Selasa, 06 April 2010

APOLLO 13 DAN DOMINASI RASIONALITAS INSTRUMENTAL, Suatu Telaah Teori Kritis

Oleh : Abdul Kholek.

Pada era 1960-an, Amerika sedang getol-getolnya mengadakan perlombaan luar angkasa dengan Uni Sovyet. Hal ini juga didorong oleh visi Presiden John F. Kennedy pada tahun 1961 yang mencanangkan bahwa manusia harus bisa mendarat di bulan sebelum akhir dasawarsa 1960. Cita-cita Kennedy ini akhirnya tercapai pada 20 Juli 1969, setelah misi Apollo 11 yang membawa astronot Neil Armstrong, Buzz Aldrin, dan Michael Collins berhasil mendarat di bulan.

NASA kembali meluncurkan misi Apollo 13 pada 11 April 1970. Misi tersebut membawa astronot James Lovell, Jack Swigert, dan Fred Haise. Namun, misi tersebut tidak semulus misi-misi sebelumnya. Dua hari setelah peluncuran, terjadi ledakan pada wahana Apollo 13 yang disebabkan adanya kerusakan pada tangki oksigen. Hal ini antara lain mengakibatkan pasokan listrik yang ada menurun secara drastis.

Wahana Apollo 13 pun praktis lumpuh, dan terancam tidak bisa kembali ke bumi. Karena itu, Pusat Kendali Misi NASA yang ada di Houston kemudian memutuskan untuk membatalkan misi pendaratan di bulan dan berupaya untuk membawa para astronot kembali secepat mungkin ke bumi.

Itulah cuplikan singkat peluncuran Apollo 13 dari realitas yang divirtualkan. Masyarakat dunia di waktu itu tertuju pada antusiasme menyaksikan kemajuan teknologi. Inilah puncak kemenangan positivisme, manusia tidak lagi menghadapi alam dengan ketakutan melainkan dengan kalkulasi. Dari proses perakitan elemen-elemen roket Apollo telah menggunakan hitungan matematis, hinggi misi penyelamatan yang dilakukan oleh pusat pengendali di Houston, ketika terjadi kerusakan pada Apollo 13.

Dalam tinjauan teori kritis, perkembangan masyarakat modern yang diawali dengan semangat pencerahan melalui cara berpikir positivistik dan ilmu-ilmu alam telah meruntuhkan belenggu pemahaman mitologis. Tetapi menurut Adorno dan Horkheimer cara berpikir positivistik dan ilmu-ilmu alam itu sendiri sebenarnya merupakan mitos baru yang lahir dari mitos lama yang telah ditaklukkannya (F. Budi Hardiman, 2009 : 69).

Motif peluncuran Apollo 13 membawa misi ideologis pernyataan Presiden Amerika John F. Kennedy, yang mencanangkan manusia harus bisa mendarat kebulan merupakan selubung positivistik yang sebenarnya tidak objektif dan tidak bebas nilai (value-free). Jelas terlihat adanya keterkaitan antara ilmu pengetahuan dan teknologi dengan praksis ideologis. Kondisi ini menggambarkan bahwa ide pencerahan yang diwujudkan dalam positivistik hanya sebuah instrumen dari hegemoni ideologis melalui rasionalitas instrumental.

Herbert Marcuse, menjadikan muatan politis nalar teknis, sebagai titik awal kritiknya atas kapitalisme lanjut. Marcuse menyatakan bahwa rasionalitas formal (teknologis) telah menghapus kepentingan sosial yang menentukan penerapan teknik-teknik tertentu (Thomas Mc Carthy, 2006 : 23).

Apollo 13 merupakan lanjutkan program antariksa Amerika Serikat, telah menghipnotis masyarakat atau memenjarakan masyarakat kedalam perangkap dominasi positivistik. Mereka beranggapan kemajuan tersebut merupakan sebuah kebanggaan berharga bagi mereka, padahal dibalik perkembang ilmu pengetahuan dan teknologi tersebut ada muatan-muatan ideologi. Hal ini sejalan dengan pendapat Sindunata dalam dilema usaha rasional, bahwa terjadinya penipuan ideologis karena eksistensi individu hanya digambarkan sebagai sesuatu yang luhur sedangkan sebenarnya tidak ada. Pada kenyataannya individu justru diperbudak dan penguasa yang berhak menentukan tujuan individu (Sindhunata, 1983 : 83).

Hegemoni rasionalitas instrumental sangat kentara sekali dalam usaha menyukseskan proyek antariksa Amerika Serikat. Hasil yang dicapai selalu bersandar pada cara berpikir logika formal dan matematis. Rasio hanya menjadi instrumen belaka, sebagai alat kalkulasi, verifikasi, pelayan klasifikasi yang setia pada tujuan diluar dirinya yaitu kepentingan ideologis. Di balik rasionalitas yang dibangun ternyata memunculkan irrasionalitas baru. Sehingga rasionalitas instrumental tidak lain hanyalah mitos baru dalam masyarakat modern.

Daftar Referensi :

Mc Carty, Thomas. 2006. Teori Kritis Jurgen Habermas. Kreasi Wacana. Yogyakarta.

Budi Hardiman, F. 2009. Menuju Mayarakat Komunikatif, ilmu, masyarakat, politik dan postmodernismo menurut Jurgen Habermas. Kanisus. Yogyakarta.

---------. 2009. Kritik Ideologi, menyikapi pertauatan pengatahuan dan kepentingan bersama Jurgen Habermas. Kanisus. Yogyakarta.

Shindunata. 1983. Dilema Usaha Manusia Rasional, kritik masyarakat modern oleh Max Horkheimer dalam rangka Sekolah Frankfurt. PT. Gramedia. Jakarta.




Tidak ada komentar: