Sabtu, 30 Januari 2010

SKETSA PETANI, NELAYAN DAN BURUH DI INDONESIA
Oleh : Abdul Kholek
James Scott, mengindentifikasi keberadaan rasionalitas dikalangan petani kecil Asia Tenggara, dan menyatakan bahwa petani tidak mudah menerima teknologi modern karena memiliki alasan yang cukup rasioal yaitu ‘meminimalkan resiko atau mendahulukan kesesalamatan (safety first)’.

1. Kecenderungan dalam kehidupan petani di Indonesia dan faktor-faktor petani mengembangkan rasionalitas ‘safety first’

Safenty first dalam pengertian konvensional merupakan suatu kecenderungan petani untuk memproduksi atau menanam tanaman untuk kebutuhan pokok mereka. Cara menanam, waktu penanaman, serta penggunaan bibit, berdasarkan pengalaman selama berabad-abad dimana pola tersebut memiliki resiko yang minimal. Hal ini cukup rasional bagi petani yang berusaha untuk memenuhi kebutuhan subsistensi.

Kondisi tersebut menjadikan petani lebih hati-hati dalam menerima inovasi-inovasi teknologi yang masuk melalui industrialisisasi pertanian yang disampaikan oleh pekerja sosial dan juga ahli-ahli agronomi. Kondisi tersebut sejalan dengan pendapat James Scott, bahwa petani yang bercocok tanam berusaha untuk menghindari kegagalan yang akan menghancurkan kehidupannya dan bukan berusaha memperoleh keuntungan besar dengan mengambil resiko .

Penjelasan sekilas diatas merupakan prinsif safety first pada masa pra-kapitalis di Asis Tenggara khususnya dalam bahasan James Scott. Jika kondisi tersebut digunakan untuk melihat kehidupan petani Indonesia saat ini tentu tidak relevan lagi. Kalau yang dilihat dalam asfek penggunaan teknologi, karena sebagian besar petani telah memakai alat-alat teknologi, benih unggul hasil persilangan gen dan lain sebagainya. Kondisi ini tidak lepas dari revolusi hijau yang dilakukan oleh pemerintah Orde Baru pada tahun 1960-an, dikenal dengan nama intensifikasi pertanian tanaman pangan, khususnya beras. Program tersebut memperkenalkan teknologi baru dalam teknik bertani, seperti penggunan traktor, pupuk, obat-obatan, penggunaan bibit unggul serta penyuluhan-penyuluhan . Program tersebut akhirnya di adobsi oleh sebagain besar petani di Indonesia hingga saat ini.

Apabila dilihat dari pemanfaatan teknologi tersebut petani di Indonesia telah mengalami pergeseran dari tidak menggunakan teknologi beralih pada pemanfaatan teknologi. Dari sini dapat disimpulkan bahwa adanya pergeseran makna dari safety first di Asia Tenggara khususnya pada petani di Indonesia pada masa pra kapitalisme dan saat kapitalisme modern saat ini. Tidak mampunya petani untuk membendung arus globalisai sehingga penerimaan terhadap teknologi sebagai suatu tindakan yang rasional untuk mendahulukan selamat atau meminimalkan resiko, karena paradigma petani sudah berbesar bahwa penggunaan teknologi akan memberikan mereka hasil yang maksimal untuk memenuhi kebutuhan subsistensi mereka.
Tetapi dibalik semua pemanfaatan teknologi tersebut. Petani di Indonesia masih berpegang pada rasionalitas mendahulukan selamat dan meminimalkan resiko dalam paradigma tradisional, ada beberapa faktor yang berpengaruh yaitu :

1) Pola pikir tradisional

Petani di indonesai masih mempunyai pola pikir yang tradisonal percaya pada animisme, pasrah pada alam dan lain sebagainya. Pengolahan tanah walaupun sudah memakai teknologi modern, tetapi masih di terapkan prinsif-prinsf tradisonal misalkan waktu penanaman harus berdasarakan tanggal yang biasa di pakai oleh nenek moyang mereka secara turun-temurun. Penggunaan teknologi pun sebagai alternatif yang dipakai untuk mendapatkan hasil yang seadanya dalam memenuhi kebutuhan pokok. Penggunaan sesajen dan adanya perayaan pada saat sebelum menanam dan pasca panen merupakan cerminan dari pola pikir tradisional, mereka masih menyandarkan semua hasil kepada alam, karena kondisi tersebut cukup rasional bagi mereka.

2) Kemiskinan yang membuat mereka terfokus pada pemenuhan kebutuhan pokok

Petani di Indonesia sebagian besar memproduksi tanaman untuk kebutuhan pokok mereka, usaha yang dilakukan masih terpaku pada prinsip-prinsip yang tradisional. Kondisi ini karena mereka sebagian besar merupakan penduduk yang miskin sehingga tanaman yang ditanam adalah tanaman subsistensi bukan tanaman komersil. Mereka sangat meminimalkan resiko dalam menjalankan proses pertanian sehingga pola-pola lama masih mereka pertahankan, karena dinggap lebih bisa dipercaya untuk mendapatkan hasil yang dapat memenuhi kebutuhan pokok mereka.

3) Adanya hubungan patron klien, sebagai asuransi sosial

Adanya hubungan patron klein merupakan salah satu faktor dari rasionalitas meminimalkan resiko dan selamat. Karena dengan adanya hubungan tersebut mereka dapat tetap bertahan dengan memanfaatkan hubungan tersebut sebagai auransi sosial ketika hasil pertanian gagal karena alam dan lain sebagainya, inilah salah satu nilai yang terbentuk dan memantapkan rasionalitas tersebut. Kondisi ini terlihat jelas pada petani penggarap atau juga pada petani penyewa.

2. Kecenderungan dalam kehidupan nelayan di Indonesia dan faktor-faktor nelayan mengembangkan rasionalitas ‘safety first’

Kehidupan nelayan hampir sama dengan kehidupan petani, mereka berada pada garis batas subsitensi sehingga sedikit saja persoalan yang datang mereka akan berada di bawah garis subsitensi. Kondisi inilah yang membuat nelayan untuk berpegang pada rasionalitas mendahulukan selamat dan meminimalkan resiko dalam kehidupannya. Kebutuhan pokok masih menjadi permasalahan utama, bagaimana mereka mendapatkan kebutuhan untuk bisa bertahan setiap hari telah menjadi rutinitas dalam hari-hari nelayan.

Penggunaan teknologi memberikan resiko yang cukup besar bagi para nelayan. Sehingga mereka masih tetap berada pada pola dan penggunaan alat-alat tradisional, mereka sebagian besar merupakan nelayan-nelayan tradisional.

Ada beberapa faktor yang mendorong nelayan menggunakan rasionalitas safety first yaitu :

1) Nelayan masih tergantung pada alam
Khusus nelayan tradisional yang hanya bekerja untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari dan sangat tergantung pada alam. Ketika ada badai dan ombak besar mereka tidak bisa berlayar untuk menangkap ikan. Tetapi mereka bisa beralih menangkap kepiting, dan sumberdaya lain yang ada dipantai, hal ini lebih pasti daripada mereka menggunakan teknologi dengan perahu mesin yang tentunya dengan biaya mahal, dengan hasil juga yang belum pasti. Ketergantungan pada alam membuat nelayan masih tetap bertahan untuk memenuhi kebutuhan minimalis mereka dalam hidupnya.

2) Nelayan masih terperangkap dalam pemikiran tradisional
Pola pikir tradisional nelayan hampir sama dengan pola pikir pada petani, kecenderungan pola pikir tersebut membuat nelayan berada pada posisi selalu dekat dengan garis subsistensi, hasil yang didapatkan hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam batas minimum. Waktu melaut dan berlayar masih tergantung pada alam dan kondisi cuaca, tidak banyak perubahan mereka tetap bertahan dengan pola seperti itu karena dianggap lebih tepat agar mereka tetap eksis dalam pemenuhan kebutuhan yang minimalis hari perhari.

3) Ongkos (cost) untuk penggunaan teknologi cukup tinggi

Biaya mesin dan perahu yang mahal apabila mereka menggunakan teknologi membuat mereka tetap bertahan dengan perahu tradisional. Kemampuan dan keahlian mereka untuk membuat perahu dan peralatan melaut sendiri merupakan faktor pendorong mereka tetap dalam rasionalitas safety first, karena resiko tersebut lebih kecil jika dibandingkan mereka menggunakan teknologi modern.

3. Kecenderungan dalam kehidupan buruh di Indonesia dan faktor-faktor buruh mengembangkan rasionalitas ‘safety first’

Buruh di Indonesia sepanjang perjalanannya sering menunjukkan bahwa buruh ditempatkan sebagai faktor produksi mirip sebagai faktor produksi yang dikonstruksikan Karl Marx. Jumlah tenaga kerja yang cukup banyak membuat buruh mengembangkan rasionalitas safety first dalam artian buruh tidak berani untuk memprotes dan meminta kenaikan gaji atau standar UMR dari pihak perusahaan, hal ini dapat dilihat dalam sistem perburuhan outsoursing dan kontrak dimana posisi buruh harus tunduk dan pasrah dengan kondisi yang dialami. Ketika buruh mengadakan protes akan berakibat pada pemberhantian secara langsung oleh manajemen perusahaan outsourcing atau kontrak. Digantikan oleh tenaga-tenaga kerja lainnya sebagai tentara-tentara cadangan.
Ada beberapa alasan buruh mengembangakan rasionalitas safety first. Buruh bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok, sehingga mereka sangat menjaga untuk meminimalkan resiko serta mendahulukan selamat, beberapa faktro tersebut yaitu :

1) Kuatnya cengkeraman kapitalisme
Buruh berada dalam posisi dikuasai oleh pihak kapitalis, sehingga kondisi ini membuat buruh stagnan tidak berani untuk melakukan aksi apapun dalam menuntut haknya, karena kuatnya cengkraman tangan kapitalisme tersebut. Disinilah muncul alienasi dan nilai surplus dalam istilah Marx. Salah satu kondisi buruh diindonesia yaitu buruh kehilangan kesempatan untuk menyalurkan dan mengontrol sendiri hasilnya kerjanya. Dalam bahasa Marx, buruh teralienasi dari aktivitas produktif, dalam pengertian bahwa buruh tidak bekerja untuk memenuhi kebutuhan mereka, melainkan mereka bekerja untuk kapitalis .

Cengkeraman yang kuat inilah yang mengharuskan buruh mengembangkan rasionalitas safety first atau bisa disebut juga sebagai tindakan untuk mendahulukan selamat dan meminimalkan resiko dan menerima apa adanya yang diharuskan oleh perusahaan atau industri.

2) Buruh yang tersedia cukup banyak

Banyaknya ketersedian buruh di Indonesia sebagai tentara cadangan, mengakibatkan harga buruh murah. Kondisi ini mengakibatkan kesejahteraan buruh dalam batas mininum yaitu hanya untuk bertahan dalam batas subsistensi. Kondisi inilah yang membuat buruh pasrah pada kemauan kapitalis, karena dengan bekerja mereka sudah sangat diuntungkan karena dapat memenuhi kebutuhan minimum tersebut. Hal inilah yang akan berakibat pada stagnannya gerakan buruh, karena kesadaran kelasn tidak akan muncul ketika buruh patuh dan tunduk pada kepentingan pokoknya sendiri.

4. Rekomendasi yang ditawarkan
Ada banyak hal yang bisa dilakukan untuk mengatasi permasalahan tersebut. Beberapa rekomendasi yang saya tawarkan sebagai alternatif penyelesaian masalah yaitu sebagai berikut :

1. Harus dibuatnya regulasi atau kebijakan dari pemerintah dalam hal penggunaan teknologi untuk petani, nelayan tentunya dengan biaya yang disubsidi.
2. Dibuatnya kebijakan khususnya untuk buruh agar adanya kebebasan berserikat dan menyampaikan pendapat yang dilindungi undang-undang.
3. Harus adanya pengawasan pemakaaian teknologi oleh petani besar atau nelayan modern agar tidak merugikan petani kecil atau juga nelayan kecil (tradisional).
4. Adanya program pemberdayaan dan diberdayakannya ketiga elemen tersebut melalui berbagai instansi-instansi yang bersangkutan, bisa juga ormas atau lembaga swadaya masyarakat (LSM).


Daftar Referensi :

Scott, James C. 1976. Moral Ekonomi Petani, Pergolakan dan Subsistensi di Asia Tenggara. Jakarta. LP3ES.

Fauzi, Noer. 1999. Petani dan Penguasa Dinamika Perjalanan politik Angraria Indonesia. Yogyakarta. Pustaka Pelajar.

Ritzer, George dan Douglas J Goodman. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta Kencana Prenada Media Group.



IT, E-GOVERNMENT DAN PELAYANAN IJIN USAHA TERPADU, KASUS KABUPATEN SRAGEN.

Oleh : Abdul Kholek

1. Jenis Pendayagunaan Infrastruktur IT Kaitan Dengan E-Government Dan Palayanan Ijin Usaha Terpadu.

Pemerintah Kabupaten Sragen membentuk Unit Pelayanan Terpadu (UPT) dengan Keputusan Bupati Sragen Nomor 17 Tahun 2002 tanggal 24 Mei 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelayanan Terpadu Kabupaten Sragen, sedangkan operasional secara resmi dilaksanakan pada tanggal 1 Oktober 2002 oleh Bupati Sragen.

Kebijakan ini didukung sepenuhnya oleh legislatif dengan surat Ketua DPRD Kabupaten Sragen Nomor 170/288/15/2002 tangggal 27 September 2002 perihal Persetujuan Operasional UPT Kabupaten Sragen. Selanjutnya pada tahun 2003 telah dikuatkan dengan Peraturan Daerah Nomor 15 tahun 2003 dalam bentuk Kantor Pelayanan Terpadu (KPT) Kabupaten Sragen. Guna peningkatan kualitas pelayanan dan untuk memudahkan koordinasi dengan stake holder, maka Pada tanggal 20 Juli 2006 status KPT ditingkatkan menjadi Badan Pelayanan Terpadu (BPT) Kabupaten Sragen dengan Peraturan Daerah No.4 Tahun 2006 .

Jenis pendayagunaan Infrastuktur IT dalam proses perijinan usaha terpadu di Kabupaten Sragen, meliputi beberapa indikator yaitu :

1. Pemberian Layanan (services)

Pedayagunaan infrastruktur IT dalam layanan kapada masyarakat, BPT mengaktifkan website yang bisa diakses 24 jam tiap hari. Dari proses sampai prosedur dan pemantauan perijinan sehingga lebih praktis, efisien, jelas, aman, transparan, ekonomis, adil dan tepat waktu, bagi semua yang terkait terutama stakeholders.

1.1. Website On-Line

Pada pelayanan ijin usaha terpadu yang dilaksanakan oleh Badan Perijinan Terpadu (BPT), dilakukan dengan penggunan atau pendayagunaan perangkat IT, yaitu melalui website, email, sofwere dan hadwere. Penggunaan semua parangkat atau infrastruktur tersebut dilakukan dengan mekanisme yang sederhana dan mudah diikuti terutama oleh masyarakat dan stakeholders.

Website on-line, dapat di akses 24 jam setiap hari oleh masyarakat yang ingin mendaftarkan usaha mereka. Menurut Suhari (30), bahwa web bisa diakses oleh semua orang atau stakeholders yang berkepentingan dimanapun berada, data-data tersebut bisa didapat secara online, mereka tinggal mendownload surat permohonan ijin usaha yang tersedia di web tersebut. Selain itu mekanisme dan prosedur sampai ke seluruhan proses pembuatan ijin usaha sampai selesai ada di website tersebut .

Khusus dalam perijinan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) meliputi interkoneksi antara dua dinas yaitu Dinas Perdagangan dan Perpajakan Daerah (DP2D), serta Dinas Perindustrian. Kedua dinas tersebut yang dulunya adalah pelasana teknis dalam prosedur perijinan usaha perdagangan (SIUP), sebelum adanya Unit Pelayanan Terpadu (UPT) atau Badan Perijinan Terpadu (BPT). Setelah proses tersebut dilimpahkan ke BPT, maka kedua dinas tersebut hanya bertugas dalam pengawasan dan pembinaan, dan hasil pembayaran masuk ke rekening dinas teknis. Selebihnya BPT hanya sebagai pelaksana pelayanan perijinan, dari proses awal sampai selesai di lakukan oleh BPT.

1.2. Touch Screen Information

Perangkat IT ini merupakan sebuah alat yang digunakan untuk menayangkan berbagai infomasi mengenai perijinan terpadu, dari mekanisme sampai pada proses akhir perijinan. Alat ini sangat membantu bagi masyarakat atau stakeholder untuk melihat mekanisme pembuatan surat izin, dan memudahakan bagi masyarakat yang tidak dapat mengakses internet. Tetapi alat ini hanya berada pada kantor BPT, tidak seperti web yang bisa di akses secara langsung.

1.3. Sofware Computersasi Perijinan ( LAN/Local Area Network )

Infrastruktur IT ini digunakan untuk memudahkan dalam makanisme perijinan, terutama dari proses infut/entry data sampai pada proses pembuatan ijin. Penggunaan perangkat ini memudahkan sistem pelayanan dalam hal ini Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP). Data base yang masuk di proses dalam mekanisme komputerisasi sehingga efisiensi waktu, lebih transparan, ekonomis dan lain sebagainya. Sehingga masyarakat atau stakeholders akan merasa puas dengan pelayanan tersebut.
Menurut Suhari (30), bahwa sofware tersebut didapat dari Departemen Perdagangan RI, kemudian diadakan pelatihan penggunaan selama kira-kira dua minggu, kemudian perangkat tersebut dapat dijalankan untuk membantu prosedur infut data sampai pada proses akhir. Back Up data juga dilakukan untuk menghidari permasalahan teknis/error yang mungkin bisa saja terjadi .

2. Penguatan Interaksi

Dalam penguatan interaksi, jaringan sistem IT yang digunakan lebih kompleks lagi, penggunaan ini tidak hanya sebatas pada asfek palayanan yang prima, tetapi sudah menekankan bagaimana interkoneksi dan juga koordinasi dilakukan dalam penggunaan infrastruktur IT tersebut.

Beberapa pendayagunaan infrastruktur IT dalam penguatan interaksi yaitu sebagai berikut :

2.1. Sistem Jaringan IT – antar dinas / satuan kerja s/d kecamatan - 2007
sampai ke desa.
Khusus dalam pelayanan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), sistem jaringan IT, digunakan salah satunya untuk penguatan interaksi antara dinas yang terkait yaitu Dinas Perdagangan dan Perpajakan Daerah (DP2D), serta Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UKM, dan Badan Perijinan Terpadu (BPT) yang mempunyai kewenangan dalam proses perijinan tersebut dari proses awal sampai selesai.

Jaringan ini dioleh dan dikontrol oleh server PDE dan server KPT, dalam palaksanan interaksi internal khususnya antara dinas yang bersangkutan untuk membuat laporan dan pengiriman data base, menggunakan jaringan tersebut. Koordinasi antara dinas yang terkait tidak lepas dari sistem jaringan IT, sebagai instrumen untuk memudahkan proses dan efisiensi waktu dan juga tenaga.

2.2. Online System – Laporan Dinas (daily report), dan Fasilitas Teleconference

Online system, khususnya dalam proses perijinan usaha perdagangan (SIUP), merupakan mekanisme laporan yang dibuat oleh BPT, yang membidangi SIUP kepada dinas-dinas yang terkait. Dan untuk laporan pada jaringan IT bupati dan Sekda. IT ini sangat bermanfaat dalam usaha untuk memperkuat interaksi dan koordinasi antara dinas yang bersangkutan. Fasilitas Teleconference digunakan untuk memudahkan komunikasi antar dinas yang bersangkutan. Sehingga semua proses yang berhubungan dengan perijinan usaha lebih efisiens dan efektif.

Kasus di Kabupaten Sregen pendayagunaan infrastruktur tersebut, dilaksanakan dengan interkoneksi yang cukup baik antar dinas yang bersangkutan dalam SIUP. Fasilitas yang dimiliki dimanfaatkan secara efisien oleh aktor-aktor yang terlibat dalam perijinan, sehingga costumere akan marasa nyaman dan tidak memakan waktu yang lama, dan banyak indikasi positif dari pendayagunaan tersebut.

3. Peningkatan Transaksi
Jaringan pendayagunaan IT dalam untuk peningkatan transaksi terkait dengan e-government, lebih kompleks dan mempunyai cakupan yang luas. Jaringan bisnis, transaksi modal dan lain sebagainya, dilakukan dalam jaringan sistem IT ini. Sehingga mekanisme dan prosedurnya lebih teliti tetapi tidak menghilangkan efisiensi dari kinerja sistem.

Pada e-geverment Kabupaten Sragen, pemanfaatan atau pendayagunaan IT telah mencakup pada peningkatan transaksi, misalnya bisnis, transaksi modal, investasi dan lain sebagainya. Kondisi ini bisa dilihat dari meningkatnya kualitas pelayanan berimbas pada, kuatnya interkasi dan terjadi pula peningkatan transaksi, dimana investasi dan perkembangan bisnis di Sragen cukup signifikan setelah pemafaatan IT tersebut yang mulai di bangun pada tahun 2000 sampai saat ini.

4. Penopang Transformasi

Proses transformasi merupakan tahapan dari pendayagunaan IT lebih lanjut dan lebih kompleks. Tujuan akhir dari semua jenis pendayagunaan yaitu bermuara pada upaya meningkatkan kesejahteraan. Pada kasus Sragen penopang transformasi melalui infrastruktur IT yang kompleks belum begitu terlihat, karena perangkat yang dimiliki masih terfokus pada asfek pemberian pelayanan, penguatan interaksi dan sedikit menyentuh peningkatan transaksi itupun belum maksimal.

Banyak kendala untuk jenis pendayagunaan ini, tentunya modal atau financial untuk pembiayaan infrastruktur yang lebih kompleks membutuhkan dana yang cukup besar, sehingga perlu waktu untuk bisa mewujudkan jenis pendayagunaan tipe ini. Selian itu keterbatasan sumber daya manusia juga menjadi kendala dalam penopang transformasi. Tetapi dengan berbagai kemajuan yang diperoleh sebagai hasil dari pemanfaatan IT mengindikasikan proses kemajuan yang lebih pesat di Kabupaten Sragen akan terwujud bersama meluasnya jaringan sistem.

2. Implementasi Infrastruktur dan E-Government dalam Meningkatkan Kapasitas Stakeholders di Kabupaten Sragen.
Pemanfaatan Infrastruktur IT, sebagaimana dijelaskan dalam bahasan sebelumnya. Ada beberapa instrumen infrastruktur IT yang digunakan dalam proses perijinan usaha terpadu yaitu; web online, touch screen information, sofware computersasi perijinan (LAN/Local Area Network), sistem jaringan IT – antar dinas / satuan kerja s/d kecamatan - 2007 sampai ke desa, online system – laporan dinas (daily report), dan fasilitas teleconference.

Semua instrumen IT tersebut merupakan seperangkat kapasitas yang tersedia untuk mencapai cita-cita pelayanan sosial yang diinginkan. Adapun tujuan yang di cita-citakan oleh BPT yaitu : pertama, mewujudkan pelayanan prima; kedua, meningkatkan efisiensi dan efektifitas kinerja aparatur Pemerintah Kabupaten Sragen, khususnya yang terlibat langsung dengan pelayanan masyarakat; ketiga, mendorong kelancaran pemberdayaan ekonomi masyarakat, yang pada gilirannya masyarakat dapat terdorong untuk ikut berpartisipasi aktif dalam berbagai kegiatan pembangunan .
Pemanfataan IT telah berlangsung dari dari 2000 saat pertama kali pembangunan OSS. Diresmikan pada 1 Oktober 2002 hingga saat ini telah berlangsung lebih kurang 7 tahun penggunaan IT dalam pelayanan perijinan tersebut. Sebagaimana tujuan dari BPT, dan melihat dari kinerja selama 7 tahun tersebut. Implementasi IT dalam perijinan usaha berimplikasi positif bagi berbagai stakeholders, baik itu pemerintah maupun costumer atau masyarakat pangguna perijinan.

Implikasi positif tersebut meliputi; pertama, pelayanan lebih efisien dari segi waktu, dan biaya; kedua, tidak terjadinya penyimpangan-penyimpangan dana karena perangkat IT telah menyusun kerangka yang tepat untuk memisahkan antara berbagai bagian kerja; ketiga, kenyamanan yang dirasakan oleh masyarakat dalam pembuatan perijinan, kondisi ini dapat dilihat perkembangan perijinan pada tahun 2002 sebanyak 2.027 dan pada tahun 2006 telah mencapai 5.274; keempat berimplikasi pada semakin mandirinya masyarakat dan dalam skala lebih luas terjadi peningkatan PAD Kabupaten Sragen, yaitu dari Rp 22.562.309.000,- meningkat cukup signifikan pada tahun-tahun berikutnya hingga pada tahun 2006 mencapai Rp. 88.384.823.631,- .

Meningkatnya efisiensi perijinan juga diungkapkan oleh informan Suhari (30), menurutnya dulu sebelum menggunakan infrastruktur IT proses perijinan memakan waktu yang cukup lama, untuk mendapatkan ijin SIUP bisa mencapai 1 bulan, tetapi sekarang hanya dalam waktu 5 hari sudah selesai . Dari uraian tersebut bahwa pemanfaatan dan pendayagunaan IT dalam perijinan, memiliki implikasi positif atau berdampak positif bagi pencapaian targetan-targetan Kabupaten Sragen.

3. Penilaian Pendayagunaan Infrastruktur IT Di Kabupaten Sragen

Pendayagunaan infrastruktur IT akan lebih efektif atau memperoleh hasil optimal apabila didayagunakan tidak hanya pada satu konteks kegiatan saja misalnya untuk pelayan terpadu, partisipasi politik (democracy online), e-businees, sekaligus marketing dan sebagainya.

Khusus untuk di Kabupaten Sragen penggunaan atau pendayagunaan IT, telah merambah keberbagai asfek dalam masyarakat misal bidang politik dilakukan pemilihan umum secara online melalui alat pemilihan suara digital (smart card elction). Perangkat IT tersebut memudahkan para konstituen politik untuk menyalurkan aspirasinya dan meningkatkan partisipasi politik masyarakat di Kabupaten Sragen.

Sekaligus perangkat IT digunakan juga untuk pemasaran dan promosi potensi-potensi daerah, yang merupakan stimulus bagi para investor yang akan menanamkan modalnya. Dan bahkan jumlah investasi meningkat cukup signifikan dari tahun 2002 ke tahun 2006 yaitu dari 592 miliar menjadi 1,2 triliun.

Berdasarkan data tersebut dan hasil wawancara dengan informan, bahwa pendayagunaan IT di Kabupaten Sragen, yang meliputi berbagai asfek kehidupan masyarakat, sehingga saya berasumsi bahwa pemanfaatan IT di Sragen telah dilaksanakan cukup optimal, tetapi masih perlunya peningkatan partisipasi masyarakat terhadap akses dan pemanfaatan IT. Melalui berbagai program pemberdayaan dan pelatihan kepada masyarakat khususnya di Sragen.

Khusus untuk proses Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP), saya mengkritik mengenai proses tersebut yang pada kenyataanny pemanfaatan IT oleh costumer hanya sebatas pada partispan pasif dalam artian mereka hanya bisa membuka web online, kemudian mendaftar dan mendownloud surat permohonan, tetapi mereka harus menyerahkan berkas secara manual dengan mendatangi Kantor BPT. Sehingga pemanfaatan IT hanya pada tataran aktor dalam BPT, tidak terlalu mengena pada asfek pengguna layanan online. Kalau seandainya bisa dilakukan penyerahan berkas-berkas secara online mungkin akan lebih efisien baik waktu maupun biaya dari penggu layanan.

Referensi :
Profil Badan Perijian Terpadu Kab. Sragen. http://bpt.srgenkab.go.id/content/profil/maksud.html Kamis 14 Januari 2010. Jam 23.15 Wib.

Profil Badan Perijian Terpadu Kab. Sragen. http://bpt.srgenkab.go.id/content/keberhasilan/dampak.html Kamis 14 Januari 2010. Jam 23.15 Wib.

Profil Badan Perijian Terpadu Kab. Sragen. http://bpt.srgenkab.go.id/content/profil/maksud.html Kamis 14 Januari 2010. Jam 23.15 Wib.