Jumat, 22 Agustus 2008


“PANJAT PINANG”


Ternyata perjuangan itu tidak semudah yang kita bayangkan..., kata ini yang terlontar dari seorang sahabat ketika menyaksikan ”Perayaan Hut RI Ke-63” di suatu desa terpencil,,

Antusiasnya warga desa merayakahan hari kemerdekaan, dengan berbagai perlombaan, mereka sejenak melupakan apa yang sebenarnya sedang terjadi di negeri ini, kenaikan BBM, harga SEMBAKO yang kian melonjak tinggi hingga melangit, anak-anak mereka yang tidak dapat meneruskan sekolah, dan mereka lupa apa yang akan mereka makan tuk sore ini. Mereka lupakan semuanya inilah puncak dari rasa nasionalisme tinggi, melebihi kaum intelektual, birokrat, wakil rakyat yang katanya sangat mengerti makna nasionalisme,,

Panjat pinang di senja hari, mengetuk nurani kita akan gigihnya anak-anak desa berjuang demi mencapai tujuan yang mereka inginkan, solidaritas yang utuh mengantarkan mereka pada tujuan yang di impikan,,

Apakah karena sebuah hadiah mainan yang tidak bisa mereka beli yang mereka perbutkan, mungkin ada yang mengatakan ia, tetapi menurut saya tidak, mereka adalah anak-anak desa generasi penerus yang paling tinggi menjunjung nasinalisme,,

Panjat pinang hanya milik kaum marginal yang selalu di tinggalkan, mereka anak-anak yang putus sekolah, anak buruh tani, dan sebagaian besar mereka dari keluarga lapisan menengah kebawah,

Apakah karena mereka telah tertempah dengan kehidupan yang keras sehingga mereka menjadi objek tontonan, realitas ini juga menunjukkan nasionalisme mereka lebih tinggi dari pada anak-anak pejababat, birokrat, yang merasa tidak layak untuk melakukan tindakan seperti itu,,

Menangis jiwa ini ketika melihat potret jurang pemisahan yang begitu dalam di negeri ini. Penduduk desa mereka menjadi korban kekerasan fsikologis dan kekerasan sosiologis, mereka menjadi korban dari para birokrat yang telah mati hatinya, mereka tidak takutnya KKN demi memuaskan dan memenuhi nafsu seraka meraka,,

Akan ku bangkitkan anak-anak desa di negeri ini..., menjadi para pejuang sejati yang akan meruntuhkan tirani kekuasaan yang memasung mereka dalam ketidak berdayaan,

Kelak desa akan mengepung kota, revolusi total suatu jawaban yang di nantikan, negeri ini akan bangkit ketika pemerintahan di pimpin secara kolektif oleh kaum marginal,,

Tidak ada kata berhenti tuk suatu perubahan.....
(maaf bro hanya sebuah tulisan lepas dari generasi yang hampir tenggelam)
07 September 2008

Catatan Hari Lahir, (23 Tahun)

Angin malam yang menusuk sendi-sendi, dan ruas tulang yang telah rapuh, membangunkan aku di kegelapan malam, hari Ini Minggu 07 September 2008, 02.00 WIB. Mencoba bangkit dari lelap tidur, aku terjaga ternyata hari ini, hari kelahiranku, 23 tahun bukan waktu yang singkat, perjalan panjang telah di tempuh, pahit, getir kehidupan telah banyak di lalui.

Mengingat-ingat masa kecil bersama keluarga, sahabat sepermainan, sanak saudara, pengajian di sore hari dan kampung halaman yang telah mendidikku, mengajariku bagaimana mengarungi kehidupan

Menetes air mata ketika mengingat masa kecil di kampong halaman, banyak sahabat yang telah pergi dan berlalu, aku semakin termangu, dan terdiam perjalan panjang telah kulewati,

Kini tidak terasa umur sudah hampir menjelang senja, 23 tahun bukan waktu yang singkat, mungkin karena kurangya perenungan babwa kehidupan selalu berlalu, dan waktu akan mengubah segalanya, hari ini akan menggantikan kemarin dan esok akan menggantikan hari ini begitu seterusnya,

Merenung kembali dan merentas batas waktu yang telah berlalu, aku teringat. Di surau tua “guru mengaji di kampung pernah mengatakan” : “Tidakkah kamu memperhatikan, bahwa sesungguhnya Allah memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam dan Dia tundukkan matahari dan bulan masing-masing berjalan sampai kepada waktu yang ditentukan, dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (Q.S. Luqman : 29).

Tertunduk mengingat perjalan panjang yang telah di tempuh, malu melihat goresan catatan kelam yang telah aku teorehkan sendiri, ini bukan waktu muda lagi ...!!!, inilah kata-kata yang selalu mengiringi perenungan malam itu...

Kugoreskan catatan dalam hati untuk meniti perjalan kedepan, hari esok harus lebih baik, sampai semua tersadarkan akan batas akhir yang sering terlupakan.

Ucapan selamat hari lahir dari saudara-saudariku yang tercinta, mengiringi perungunganku, mengenang perjalan panjang yang telah aku lalui, aku tersadarkan aku di sini tida sendiri, aku masih punya keluarga, aku masih punya saudara/i seiman, punya teman sepermainan, punya cita-cita, punya harapan, punya keinginan, dan Alhamdulilah aku masih punya kesdaran untuk merenungi siapa sebenarnya diri ini ?, dari manan aku datang ?, akan kemana aku pergi ?, dan akan berlabuh kemana perjalan panjang ini ?

23 tahun telah berlalu bukan waktu yang singkat, sudah seberapa banyak kebaikan yang telah engkau perbuatan, akankah lebih besar dari pada keburukan yang engkau perbuat.

Perenungan belum usai disini..., karena catatan-catatan kebaikan dan keburukan akan tetap tersimpan, seiring perjalan waktu yang terus berlalu...,

Perjalanan masih panjang, perenungan belum usai...,titik akhir yang semakin dekat seharusnya mendewasakanmu dalam berpikir dan bertindak..,

Sintesa akhir sebuah perenungan berlabuh di ayat Ar Rahman yang mengetarkan pernunangan malam ini, ”Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan ?”
“PANJAT PINANG”

Ternyata perjuangan itu tidak semudah yang kita bayangkan..., kata ini yang terlontar dari seorang sahabat ketika menyaksikan ”Perayaan Hut RI Ke-63” di suatu desa terpencil,,

Antusiasnya warga desa merayakahan hari kemerdekaan, dengan berbagai perlombaan, mereka sejenak melupakan apa yang sebenarnya sedang terjadi di negeri ini, kenaikan BBM, harga SEMBAKO yang kian melonjak tinggi hingga melangit, anak-anak mereka yang tidak dapat meneruskan sekolah, dan mereka lupa apa yang akan mereka makan tuk sore ini. Mereka lupakan semuanya inilah puncak dari rasa nasionalisme tinggi, melebihi kaum intelektual, birokrat, wakil rakyat yang katanya sangat mengerti makna nasionalisme,,

Panjat pinang di senja hari, mengetuk nurani kita akan gigihnya anak-anak desa berjuang demi mencapai tujuan yang mereka inginkan, solidaritas yang utuh mengantarkan mereka pada tujuan yang di impikan,,

Apakah karena sebuah hadiah mainan yang tidak bisa mereka beli yang mereka perbutkan, mungkin ada yang mengatakan ia, tetapi menurut saya tidak, mereka adalah anak-anak desa generasi penerus yang paling tinggi menjunjung nasinalisme,,

Panjat pinang hanya milik kaum marginal yang selalu di tinggalkan, mereka anak-anak yang putus sekolah, anak buruh tani, dan sebagaian besar mereka dari keluarga lapisan menengah kebawah,

Apakah karena mereka telah tertempah dengan kehidupan yang keras sehingga mereka menjadi objek tontonan, realitas ini juga menunjukkan nasionalisme mereka lebih tinggi dari pada anak-anak pejababat, birokrat, yang merasa tidak layak untuk melakukan tindakan seperti itu,,

Menangis jiwa ini ketika melihat potret jurang pemisahan yang begitu dalam di negeri ini. Penduduk desa mereka menjadi korban kekerasan fsikologis dan kekerasan sosiologis, mereka menjadi korban dari para birokrat yang telah mati hatinya, mereka tidak takutnya KKN demi memuaskan dan memenuhi nafsu seraka meraka,,

Akan ku bangkitkan anak-anak desa di negeri ini..., menjadi para pejuang sejati yang akan meruntuhkan tirani kekuasaan yang memasung mereka dalam ketidak berdayaan,

Kelak desa akan mengepung kota, revolusi total suatu jawaban yang di nantikan, negeri ini akan bangkit ketika pemerintahan di pimpin secara kolektif oleh kaum marginal,,

Tidak ada kata berhenti tuk suatu perubahan.....
(maaf bro hanya sebuah tulisan lepas dari generasi yang hampir tenggelam)


“PANJAT PINANG”

Ternyata perjuangan itu tidak semudah yang kita bayangkan..., kata ini yang terlontar dari seorang sahabat ketika menyaksikan ”Perayaan Hut RI Ke-63” di suatu desa terpencil,,

Antusiasnya warga desa merayakahan hari kemerdekaan, dengan berbagai perlombaan, mereka sejenak melupakan apa yang sebenarnya sedang terjadi di negeri ini, kenaikan BBM, harga SEMBAKO yang kian melonjak tinggi hingga melangit, anak-anak mereka yang tidak dapat meneruskan sekolah, dan mereka lupa apa yang akan mereka makan tuk sore ini. Mereka lupakan semuanya inilah puncak dari rasa nasionalisme tinggi, melebihi kaum intelektual, birokrat, wakil rakyat yang katanya sangat mengerti makna nasionalisme,,

Panjat pinang di senja hari, mengetuk nurani kita akan gigihnya anak-anak desa berjuang demi mencapai tujuan yang mereka inginkan, solidaritas yang utuh mengantarkan mereka pada tujuan yang di impikan,,

Apakah karena sebuah hadiah mainan yang tidak bisa mereka beli yang mereka perbutkan, mungkin ada yang mengatakan ia, tetapi menurut saya tidak, mereka adalah anak-anak desa generasi penerus yang paling tinggi menjunjung nasinalisme,,

Panjat pinang hanya milik kaum marginal yang selalu di tinggalkan, mereka anak-anak yang putus sekolah, anak buruh tani, dan sebagaian besar mereka dari keluarga lapisan menengah kebawah,

Apakah karena mereka telah tertempah dengan kehidupan yang keras sehingga mereka menjadi objek tontonan, realitas ini juga menunjukkan nasionalisme mereka lebih tinggi dari pada anak-anak pejababat, birokrat, yang merasa tidak layak untuk melakukan tindakan seperti itu,,

Menangis jiwa ini ketika melihat potret jurang pemisahan yang begitu dalam di negeri ini. Penduduk desa mereka menjadi korban kekerasan fsikologis dan kekerasan sosiologis, mereka menjadi korban dari para birokrat yang telah mati hatinya, mereka tidak takutnya KKN demi memuaskan dan memenuhi nafsu seraka meraka,,

Akan ku bangkitkan anak-anak desa di negeri ini..., menjadi para pejuang sejati yang akan meruntuhkan tirani kekuasaan yang memasung mereka dalam ketidak berdayaan,

Kelak desa akan mengepung kota, revolusi total suatu jawaban yang di nantikan, negeri ini akan bangkit ketika pemerintahan di pimpin secara kolektif oleh kaum marginal,,

Tidak ada kata berhenti tuk suatu perubahan.....
(maaf bro hanya sebuah tulisan lepas dari generasi yang hampir tenggelam)
“PANJAT PINANG”

Ternyata perjuangan itu tidak semudah yang kita bayangkan..., kata ini yang terlontar dari seorang sahabat ketika menyaksikan ”Perayaan Hut RI Ke-63” di suatu desa terpencil,,

Antusiasnya warga desa merayakahan hari kemerdekaan, dengan berbagai perlombaan, mereka sejenak melupakan apa yang sebenarnya sedang terjadi di negeri ini, kenaikan BBM, harga SEMBAKO yang kian melonjak tinggi hingga melangit, anak-anak mereka yang tidak dapat meneruskan sekolah, dan mereka lupa apa yang akan mereka makan tuk sore ini. Mereka lupakan semuanya inilah puncak dari rasa nasionalisme tinggi, melebihi kaum intelektual, birokrat, wakil rakyat yang katanya sangat mengerti makna nasionalisme,,

Panjat pinang di senja hari, mengetuk nurani kita akan gigihnya anak-anak desa berjuang demi mencapai tujuan yang mereka inginkan, solidaritas yang utuh mengantarkan mereka pada tujuan yang di impikan,,

Apakah karena sebuah hadiah mainan yang tidak bisa mereka beli yang mereka perbutkan, mungkin ada yang mengatakan ia, tetapi menurut saya tidak, mereka adalah anak-anak desa generasi penerus yang paling tinggi menjunjung nasinalisme,,

Panjat pinang hanya milik kaum marginal yang selalu di tinggalkan, mereka anak-anak yang putus sekolah, anak buruh tani, dan sebagaian besar mereka dari keluarga lapisan menengah kebawah,

Apakah karena mereka telah tertempah dengan kehidupan yang keras sehingga mereka menjadi objek tontonan, realitas ini juga menunjukkan nasionalisme mereka lebih tinggi dari pada anak-anak pejababat, birokrat, yang merasa tidak layak untuk melakukan tindakan seperti itu,,

Menangis jiwa ini ketika melihat potret jurang pemisahan yang begitu dalam di negeri ini. Penduduk desa mereka menjadi korban kekerasan fsikologis dan kekerasan sosiologis, mereka menjadi korban dari para birokrat yang telah mati hatinya, mereka tidak takutnya KKN demi memuaskan dan memenuhi nafsu seraka meraka,,

Akan ku bangkitkan anak-anak desa di negeri ini..., menjadi para pejuang sejati yang akan meruntuhkan tirani kekuasaan yang memasung mereka dalam ketidak berdayaan,

Kelak desa akan mengepung kota, revolusi total suatu jawaban yang di nantikan, negeri ini akan bangkit ketika pemerintahan di pimpin secara kolektif oleh kaum marginal,,

Tidak ada kata berhenti tuk suatu perubahan.....
(maaf bro hanya sebuah tulisan lepas dari generasi yang hampir tenggelam)





”Mahalnya Sebuah Penghayatan"

Hari ini 13 Agustus 2008 sama seperti hari kemarin suasana kampus masih sepi. Bisu dan sepinya kampus menjadi warna tersendiri dalam realitas hari ini.

Semua orang tidak tau apa yang mesti dilakukan dan di kerjakan, mahasiswa tertidur di bangku kuliah, dosen pura-pura bingung menyampaiakan teori, mungkin karena kesejahteraan yang semakin memburuk.

Inilah gambaran sekelumit realitas hari ini, diskusi-diskusi yang mencerahkan mulai di tinggalkan dan di lupakan, ketika di tanya mengapa indonesia kian hari kian terpuruk, kita menjawab kesalahan sistem, yang menjadi pertanyaan mendasar, apakah kita sadar bahwa kita adalah pemain dan aktor yang berperan di dalam sistem yang selalu menjadi kambing hitam.

Mahasiswa sangat anti terhadap nilai estitika, mereka menganggap mereka paling benar,padahal Hegel sang Inspirator Karl Marx mengatakan bahwa kebenaran adalah sebagian kebenaran.

Revolusi menjadi impian yang takkan pernah terwujud, karena kita masih tertinggal, ketertinggalan tidak membuat kita bangkit mengejar, tapi kita tetap diam seakan itu sebuah penyelesaian.

Dimana generasi yang akan membangun dan mengharumkan negeri, dimana generasi yang akan melahirkan teori-teori baru, dunia kampus menjadi ajang tempat berteaterikal generasi yang sakit.

Apakah ini akhir dari kata revolusi, tentunya kita telah keluar dari format perubahan yang ideal yang cita-citakan oleh para pendahulu negeri ini. Kita berjalan sendiri-Sendiri rapatnya barisan para pejuang jarang di hayati dengan hati, refleksi kemerdekaan kita habiskan dengan euforia semu,

Generasi yang sakit ini seharusnya bangkit, teori kita telah kehilangan orisinalitasnya, dimanakah dunia kampus yang dulunya melihahirkan para intelektual muda, di manakah kampus tempat membentangnya wacana-wacana perubahan baru, kampus ini masih bisu, mentaripun hampir tenggelam, ternyata gelapnya malam sudah mulai mengintai, dan bahkan akan menenggelamkan generasi yang sakit ini….(ObSeSiKu)