></li></ol> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <ol style="margin-top: 0in;" start="2" type="1"><li class="MsoNormal" style="color: rgb(0, 0, 51); text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS";" lang="SV">Dalam bidang pendidikan diharapkan pihak institusi pendidikan sebagai lembaga sosialisasi formal, untuk turut memberikan materi-materi yang berhubungan dengan kriminalitas dan bahayanya bagi masyarakat, serta memberikan pendidikan agama yang maksimal demi teciptanya individu yang beriman dan berahlak mulia<o:p></o:p></span></li></ol> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <ol style="margin-top: 0in;" start="3" type="1"><li class="MsoNormal" style="color: rgb(0, 0, 51); text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS";" lang="SV">Perlunya pemberian pemahaman di dalam keluarga terutama oleh orang tua untuk selalu mengawasi perekembangan anak, tingkahlaku, tindakan yang mereka lakukan, serta memberikan pemahaman untuk bertindak yang wajar didalam lingkungan masyarakat, misalnya anak perempuan di anjurkan untuk memakai pakaian yang sopan dan banyak hal lainya yang bisa di lakukan dalam pranata keluarga<o:p></o:p></span></li></ol> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <ol style="margin-top: 0in;" start="4" type="1"><li class="MsoNormal" style="color: rgb(0, 0, 51); text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS";" lang="SV">Perlunya peningkatan pembangunan di bidang ekonomi demi menciptkan lapangan kerja baru sehinga banyak menyerap tenaga kerja, karena banyak kasus yang terungkap bahwa kekerasan terhadap perempuan di lakukan oleh para pengangguran yang tidak mempunyai aktivitas yang pasti, sehingga mereka sering melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang demi memenuhi kebutuhan, dengan berkurangnya pengangguran maka pasti akan berimbas positip yaitu berkurangnya tindak kekerasan terhadap perempuan<o:p></o:p></span></li></ol> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <ol style="margin-top: 0in;" start="5" type="1"><li class="MsoNormal" style="color: rgb(0, 0, 51); text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS";" lang="SV">Poin yang terakhir ini lebih menekankan pada pelaku, dimana harus diambil tindakan yang refresif antara lain melalui tehnik rehabilitas, menurut Creessy ada dua konsepsi mengenai konsep rehabilitasi, yang pertama yaitu menciptakan sistem dan program-program yang bertujuan untuk menghukum orang-orang jahat tersebut, sistem serta program-program tersebut bersifat reformatif, misalnya hukuman kurungan dan hukuman penjara, tehnik yang kedua yaitu lebih ditekankan agar pelaku atau penjahat manjadi orang biasa (yang tidak melanggar hukum) dalam hal ini selama dalam manjalani hukuman mereka di beri pelatihan keahlian atau kerajinan supaya mereka setelah keluar bisa menjadi individu yang taat pada peraturan dan tidak melakukan perbuatan yang merugikan orang lain, dengan berbekal pada keahlian yang didapat mereka bisa mendapatkan pekerjaan yang layak.<o:p></o:p></span></li></ol> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="text-align: justify; text-indent: 0.5in;"><span style="font-family: "Comic Sans MS"; color: rgb(0, 0, 51);" lang="SV">Banyak faktor yang harus di perhatikan dalam usaha untuk menyelesaikan persoalan sosial dalam masyarakat, karena masyarakat merupakan suatu sistem, pada saat salah satu subsistem tidak berfungsi dengan baik maka akan mengakibatkan kerusakan semua sistem, dalam hal ini suatu permasalan sosial, tidak dapat di selesaikan hanya melalui pendekatan sosial, karena semua unsur berpengaruh dalam hal itu, maka sudah menjadi keharusan bahwa setiap bagian dalam masyarakat harus berperan aktif demi terciptanya lingkungan yang adil, tentram, damai, menjadikan masyarakat yang terintegrasi dengan sempurna.<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Comic Sans MS";" lang="SV"><o:p> </o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><b style=""><i style=""><u><span style="font-family: "Comic Sans MS";" lang="SV">Referensi :<o:p></o:p></span></u></i></b></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Comic Sans MS";" lang="IN"><span style="">1.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Comic Sans MS";" lang="IN">Kartono, Kartini. 2003. <i style="">Patologi Sosial</i>. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Comic Sans MS";" lang="IN"><span style="">2.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Comic Sans MS";" lang="IN">Komnas Perempuan.2002. <i style="">Peta Kekerasan Pengalaman Perempuan Idonesia</i>. Jakarta<span style=""> </span>: Amepro<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Comic Sans MS";" lang="IN"><span style="">3.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Comic Sans MS";" lang="IN">Raga Maran, Rafael. 2001. <i style="">Pengantar Sosiologi Politik</i>. Jakarta : Rineka Cipta<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Comic Sans MS";" lang="IN"><span style="">4.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Comic Sans MS";" lang="IN">Soekanto, Soerjono. 2005. <i style="">Sosiologi Suatu Pengantar</i>. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal" style="margin-left: 0.25in; text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><!--[if !supportLists]--><span style="font-family: "Comic Sans MS";" lang="IN"><span style="">5.<span style="font-family: "Times New Roman"; font-style: normal; font-variant: normal; font-weight: normal; font-size: 7pt; line-height: normal; font-size-adjust: none; font-stretch: normal;"> </span></span></span><!--[endif]--><span style="font-family: "Comic Sans MS";" lang="IN">Syani, Abdul. 1995. <i style="">Sosiologi Dan Masalah Sosial</i>. Jakarta : Fajar Agung<o:p></o:p></span></p> <p class="MsoNormal"><span style="font-family: "Comic Sans MS";" lang="IN"><o:p> </o:p></span></p> "Lorong Gelap Revolusi"http://www.blogger.com/profile/18104367066634329936noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6351054013909458022.post-39616037765405736312008-10-24T04:54:00.000-07:002008-10-24T05:09:56.932-07:00”PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PARTAI POLITIK” <br /> <br /> oleh : Abdul Kholek<br /><br /><br />BAB I PENDAHULUAN<br /><br />1.1. Latar Belakang <br />Pembangunan nasional akhir-akhir ini selama beberapa dasawarsa terakhir ini, dan berkembangnya berbagai kemajuan di berbagai bidang atau yang lebih sering disebut modernisasi telah memberikan warna tersendiri dalam peradaban manusia diabad ini. Tidak dapat dipungkiri akan besar manfaat yang telah dirasakan oleh berbagai pihak, tetapi yang menjadi masalah yaitu ternyata dalam dunia realitas manfaat tersebut hanya terpusat dan didominasi oleh kaum menengah keatas dan dalam persfektif gender laki-laki masih mendominasi kemajuan dalam berbagai bidang.<br /><br />Ketimpangan antara laki-laki dan perempuan tercermin terutama pada kualitas hidup. Kualitas hidup perempuan di ASEAN yang tercermin pada tingginya angka kematian ibu malahirkan, dan rendahnya tingkat kesehatan dan status gizi. Selain kesehatan, asfek lain yang menggambarkan rendahnya posisi dan kedudukan permpuan di Indonesia adalah pendidikan, ekonomi dan politik ( Siti Musdah 2001 :108)<br /><br />Kesehatan, pendidikan, ekonomi dan politik sebagai basis utama permasalahan kesenjangan gender telah menarik berbagai pihak untuk meneliti dan juga melihat relaitas sebenarnya dari ketidakadilan dan ketimpangan antar laki-laki dan perempuan tersebut. Pertama kesehatan dan status gizi perempuan sampai saat ini masih merupakan masalah uatama dan semakin memprihatinkan dengan adayna krisis ekonomi yang tak kunjung padam. Angka kematian bayi (AKI) akibat melahirkan meduduki peringkat tertinggi di ASEAN. Jumlahnya sekitar 308 per 100.000 kelahiran, atau rata-rata 15.000 ibu yang meninggal setiap tahun kerena melahirkan. Kedua asfek pendidikan, kesetaraan antara perempuan dan laki-laki unutk tingkat pendidikan SD dan SMP secara umum sudah semakin seimbang. Hal ini dimungkinkan karena sudah adanya program Wajib Belajar 9 Tahun. Akan tetapi hal ini tidak berarti dalam dunia pendidikan tidak ada lagi ketidaksetaraan gender, dalam realitasnya semaki tinggi jenjang pendidikan maka semakin sedikit perempuan yang masuk didalamnya. Dalam asfek ekonomi permpuan yang memimpin usaha hanya 0,4 %. Asfek yang lainnya yaitu politik juga sangat rentan akan terjadinya kesenjengan dan dikriminasi gender. <br /><br />Konsep dari UUD 1945, GBHN 1988 dan 1993 yang isinya penghapusan terhadap diskriminasi terhadap permpuan, terutama dalam persamaan hak dan kedudukan perempuan sebagai peserta pengambil keputusan, dan peran dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial maupaun budaya ( UU NO 7 tahun 1994) Pada kenyataannya dalam dunia realitas perempuan selalu dihadapkan pada kondisi ketidakbedayaan, baik dalam pemenuhan praktis gender maupun kebutuhan strategis gender. <br /><br />Masalah-masalah perempuan yang terjadi akibat fanatisme budaya patriarki yang dianut oleh sejumlah masnyarakat indonesia menyatakan bahwa perempuan selalu dianggap sebagai kelas nomor dua selalu berada dibawah laki-laki dan tersisihkan. Tentunya hal ini akan membuat perempuan selalu tersingkirkan dari dunia publik ( Jurnal Perempuan, no 19 tahun 2001 ).<br />Dunia politik sebagai salah satu asfek yang menarik untuk diteliti, apalagi ada penjatifikasian bahwa wilayah atau ranah politik hanya diminati oleh laki-laki dan sedikit sekali perempuan berperan katif didalamnya, seperti dapat dilihat data dalam tabel berikut :<br /><br />Tabel 1<br />Jumlah Perempuan Dalam Legeslatif<br />No <br />Masa Jabatan <br />Perempuan <br />Jumlah <br />%<br />1<br />1950 – 1955<br />9<br />236<br />3,8<br />2<br />1955 – 1960<br />17<br />272<br />6,3<br />3<br />1956 – 1960 (konstituante)<br />25<br />488<br />5,1<br />4<br />1971 – 1977 <br />36<br />460<br />7,8<br />5<br />1977 – 1982 <br />29<br />460<br />6,3<br />6<br />1982 – 1987 <br />39<br />460<br />8,5<br />7<br />1987 – 1992 <br />65<br />500<br />13<br />8<br />1992 – 1997<br />62<br />500<br />12,5<br />9<br />1997 – 1999<br />54<br />500<br />10,8<br />10<br />1999 – 2004<br />45<br />500<br />9<br />Sumber : jurnal perempuan tahun 2001<br /><br /> Tabel tersebut menggambarkan akan suatu realitas yang cukup nyata akan adanya kesenjangan gender dalam dunia politik, dari tahun awal adanya parlemen dinegeri hingga memasuki era reformasi perempuan dalam parlemen masih sangat minim sekali, angka tertinggi yaitu periode 1992 – 1997 sebanyak 12,5 %. Secara tidak langsung dengan minimnya anggota perempuan dalam parlemen (DPR) akan berimbas pada output kebijakan-kebijakan yang tidak sensitif gender dan terkadang bias gender. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk melihat bagaimana partisipasi perempuan dalam partai politik. Partai politik sebagai wadah para politikus untuk mengaktualisasikan dirinya menjadi tempat yang berbahaya sehingga pertisipasi perempuan pun samapai saat ini masih relatif rendah.<br /><br />1.2. Permasalahan <br />Berdasarkan latar belakang diatas maka yang menjadi permasalahan dalam makalah dan analisis ini yaitu : <br />1.Bagaimana konsep gender yang ada dalam realitas politik ?<br />2.Bagaimana partisipasi perempuan dalam partai politik ?<br />3.Apa yang menjadi hambatan partisipasi perempuan dalam partai politik ?<br />4.Bagaimana solusi yang tepat untuk mewujudkan kesetaraan gender dalam dunia politik ? <br /><br />I.3. Tujuan <br />I.3.1. Tujuan Umum<br />Tujuan umum dalam makalah (analisis) ini adalah untuk mengetahui gambaran umum mengenai partisipasi perempuan dalam realitas dunia politik.<br /> <br />I.3.2. Tujuan Khusus<br /> Tujuan khusus dalam makalah (analisis) ini adalah sebagai berikut :<br />a)Untuk memberikan gambaran umum mengenai konsep gender yang ada dalam dunia politik<br />b)Untuk mengetahui dan mengidentifikasi hambatan-hambatan dalam partispasi perempuan di dunia politik <br />c)Untuk memberikan solusi yang tepat untuk mengatasi ketidaksetaraan gender dalam politik.<br /><br />I.4. Manfaat<br />I.4.1. Manfaat Teoritis<br /> Memberikan sumbangan teoritis mengenai partisipasi perempuan dalam dunia politik. Serta memperkaya khasanah bagi perkembangan ilmu-ilmu sosial khususnya sosiologi dalam mengkaji dan menganalisis berbagai dimensi yang berkaitan dengan masalah gender dan politik<br /><br />I.4.2. Manfaat Praktis <br /> Manfaat praktis penelitian ini adalah :<br />a)Dapat digunakan untuk pengkajian yang lebih mendalam mengenai partisipasi perempuan dan politik <br />b)Sebagai bahan masukan bagi pemerintah untuk memperhatikan permasalahan gender secara konfrehensip dalam pembangunan diberbagai bidang.<br /><br /><br />BAB II PEMBAHASAN<br /><br />2.1. Konsep Gender Dalam Realitas Politik <br /><br /> Permasalahan gender akhir-akhir ini terutama setelah bergulirnya orde reformasi, semakin menggelinding, menembus sekat-sekat birokrasi, perguruan tinggi, rumah tangga, bahkan institusi agama. Institusi agama sebagai sarang konservatif terhadap arus perubahan kontemporer dan sekuler lambat laun juga merespon wacana tersebut. Konsep gender yang pada mulanya berasal dari negara barat ternyata dengan kemajuan teknologi, dan informatika telah cepat merebak seakan bola salju yang terus menggelinding dan semakin membesar, akhirnya diadopsi oleh banyak negara terutama negara dunia ketiga, termasuk bangsa indonesia.<br /><br /> Walaupun pembicaraan mengenai gender sudah hampir merebak keseluruh sistem masyarakat tetapi kesalah pahaman dan pemahaman yang keliru mengenai konsep gender masih banyak terjadi. Hal ini wajar karena antusias mayarakat megenai permasalahan gender bisa dikatakan masih berumur sangat mudah, dan sosialisasi pihak pemerintah masih sangat minim walupun ternyata dana untuk sosialisasi sudah mencapai anggka yang cukup besar.<br /><br /> Kesalahpahaman yang sering terjadi dalam masyarakat yaitu mereka mengangap gender adalah jenis kelamin sehingga pembicaraan mengenai genderpun masih sangat tabu terutama dalam masyarakat yang masih memagang teguh adat istiadat tradisional. Padahal secara subsatansial kedua konsep itu jauh berbeda, hal ini sesuai dengan pendapat yang di kemukakan oleh banyak ahli dan pakar dibidang ilmu sosial dan juga dari ilmu eksak.<br /><br /> Menurut Siti Musdah Mulia (2001 : 12) bahwa konsep sex atau jenis kelamin dan konsep gender berbeda. Menurutnya sex adalah perbedaan biologis hormonal dan patologis antara perempuan dan laki-laki, misalnya laki-laki memiliki venis, testis dan sperma sedangkan pempuan mempunyai vagina, payudara, ovum dan rahim. Laki-laki dan perempuan secara biologis berbeda dan masing-masing mempunyai keterbatasan dan kelebihan biologis tertentu. Misalnya permpuan dapat mengandung, melahirkan dan bisa menyusui, sementara laki-laki memproduksi sperma, perbedaan bilogis tersebut bersifat kodrati. Sedangkan gender adalah seperangkat sikap, peran, tanggung jawab, fungsi, hak dan perilaku yang melekat pada diri laki-laki dan perempuan akibat bentukan budaya atau lingkungan masyarakat tempat manusia itu tumbuh dan dibesarkan. Sebagai contoh laki-laki sring digambarkan sebagai manusia yang kuat, perkasa, rasional, dan tegar. Sebaliknya perempuan digambarkan dengan pigur yang lemah, pemalu, penakut, emosional, rapuh dan lembut gemulai.<br /><br /> Penjelasan mengenai konsep sex dan konsep gender dalam uraian diatas telah memperlihatkan suatu perbedaan yang jelas. Dari penjelasan tersebut dapat dirumuskan bahwa sex adalah suatu konstruksi bilogis sedangkan gender sebagai konstruksi sosial. Gender sebagai konsep yang dualisme bukan merupakn konsep yang dapat berdiri sendiri, sehingga gender akan mendapat makna pada saat melekat pada konsep atau juga asfek-asfek lain yang ada dalam mesayarakat. Misalnya muncul istilah kesetaraan gender, ketidakadilan gender, bias gender, gender dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi dan lain-lain.<br /><br /> Dunia politik sebagai salah satu bagian realitas kehidupan manusia menjadi salah satu asfek kehidupan yang akan mengantarkan orang yang berani untuk bermain didalamnya kepada suatu tujuan puncak yaitu kekuasaan (power). Pada akhir-akhir ini banyak orang yang menyadari bahwa politik melekat pada lingkungan hidup mereka. Politik hadir dimana-mana, disekitar kita. Sadar atau tidak, mau tidak mau politik ikut mewarnai kehidupan kita sebagai individu maupun sebagai bagian dari kelompok masayarakat. Aristoteles mangatakan bahwa politik merupakan master of science karena menurutnya bahwa pengatahuan tentang politik dan dunia politik merupakan kunci untuk memahami lingkungan (Ramlan Surbakti,1992 : 1)<br /> Sebagaimana telah dijelaskan mengenai realitas politik dan konsep gender diatas maka konsep gender dalam dunia politik merupakan suatu konstruksi sosial kedudukan, peran, tanggaung jawab, kewajiban dan hak perempuan dan laki-laki dalam dunia politik. Keseimbangan dan keadilan merupakan suatu tujuan dari hakikat konsep gender yang harus menjadi landasan dalam kehidupan politik.<br /><br />2.2.Partisipasi Perempuan Dalam Partai Politik <br /> Partai politik merupakan kelompok anggota yang terorganisir secara rapi dan stabil yang di persatukan dan di motivasi dengan ideologi tertentu, dan berusaha mencari serta mempertahankan kekuasaan dalam pemerintahan melalui pemilihan umum guna melaksanakan alternatif kebijakan umum yang mereka susun. Alternatif kebijakan umum yang disusun ini merupakan hasil pemaduan berbagai kepentingan yang hidup dalam masyarakat, sedangkan cara mencari dan mempertahankan kekuasaan guna melaksanakan kebijakan umum dapat melalui pemilihan umum dan cara yang lain yang sah (Michael Rush, 1992 : 113) <br /><br /> Fungsi utama partai politik ialah untuk mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program-program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu. Adapun beberapa fungsi dari partai politik yaitu dapat dijelaskan dalam uraian berikut :<br /><br />1.Sosialisasi politik<br />Sosialisasi politik dibagi dua yakni: pertama, pendidikan politik merupakan suatu proses dialogik diantara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini, para anggota masyarakat mengenal dan memperlajari nilai-nilai, norma-norma, dan simbol-simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah, dan partai politik. Pendidikan politik dipandang sebagai proses dialog antara pendidik, seperti sekolah, pemerintah, partai politik , dan peserta didikdalam rangka pemahaman, penghayatan, pengamalan nilai, norma, dan simbol politik yang dianggap ideal dan baik. Dan indoktrinasi politik ialah proses sepihak ketika penguasa memobilisasi dan memanipulasi warga masyarakat untuk menerima nilai, norma, dan simbol yang dianggap pihak yang berkuasa ideal dan baik. <br /><br />2.Rekrutmen politik<br />Rekrutmen politik ialah seleksi dan pemilihan atau pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya. Fungsi rekruitmen merupakan kelanjutan dari fungsi mencari dan mempertahankan kekuasaan. Selain itu fungsi rekruitmen politik ini sangat penting bagi kelangsungan sistem politik sebab tanpa elit yang mampu melaksanakan peranannya, kelangsungan hidup sistem politik akan terancam. <br /><br />3.Partisipasi politik<br />Partisipasi politik ialah kegiatan warga negara biasa dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintahan. Kegiatan yang dimaksud, antara lain, mengajukan tuntutan, membayar pajak, melaksanakan keputusan, mengajukan kritik dan koreksi atas pelaksanaan suatu kebijakan umum, dan mendukung atau menentang calon pemimpin tertentu, mengajukan alternatif pemimpin, dan memilih wakil rakyat dalam pemilihan umum. Dalam hal ini partai politik mempunyai fungsi untuk membuka kesempatan, mendorong, mengajak para anggota dan anggota masyarakat untuk menggunakan partai politik sebagai saluran kegiatan mempengaruhi proses politik. Jadi, partai politik merupakan wadah partisifasi politik.<br /><br />4.Pemadu kepentingan<br />Untuk menampung dan memadukan berbagi kepentingan yang berbeda bahkan bertentangan maka partai politik dibentuk. Kegiatan menampung, menganalisis dan memadukan berbagai kepentingan yang berbeda bahkan bertentangan menjadi berbagai alternatif kebijakan umum, kemudian diperjuangkan dalam proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik. Itulah yang dimaksu dengan Pemaduan kepentingan.<br /><br />5.Komunikasi politik<br />Komunikasi politik ialah proses penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat dan dari masyarakat kepada pemerintah. Dalam melaksanakan fungsi ini partai politik tidak menyampaikan begitu saja segala informasi dari pemerintah kepada masyarakat atau dari masyarakat kepada pemerintah, tetapi merumuskan sedemikian rupa sehingga penerima informasi (komunikan) dapat dengan mudah memahami dan memanfaatkan. Dengan demikian segala kebijakanyang biasanya dirumuskan dalam bahasa teknis dapat diterjemahkan kedalam bahasa yang dipahami masyarakat. Sebaliknya, segala aspirasi, keluhan dan tuntutan masyarakat yang biasanya tidak terumuskan dalam bahasa teknis dapat diterjemahkan oleh partai politik kedalam bahasa yang dapat dipahami oleh pemerintah. Jadi, proses komunikasi politik antara pemerintah dan masyarakat dapat berlangsung secara efektif melalui partai politik.<br /><br />Pada kenyataannya dalam implementasinya fungsi tersebut terkadang tidak jalan seluruhnya, hanya sebatas konsep dan bahkan ada juga pengahambatan-pengahambatan karir (diskriminasi) berdasarkan suku, jenis kelamin dan lain sebagainya, begitu juga dalam partisipasi perempuan dalam partai politik sehingga muncul juga ketidaksetaraan gender dalam politik.<br />Peran aktif dalam pembangunan sesungguhnya banyak diperankan oleh kaum perempuan, namun kenyataannya masih banyak anggapan bahwa perempuan hanya sebagai pihak penerima. Studi yang dilakukan oleh Lembaga Riset Pembangunan Sosial (UNRISD) menyatakan bahwa laki-laki yang terpilih menduduki jabatan eksekutif dan legislatif, yang memegang kendali atas pembuatan keputusan bagi prioritas pembangunan, sebagian besar tidak menyadari kebutuhan rumah tangga dan hubungannya dengan pembangunan sosial ekonomi pada tingkat masyarakat, kota, provinsi, maupun tingkat nasional. Namun perjuangan kaum perempuan tidak pernah berhenti denyut nadinya. Perjuangan untuk memperoleh hak asasinya di dalam politik, sosial, ekonomi, pemerintahan dan di bidang lainnya masih terus digaungkan. <br /><br /> Ketentuan perundang-undangan di Indonesia sudah memberi peluang yang sama bagi semua warga negara, laki-laki dan perempuan. Siapapun warga negara itu memiliki hak yang sama untuk menjadi seorang kandidat atau wakil. UUD Negara RI Tahun 1945 Pasal 28-D ayat (3) menyebutkan : Setiap warga Negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan. <br /><br /> Wujud dari perjuangan perempuan Indonesia memperoleh perhatian untuk memuluskan jalannya untuk menikmati haknya tersebut menemukan titik terangnya manakala Indonesia memiliki seorang kepala negara seorang perempuan. Perjuangan ini bukanlah perjuangan seseorang atau beberapa orang namun perjuangan banyak perempuan yang merasa cukup lelah dengan ketimpangan perlakuan yang dirasakan kurang adil. Dalam UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Pasal 65 ayat (1) Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan<br />sekurang-kurangnya 30%. Meskipun kata ”memperhatikan” disini belum merupakan ”keharusan” yang harus (tidak bisa tidak), ini membuktikan perempuan Indonesia telah mampu membuka lembaran baru dalam suatu Undang-Undang Politik untuk menyebutkan secara jelas suatu target ”kuota” dalam angka yang diharapkan mampu menjadi titian tangga menuju arena para pemain dalam proses pembuatan suatu keputusan. <br /><br /> Perempuan berkeinginan untuk bisa mempengaruhi keputusan-keputusan yang menyangkut kehidupan dan keluarga mereka, perekonomian dan taraf hidup masyarakat, dan pembangunan negaranya. Esensi perjuangan itu direpresentasikan dengan partisipasi perempuan dalam politik. Hal itu juga memungkinkan perempuan dan laki-laki memperoleh kesempatan yang sama untuk menikmati hak-hak asasinya serta membuka jalan untuk menyeimbangkan alokasi sumber daya pembangunan agar dinikmati dalam kehidupan perempuan dan laki-laki secara merata. Perempuan menyadari bahwa partisipasi ekonomi dan politik tidak dapat dipisahkan, maka diperlukan suatu lingkungan institusi yang kondusif dalam memberdayakan perempuan di segala bidang pembangunan. Keinginan perempuan untuk memperoleh keadilan adalah hak asasi yang sangat manusiawi. Tata pemerintahan adalah mencakup semua institusi dan organisasi dalam masyarakat, dimulai dari keluarga sampai negara. Justru karena perempuan diindentikkan dengan ibu rumah tanggalah semestinya disadari oleh semua pihak bahwa kaum perempuanlah yang berperan sebagai tiang negara. <br /><br /> Peran perempuan tidak boleh diabaikan, betapa besar tanggungjawab yang di emban, menyeimbangkan waktu antara tanggungjawab sebagai bagian dari komunitas masyarakat dalam suatu negara dengan tanggungjawab mengurus rumah tangga. <br /><br /> Partisipasi perempuan dapat dimulai dari lingkungan rumah tangga, desa, kota, hingga tingkat nasional bahkan internasional. Dalam tingkat mikro perempuan berperan dalam lingkungan rumah, di tingkat organisasi masyarakat dan bahkan ke tingkat makro yaitu partai politik, parlemen dan di struktur pemerintahan. Para pemimpin partai politik sudah seharusnya mulai memperhatikan kebijakan kesetaraan gender dan segera mengimplemetasikannya. Sehingga kata-kata ”kesetaraan gender” bukanlah hanya sekedar retorika dan angka 30% hanya tinggal sebagai simbol. Perhatian disini bukan dalam artian ”kuantitas” namun dengan menempatkan kaum perempuan dengan ”kualitas” yang pantas ditempatkan pada nomor ”prioritas”. Mengacu kepada prinsip hak-hak perempuan sebagai hak asasi manusia, dan target 30% kursi mengisyaratkan kepada partai-partai politik untuk memfasilitasi partisipasi yang seimbang bagi kedua gender dengan lebih membuka diri kepada tuntutan perempuan. <br /><br />2.3. Hambatan Partisipasi Perempuan Dalam Partai Politik<br /><br /> Hambatan merupakan hal yang cukup wajar terjadi dalam setiap program ataupun suatu kebijakan yang telah dikelurkan oleh berbagai lembaga baik eksekutif, legeslatif dan yudikatif karena dalam kehidupan masyarakat memang selalu ada perbedaan, belum lagi ditambah kondisi masyarakat yang sangat plural seperti bangsa Indonesia. Partisipasi perempuan dalam partai politik dalam tataran konsep sebenarnya sudah mulai terbuka dan sudah mulai akan bangkit setelah kebijakan sistem yang selalu mencabut hak perempuan untuk berperan aktif dalam politik mulai luntur sejak keluarnya UU Nomor 12 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Pasal 65 ayat (1) Setiap Partai Politik Peserta Pemilu dapat mengajukan calon Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota untuk setiap Daerah Pemilihan dengan memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30%<br /><br /> Secara garis besar ada dua hambatan utama yang menghambat partisipasi perempuan dalam partai politik, hambatan tersebut yaitu : <br /><br />1.Tidak sejalannya antara konsep dengan implementasi<br />Undang-Undang, perturan pemerintah, instruksi presiden dan peraturan pemerintah daerah yang di buat untuk memudahakan perempuan dalam mengakses dan terlibat dalam berbagai lingkungan. Dalam bidang politik seperti yang telah di sebutkan diatas mengenai UU tentang pemilihan umum yang mengharuskan 30 % perwakilan calon legeslatif adalah perempuan. Tetapi pada tataran implementasinya masih jauh dari harapan yang dinginkan oleh UU tersebut, banyak hal yang melatar belakangi salah satunya yaitu kerana tidak sejalannya kerangka tahnis dan kerangka dasar (konsep dasar), pada kenyataannya nomor urut calon legeslatif menjadi kunci utama naik atau tidaknya seorang calon anggota dewan, dimana urutan teratas masih di dominasi oleh kaum laki-laki. Sehingga 30 % yang diharapkan hanya sebatas retorika kosong tanpa makna.<br /><br />2.Budaya politik<br /><br />Budaya politik merupakan pola tingkah laku individu dan orientasinya terhadap kehidupan politik yang dihayati oleh para anggota sistem politik. Budaya politik sebenarnya sesuatu yang inheren (melekat) pada setiap masyarakat yang terdiri atas sejumlah individu yang hidup baik dalam sistem politik tardisional, transisional, maupun modern. Sebagaimana konsep kebudayaan juga terdapat dalam masyarakat primitiv dan pada masyarakat modern.<br />Menurut Amond dan Powell, budaya politik merupakan persepsi manusia, pola sikapnya terhadap berbagai masalah politik dan peristiwa politik terbawa juga pada pembentukan struktur dan proses kegiatan politik masyarakat. Budaya politik seperti halnya kebudayaan mempunyai asfek dan jangkauan yang cukup luas sekali.<br /><br />Budaya politik secara tidak langsung dapat juga dilihat sebagai konstruksi budaya masyarakat yang masuk dalam ranah politik, konsepsi inilah yang terkadang memberikan warna politik yang sangat berbeda anatara daerah yang satu dengan daerah yang lainnya. Budaya politik mempunyai berbagai tipe yang masing-masing mempunyai kelebihan dan kekurangan, tipe-tipe tersebut yaitu : <br /><br />a). Budaya politik parokial (parocial political culture) adalah budaya politik yang terbatas pada wilayah yang sempit dan seringkali kepemimpinan dan keterlibatan elit politik merambah keseluruh asfek kehidupan, budaya politik seperti ini menandakan suatu kondisi masyarakat yang tradisional atau sederhana. Pada kebudayaan ini anggota masyarakat cenderung tidak menaruh minat terhadap objek-objek politik yang luas kecuali dalam batas tertentu, <br /> <br />b). Budaya politik kuala (subject political culture) adalah suatu kondisi dimana masyarakat mempunyai minat, perhatian, mungkin juga kesadaran, terhadap sistem sebagai keseluruhan, terutama segi outputnya. Sedangkan perhatian yang frekuensinya masih sangat rendah atas asfek infut serta kesadarannya sebagai aktor politik boleh dikatakan nol. Dalam masyarakat ini terdapat pandangan bahwa masyarakat terbagi dalam herarkis dimana kedudukan akan politik dan juga sebagai masyarakat biasa sebagai hal yang kodrati sehingga perkembangan politikpun terhambat, <br /><br />c). Budaya politik partisipan (participant political culture) adalah suatu kondisi dimana masyarakat sudah mempunyai kesadaran akan kehidupan politik dan berperan aktif dalam duania realitas politik praktis. Seseorang dengan sendirinya menyadari hak dan tanggung jawabnya (kewajibannya), dan dapat merealisasikan dan mempergunakan hak serta menanggung kewajibannya. Sehingga pemikiran-pemikiran kritis sudah mulai akrab dalam kehidupan masyarakat.<br /><br />Dalam masyarakat Indonesia yang multi kultur budaya politik yang mendominasi yaitu budaya politik parokial-koala, dan yang paling nyata terlihat yaitu kecenderungan budaya politik indonesia yang masih memegang teguh paternalisme dan sifat primordial, sering juga disebut budaya politik bapakisme, karena pengaruh budaya tradisional yang masih sangat kuat maka marjinalisasi serta diskriminasi partisipasi perempuan dalam kanca perpolitikan nasional, lokal ataupun daerah masih sangat sering terjadi. <br /><br />Hal ini bisa lihat dari partisipasi perempuan dalam politik terutama dalam Pemilihan Umum 2004 yang lalu masih terbentur pada budaya patriarki yang sudah mengakar di Indonesia. Budaya ini dapat menghambat aktivitas perempuan dalam berpolitik. Apalagi untuk perempuan yang sudah menikah. Budaya patriarki telah menenggelamkan kaum perempuan tidak hanya dalam wilayah domestik, tetapi juga telah memasung kaum perempuan dengan menempatkan posisi politik, ekonomi, sosial, dan budaya kaum perempuan. Perempuan juga tidak punya peranan dalam dunia politik. <br /><br />2.4. Solusi Untuk Mewujudkan Kesetaraan Gender Dalam Dunia Politik <br /> Dalam penjelasan mengenai hambatan partisipasi perempuan dalam partai politik ada dua akar masalah yaitu pertama ketidak sejalannya anatar konsep dasar dengan implementasi atau dengan kata lain Undang-Udang masih di selewengkan dalam politik praktis, kedua budaya politik dimana suatu budaya tradisional, terutama paternalisme masih berdiri kokoh di depan gawang dunia politik. Dari kedua permasalah dasar tersebut dalam diambil beberapa alternatif sebagai solusi setidaknya akan dapat meinimalisir diskriminasi terhadap perempuan dalam dunia politik. <br /><br /> Ada beberapa solusi yang ditawarkan dalam makalah ini yang tentunya berangkat dari kedua permasalahan dasar atau akar masalah dalam hambatan diatas, hal ini akan uraikan dalam bahasan berikut :<br /><br />1.Mengintensifkan pemberdayaan perempuan <br />Keterlibatan Semua Pihak adalah kata kunci dari keberhasilan pemberdayaan perempuan. Kampanye yang dilakukan oleh aktivis LSM dan mahasiswa untuk tidak memilih figur politisi bermasalah utamanya karena pernah melakukan kejahatan/pelecehan seksual terhadap perempuan, adalah perkembangan kepedulian publik terhadap keadilan gender. Hal ini perlu didukung dan dilanjutkan dengan memublikasinya agar kaum perempuan sebagai kelompok yang berkepentingan bisa menentukan aspirasinya secara rasional. Hal inilah yang membutuhkan perhatian yang ekstra oleh berbagai pihak dalam memberdayakan perempuan dalam berbagai asfek kehidupan.<br /><br />Peningkatan kualitas upaya mencapai kuota minimum jumlah perempuan di parlemen tidak bisa dilepaskan dengan upaya peningkatan kualitas dari kaum perempuan itu sendiri. Tanpanya, kesempatan apa pun yang diberikan melalui ketentuan untuk memberikan ruang politik yang lebih luas bagi perempuan, tidak akan menghasilkan perbaikan yang berarti. Dengan demikian, diperlukan upaya yang sistematis dan terprogram untuk meningkatkan kapasitas politik perempuan. <br /><br />2.Mengintensifkan pendidikan gender dan sosialisasi konsep gender<br /><br />Pendidikan merupakan langkah awal dalam penanaman nilai serta aturan kepada seorang individu pemahaman mangenai kesetaraan gender seharusnya mulai ditanamkan pada anak sejak dari lingkungan keluarga. Ayah dan ibu yang saling melayani dan menghormati akan menjadi contoh yang baik bagi anak-anaknya. Demikian pula dalam hal memutuskan berbagai persoalan keluarga, tentu tidak lagi didasarkan atas "apa kata ayah". Jadi, orang tua yang berwawasan gender diperlukan bagi pembentukan mentalitas anak baik laki-laki maupun perempuan yang kuat dan percaya diri. Dalam hal ini harus ditingkatkannya pendidikan intensif berwawasan gender dalam keluar terutama memberikan penyuluhan pada keluarga baik ayah juga ibu, sehingga pemahaman yang didapat akan seimbang dan setelah tahapan implementasinya yaitu dilingkungan keluarga akan menghasilkan output anak-anak yang sensitif dan peka gender. <br />Lawan utama kesetaraan gender yaitu budaya patriakis, hal ini juga diungkapkan oleh Gadis Arivia Perempuan sepanjang masa harus selalu memerangi berbagai ketololan hasil budaya patriarki, hingga saat ini. Bila dulu perjuangan perempuan diawali dengan mengangkat bedil, kini dengan menggunakan informasi. Bagaimana pun, era informasi akan sangat menguntungkan perempuan dimana komunikasi dan networking adalah dua permainan yang sangat dikuasai perempuan.Memang tidak mudah bagi orang tua untuk melakukan pemberdayaan yang setara terhadap anak perempuan dan laki-lakinya. Sebab di satu pihak mereka dituntut oleh masyarakat untuk membesarkan anak-anaknya sesuai dengan "aturan anak perempuan" dan "aturan anak laki-laki". Di lain pihak, mereka mulai menyadari bahwa aturan-aturan itu melahirkan ketidakadilan baik bagi anak perempuan maupun laki-laki.<br />Kesetaraan gender dalam proses pembelajaran memerlukan keterlibatan Depdiknas sebagai pengambil kebijakan di bidang pendidikan, sekolah secara kelembagaan dan terutama guru. Dalam hal ini diperlukan standardisasi buku ajar yang salah satu kriterianya adalah berwawasan gender. Selain itu, guru akan menjadi agen perubahan yang sangat menentukan bagi terciptanya kesetaraan gender dalam pendidikan<br /><br />3.Penguatan pengawasan pelaksanaan Undang-Undang<br /> Baik UU, Instruksi Presiden, Peraturan Pemerintah, Peraturan pemerintah daerah, yang menekankan pada asfek keadilan dan kesetaraan gender diantaranya, yaitu Perlindungan diskriminasi ( Pasal 28 UUD 1945 ), Undang-Undang Politik (UU No 12 Tahun 2003 tentang pemilihan umum, pasal 65 (1), Mewajibkan parpol peserta pemilu untuk memperhatikan keterwakilan perempuan sekurang-kurangnya 30 % untuk setiap daerah pemilihan ,Perlindungan kekerasan ( UU No 23 Tahun 2004 PKDRT ) , perlindungan serta sanksi pidana bagi pelaku dan Instruksi Presiden RI no 9 tahun 2000 tentang pengarusutamaan gender (PUG).<br /> Dalam pelaksanaan dunia realitas ternyata perempuan masih termajinalisasi, di diskriminasi dan dianggap sebagai warga kelas dua setelah laki-laki, fenomena ini seharusnya dijadikan sebagai suatu dasar untuk mengevaluasi undang-undang, pertaruan, dan juga inpres untuk mengetahui dimana letak adri kegagalan penerapan konsep gender yang diamanakan dalam undang-undang, dengan adanya evaluasi yang intensif, komfrehensif, dan juga konsisten akan menghasilkan suatu pencerahan baru dalam dunia pengambil kebijakan terutama, legeslatif, eksekutif dan juga yudikatif. Sehingga pembangunan berwawasan gender akan terlaksana dari herarkis atas sampai pada herarkis paling bawah. Dan akan berimbas positif munculnya kesetaraan dan keadilan gender dalam masyarakat juga dalam dunia politik.<br /><br />4.Penerapan startegi pengarusutamaan gender (PUG)<br />Pengarusutamaan gender merupakan suatu strategi untuk mencapai kesetaraan dan keadilan gender dalam masyarakat, ada tiga konsep dasar yang harus diterapkan dalam pencapaian kesetaraan dan keadilan gender yaitu : a). Menempatkan individu sebagai manusia seutuhnya, prinsip ini berasal dari paradigma politics of difference (politik perbedaan) yang melihat laki-laki dan perempuan sebagai manusia yang memikul tanggung jawab masing-masing. Kemanusia laki-laki dan perempuan harus mendapat penghormatan dan penghaergaan yang sama. Prisip individu sebagai manusi sesuai dengan prinsip Hak Asasi Manusia yang menganggap laki-laki da perempuan sebagai manusia yang sama-sama memiliki hak-hak dasar yang harus dilindungi, b). Demokrasi, berarti keterlibatan anggota sipil dalam proses-proses pemerintahan. Demokrasi juga meningkatkan partisipasi masyarakat sipil dalam membangun dan merancang kebijakan yang mempengaruhi hidup mereka. Perlu diselenggarakan forum-forum dimana perempuan dan laki-laki dapat menyuarakan kebutuhan dan aspirasinya. Merekalah yang bisa memastikan agar sumber daya di alokasikan berdasarkan pemangku kepentingan, c). Fairness, jistice, dan equity, prinsip ini yaitu pemertaan , pegeakan hukum dan kesetaraan dan yang di sebut keadilan sosial. <br /> Ketiga prinsip dasar pengarusutamaan gender (PUG) diatas harus menjadi kerangka awal, keragka dasar dalam berbagai kebijakan yang dikelurkan khususnya untuk menciptakan kesetaraan dan keadilan gender dalam pembangunan.<br /><br /><br /><br />BAB III PENUTUP<br /><br />3.1. Kesimpulan <br /> Partisipasi perempuan dalam dunia politik akhir-akhir ini sudah memperlihatkan kemajuan yang cukup pesat, walaupun secara umum perempuan masih sering dimarjinalisasi, dideskriminasi, dan juga dianggap sebagai warga kelas dua setelah laki-laki, yang mendasari masih besarnya jurang pemisah ketidakadilan dan ketidaksetaran gender, yaitu karena dua faktor yang dominan yaitu masih kuat berdiri kokohnya budaya patriarkis dalam msyarakat dan yang kedua yaitu tidak sejalannya antara konsep dangan impelmentasinya dalam dunia realitas.<br /> Permasalahan ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender merupakan permaslahan yang cukup konflek dan memprihatinkan, sehingga penyelesaiannya pun perlu harus multi disipliner, kemprehensif, intensif dan konsisten demi mencapai suatu tujuan bersama yaitu mengangkat harkat dan martabat manusia, baik perempuan amupun laki-laki.<br /><br />3.2. Saran <br />Permaslahan ketidaksetaraan dan ketidakadilan gender harus benar-benar di perhatikan oleh berbagai pihak terutama oleh pihak legeslatif, eksekutif dan yudikatif, karena permalahan ini merupakan permasalahan bersar yang akan mengahambat kemajuan di berbagaia bidang dan sektror kehidupan berbangsa dan bernegara.<br /><br /><br />DAFTAR PUSTAKA<br /><br /><br />Achdian, Andi. 1997. 1996 Tahun-Tahun Kekerasan, Potret Pelanggaran HAM di Indonesia. Jakarta : Yayasan LBH<br /><br />Arivia, Gadis. 2001. Jurnal Perempuan No 19. Jakarta : Yayasan Jurnal Permpuan<br /><br />Kantaprawira, Rusadi. 1999. Sistem Politik Indonesi. Bandung : Sinar Baru Algensindo<br /><br />Musdah, siti. 2001. Keadilan dan Kesetaraan Gender Perspektif Islam. Jakarta : Depag RI<br /><br />Raga Maran, Rafael. 2001. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta : Rineka Cipta<br /><br />Soedibyo, Mooryati. 2003. Memberdayakan Peran Polotik Perempuan. Sinar Harapan <br /><br />Surbakti, Ramlan. 1992. Mamahami Ilmu Politik. Jakarta : PT Gramedia Widyasarana Indonesia<br /><br />Trista Agustiani, Endah .dkk. 1999. Penegakan Hak-Hak Perempuan. Palembang : Yayasan Owa Indonesia <br /><br />Venny, Adriani. 2006. Jurnal Perempuan Pengarusutamaan Gender. Jakarta : Yayasan Jurnal Perempuan"Lorong Gelap Revolusi"http://www.blogger.com/profile/18104367066634329936noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6351054013909458022.post-33001129172340736652008-08-22T07:46:00.003-07:002008-08-22T08:06:12.618-07:00<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWxBrtb3YhGTJ2Lj30CgB0lfLP2aLIW9KXEpH8BzpLavtn1Ave-9vs0qfjH6VyUVMX9ioRNr0Q-oATft2aRfe8Y2ZDHg6ydkkeFVXUt8-bIdBgmQ4IwITxbB6AdeKGtmetrfYuf3qsq3Fh/s1600-h/DSC00507.JPG"><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjWxBrtb3YhGTJ2Lj30CgB0lfLP2aLIW9KXEpH8BzpLavtn1Ave-9vs0qfjH6VyUVMX9ioRNr0Q-oATft2aRfe8Y2ZDHg6ydkkeFVXUt8-bIdBgmQ4IwITxbB6AdeKGtmetrfYuf3qsq3Fh/s400/DSC00507.JPG" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5237358195025738194" /></a><br /><div align="justify"><span><span><span><span style="color:#ff0000;">“PANJAT PINANG”</span></span><br /><br /></span></span><span><br />Ternyata perjuangan itu tidak semudah yang kita bayangkan..., kata ini yang terlontar dari seorang sahabat ketika menyaksikan ”Perayaan Hut RI Ke-63” di suatu desa terpencil,,<br /><br />Antusiasnya warga desa merayakahan hari kemerdekaan, dengan berbagai perlombaan, mereka sejenak melupakan apa yang sebenarnya sedang terjadi di negeri ini, kenaikan BBM, harga SEMBAKO yang kian melonjak tinggi hingga melangit, anak-anak mereka yang tidak dapat meneruskan sekolah, dan mereka lupa apa yang akan mereka makan tuk sore ini. Mereka lupakan semuanya inilah puncak dari rasa nasionalisme tinggi, melebihi kaum intelektual, birokrat, wakil rakyat yang katanya sangat mengerti makna nasionalisme,,<br /><br />Panjat pinang di senja hari, mengetuk nurani kita akan gigihnya anak-anak desa berjuang demi mencapai tujuan yang mereka inginkan, solidaritas yang utuh mengantarkan mereka pada tujuan yang di impikan,,<br /><br />Apakah karena sebuah hadiah mainan yang tidak bisa mereka beli yang mereka perbutkan, mungkin ada yang mengatakan ia, tetapi menurut saya tidak, mereka adalah anak-anak desa generasi penerus yang paling tinggi menjunjung nasinalisme,,<br /><br />Panjat pinang hanya milik kaum marginal yang selalu di tinggalkan, mereka anak-anak yang putus sekolah, anak buruh tani, dan sebagaian besar mereka dari keluarga lapisan menengah kebawah,<br /><br />Apakah karena mereka telah tertempah dengan kehidupan yang keras sehingga mereka menjadi objek tontonan, realitas ini juga menunjukkan nasionalisme mereka lebih tinggi dari pada anak-anak pejababat, birokrat, yang merasa tidak layak untuk melakukan tindakan seperti itu,,<br /><br />Menangis jiwa ini ketika melihat potret jurang pemisahan yang begitu dalam di negeri ini. Penduduk desa mereka menjadi korban kekerasan fsikologis dan kekerasan sosiologis, mereka menjadi korban dari para birokrat yang telah mati hatinya, mereka tidak takutnya KKN demi memuaskan dan memenuhi nafsu seraka meraka,,<br /><br />Akan ku bangkitkan anak-anak desa di negeri ini..., menjadi para pejuang sejati yang akan meruntuhkan tirani kekuasaan yang memasung mereka dalam ketidak berdayaan,<br /><br />Kelak desa akan mengepung kota, revolusi total suatu jawaban yang di nantikan, negeri ini akan bangkit ketika pemerintahan di pimpin secara kolektif oleh kaum marginal,,<br /><br />Tidak ada kata berhenti tuk suatu perubahan.....<br />(maaf bro hanya sebuah tulisan lepas dari generasi yang hampir tenggelam)</span></div>"Lorong Gelap Revolusi"http://www.blogger.com/profile/18104367066634329936noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6351054013909458022.post-49921200385980128992008-08-22T07:46:00.002-07:002008-09-17T19:14:49.270-07:00<div align="justify">07 September 2008<br /><br /><span style="color:#ff0000;"><strong>Catatan Hari Lahir, (23 Tahun)<br /></strong></span><br />Angin malam yang menusuk sendi-sendi, dan ruas tulang yang telah rapuh, membangunkan aku di kegelapan malam, hari Ini Minggu 07 September 2008, 02.00 WIB. Mencoba bangkit dari lelap tidur, aku terjaga ternyata hari ini, hari kelahiranku, 23 tahun bukan waktu yang singkat, perjalan panjang telah di tempuh, pahit, getir kehidupan telah banyak di lalui.<br /><br />Mengingat-ingat masa kecil bersama keluarga, sahabat sepermainan, sanak saudara, pengajian di sore hari dan kampung halaman yang telah mendidikku, mengajariku bagaimana mengarungi kehidupan<br /><br />Menetes air mata ketika mengingat masa kecil di kampong halaman, banyak sahabat yang telah pergi dan berlalu, aku semakin termangu, dan terdiam perjalan panjang telah kulewati,<br /><br />Kini tidak terasa umur sudah hampir menjelang senja, 23 tahun bukan waktu yang singkat, mungkin karena kurangya perenungan babwa kehidupan selalu berlalu, dan waktu akan mengubah segalanya, hari ini akan menggantikan kemarin dan esok akan menggantikan hari ini begitu seterusnya,<br /><br />Merenung kembali dan merentas batas waktu yang telah berlalu, aku teringat. Di surau tua “guru mengaji di kampung pernah mengatakan” : <span style="color:#3366ff;">“Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan masing-masing berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan, dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S. Luqman : 29).<br /><br /></span>Tertunduk mengingat perjalan panjang yang telah di tempuh, malu melihat goresan catatan kelam yang telah aku teorehkan sendiri, ini bukan waktu muda lagi ...!!!, inilah kata-kata yang selalu mengiringi perenungan malam itu...<br /><br />Kugoreskan catatan dalam hati untuk meniti perjalan kedepan, hari esok harus lebih baik, sampai semua tersadarkan akan batas akhir yang sering terlupakan.<br /><br />Ucapan selamat hari lahir dari saudara-saudariku yang tercinta, mengiringi perungunganku, mengenang perjalan panjang yang telah aku lalui, aku tersadarkan aku di sini tida sendiri, aku masih punya keluarga, aku masih punya saudara/i seiman, punya teman sepermainan, punya cita-cita, punya harapan, punya keinginan, dan Alhamdulilah aku masih punya kesdaran untuk merenungi siapa sebenarnya diri ini ?, dari manan aku datang ?, akan kemana aku pergi ?, dan akan berlabuh kemana perjalan panjang ini ?<br /><br />23 tahun telah berlalu bukan waktu yang singkat, sudah seberapa banyak kebaikan yang telah engkau perbuatan, akankah lebih besar dari pada keburukan yang engkau perbuat.<br /><br />Perenungan belum usai disini..., karena catatan-catatan kebaikan dan keburukan akan tetap tersimpan, seiring perjalan waktu yang terus berlalu...,<br /><br />Perjalanan masih panjang, perenungan belum usai...,titik akhir yang semakin dekat seharusnya mendewasakanmu dalam berpikir dan bertindak..,<br /><br />Sintesa akhir sebuah perenungan berlabuh di ayat Ar Rahman yang mengetarkan pernunangan malam ini, <span style="color:#3333ff;">”Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan ?”<br /></span></div>"Lorong Gelap Revolusi"http://www.blogger.com/profile/18104367066634329936noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6351054013909458022.post-20819969965782592512008-08-22T07:46:00.001-07:002009-12-31T11:26:30.167-08:00<div align="justify"><span><span>“PANJAT PINANG”<br /></span><br />Ternyata perjuangan itu tidak semudah yang kita bayangkan..., kata ini yang terlontar dari seorang sahabat ketika menyaksikan ”Perayaan Hut RI Ke-63” di suatu desa terpencil,,<br /><br />Antusiasnya warga desa merayakahan hari kemerdekaan, dengan berbagai perlombaan, mereka sejenak melupakan apa yang sebenarnya sedang terjadi di negeri ini, kenaikan BBM, harga SEMBAKO yang kian melonjak tinggi hingga melangit, anak-anak mereka yang tidak dapat meneruskan sekolah, dan mereka lupa apa yang akan mereka makan tuk sore ini. Mereka lupakan semuanya inilah puncak dari rasa nasionalisme tinggi, melebihi kaum intelektual, birokrat, wakil rakyat yang katanya sangat mengerti makna nasionalisme,,<br /><br />Panjat pinang di senja hari, mengetuk nurani kita akan gigihnya anak-anak desa berjuang demi mencapai tujuan yang mereka inginkan, solidaritas yang utuh mengantarkan mereka pada tujuan yang di impikan,,<br /><br />Apakah karena sebuah hadiah mainan yang tidak bisa mereka beli yang mereka perbutkan, mungkin ada yang mengatakan ia, tetapi menurut saya tidak, mereka adalah anak-anak desa generasi penerus yang paling tinggi menjunjung nasinalisme,,<br /><br />Panjat pinang hanya milik kaum marginal yang selalu di tinggalkan, mereka anak-anak yang putus sekolah, anak buruh tani, dan sebagaian besar mereka dari keluarga lapisan menengah kebawah,<br /><br />Apakah karena mereka telah tertempah dengan kehidupan yang keras sehingga mereka menjadi objek tontonan, realitas ini juga menunjukkan nasionalisme mereka lebih tinggi dari pada anak-anak pejababat, birokrat, yang merasa tidak layak untuk melakukan tindakan seperti itu,,<br /><br />Menangis jiwa ini ketika melihat potret jurang pemisahan yang begitu dalam di negeri ini. Penduduk desa mereka menjadi korban kekerasan fsikologis dan kekerasan sosiologis, mereka menjadi korban dari para birokrat yang telah mati hatinya, mereka tidak takutnya KKN demi memuaskan dan memenuhi nafsu seraka meraka,,<br /><br />Akan ku bangkitkan anak-anak desa di negeri ini..., menjadi para pejuang sejati yang akan meruntuhkan tirani kekuasaan yang memasung mereka dalam ketidak berdayaan,<br /><br />Kelak desa akan mengepung kota, revolusi total suatu jawaban yang di nantikan, negeri ini akan bangkit ketika pemerintahan di pimpin secara kolektif oleh kaum marginal,,<br /><br />Tidak ada kata berhenti tuk suatu perubahan.....<br />(maaf bro hanya sebuah tulisan lepas dari generasi yang hampir tenggelam)</span><br /></div>"Lorong Gelap Revolusi"http://www.blogger.com/profile/18104367066634329936noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6351054013909458022.post-29304569696061878932008-08-22T07:46:00.000-07:002009-12-31T11:26:32.168-08:00<DIV align="justify"><br /><FONT face="courier new"><STRONG><FONT color="#ff0000">“PANJAT PINANG”</FONT></STRONG><br /><br />Ternyata perjuangan itu tidak semudah yang kita bayangkan..., kata ini yang terlontar dari seorang sahabat ketika menyaksikan ”Perayaan Hut RI Ke-63” di suatu desa terpencil,,<br /><br />Antusiasnya warga desa merayakahan hari kemerdekaan, dengan berbagai perlombaan, mereka sejenak melupakan apa yang sebenarnya sedang terjadi di negeri ini, kenaikan BBM, harga SEMBAKO yang kian melonjak tinggi hingga melangit, anak-anak mereka yang tidak dapat meneruskan sekolah, dan mereka lupa apa yang akan mereka makan tuk sore ini. Mereka lupakan semuanya inilah puncak dari rasa nasionalisme tinggi, melebihi kaum intelektual, birokrat, wakil rakyat yang katanya sangat mengerti makna nasionalisme,,<br /><br />Panjat pinang di senja hari, mengetuk nurani kita akan gigihnya anak-anak desa berjuang demi mencapai tujuan yang mereka inginkan, solidaritas yang utuh mengantarkan mereka pada tujuan yang di impikan,,<br /><br />Apakah karena sebuah hadiah mainan yang tidak bisa mereka beli yang mereka perbutkan, mungkin ada yang mengatakan ia, tetapi menurut saya tidak, mereka adalah anak-anak desa generasi penerus yang paling tinggi menjunjung nasinalisme,,<br /><br />Panjat pinang hanya milik kaum marginal yang selalu di tinggalkan, mereka anak-anak yang putus sekolah, anak buruh tani, dan sebagaian besar mereka dari keluarga lapisan menengah kebawah,<br /><br />Apakah karena mereka telah tertempah dengan kehidupan yang keras sehingga mereka menjadi objek tontonan, realitas ini juga menunjukkan nasionalisme mereka lebih tinggi dari pada anak-anak pejababat, birokrat, yang merasa tidak layak untuk melakukan tindakan seperti itu,,<br /><br />Menangis jiwa ini ketika melihat potret jurang pemisahan yang begitu dalam di negeri ini. Penduduk desa mereka menjadi korban kekerasan fsikologis dan kekerasan sosiologis, mereka menjadi korban dari para birokrat yang telah mati hatinya, mereka tidak takutnya KKN demi memuaskan dan memenuhi nafsu seraka meraka,,<br /><br />Akan ku bangkitkan anak-anak desa di negeri ini..., menjadi para pejuang sejati yang akan meruntuhkan tirani kekuasaan yang memasung mereka dalam ketidak berdayaan,<br /><br />Kelak desa akan mengepung kota, revolusi total suatu jawaban yang di nantikan, negeri ini akan bangkit ketika pemerintahan di pimpin secara kolektif oleh kaum marginal,,<br /><br />Tidak ada kata berhenti tuk suatu perubahan.....<br />(maaf bro hanya sebuah tulisan lepas dari generasi yang hampir tenggelam)</FONT></DIV>"Lorong Gelap Revolusi"http://www.blogger.com/profile/18104367066634329936noreply@blogger.com0