Minggu, 07 Februari 2010


"MODAL SOSIAL DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH"
(Oleh : Abdul Kholek)
Dalam bisnis modal sosial mempunyai peran yang cukup signifikan dalam meningkatkan kegiatan bisnis. Prinsip-prinsip yang melekat dalam modal sosial di adopsi oleh berbagai perusahaan untuk meningkatkan bisnissnya. Tetapi dilain pihak pada usaha atau bisnis skala kecil dan menengah tidak mudah mengadopsi prinsip modal sosial tersebut.

1. Faktor-Faktor yang Menghambat Usaha Kecil dan Menengah Dalam Mengadopsi Prinsip-Prinsip Modal Sosial.

1) Individualistis

Merupakan sifat dasar dari manusia modern yang individualitis, usaha kecil biasanya memiliki tingkat individulistis yang cukup tinggi hal ini dikarenakan mereka berbisnis hanya untuk memenuhi kebutuhan subsisten, sehingga keuntungan harian atau perharinya sangat meperngaruhi keberkangsungan hidup mereka. Oleh landasan tersebut munculnya individulisme dalam usaha kecil atau menengah.

2) Mementingkan diri sendiri (swa-kepentingan)

faktor ini hampir sama dari yang pertama disini memperlihatkan bahwa usaha kecil dan menengah mempunayai orientasi ekonomi yaitu swa-kepentingan, dalam artian semuanya didasarkan pada sejauh mana kepentingan mereka peroleh dari setiap tindakan bisnis mereka.

3) Merosotnya kepercayaan dan sosiabilitas

Kondisi ini merupakan faktor yang juga menghambat usaha kecil dalam mengadopsi prinsip-prinsip modal sosial. Usaha kecil dan menengah tidak menggunakan kepercayaan dalam pengembangan bisnis mereka dan anti terhadap pengelompokan atau pengorganisasian.

4) Intervensi negara yang begitu kuat.

Intervensi negara dalam hal ini kebijakan-kebijakan yang diambil untuk sektor usahan kecil dan menengah bersifat individualitis, meningkatkan iklim kompetisi atau persaingan, sehingga memunculkan berbagai gangguan-gangguan terhadap relasi sosial.

2. Proses Faktor-Faktor Tersebut Dalam Menghambat Usaha Kecil dan Menengah Untuk Mengadopsi Prinsip-Prinsip Modal Sosial.

1). Individualistis
Sifat individualistis menghambat usaha kecil dan menengah dalam mengadopsi prisip-prinsip modal sosial, yaitu dengan beberapa indikasi bahwa keutungan harian merupakan tergetan yang paling penting, sehingga mengabaikan modal sosial. Usaha kecil dan menengah masih menganggap modal ekonomi dan financial yang paling penting dalam memajukan usaha mereka.
Kondisi ini berimplikasi pada tertutupnya usaha kecil atau menengah untuk bergabung dengan usaha yang lain. Indiviualistik semakin kuat dan melebar sebagai akibat dari kondisi ekonomi yang tidak menentu mengharuskan mereka terlalu hati-hati, curiga kepada pihak lain. Selain itu usaha mereka terpaku pada usaha subsisten dan tidak berani untuk melangkah maju dengan berbagai resiko yang akan mereka hadapi. Mereka mempunyai rasionalitas mendahulukan selamat (safety first).

2). Mementingkan diri sendiri (swa-kepentingan)

Sektor usaha kecil dan menengah sebagimana telah disebutkan diatas bersifat individualis. Sebenarnya hampir sama dengan poin ke dua ini bahwa semua hubungan bisnis ataupun pembangunan realisi di dasarkan pada kepentingan pribadi. Semakin tinggi keuntungan atau akumulasi modal pribadi maka akan semakin intensif hubungan yang dilakukan. Kondisi inilah yang mengakibatkan sektor usaha kecil dan menengah sulit untuk bisa berkembang dengan pesat.
Dalam hal ini Fukuyama memberikab gagasan bahwa, prinsip utama ekonomi adalah setiap manusia digerakkan oleh swa-kepentingan. Dalam hal ini orang-orang lebih sering mengejar kepentingan-kepentingan pribadi mereka ketimbang mengejar kemaslahatan .

3). Merosotnya kepercayaan dan melemahnya sosiabilitas
Proses faktor ini terjadi dimana sebagian dari sektor usaha kecil dan menengah lebih menekankan pada prinsip ekonomi yaitu mencari keuntungan sebesar-besarnya. Sehingga semua tindakan yang tidak mendatangkan modal atau keuntungan financial tidak menjadi prioritas, oleh karena itu mereka tidak menganggap penting kepercayaan dan sosiabilitas.
Menurut Fukuyama mereka membuat kesimpulan sendiri berdasarkan logisnya sendiri . Ketika prinsip dasar yang sudah terbangun adalah individualisme dan swa-kepentingan maka kepercayaan dan sosiabilitas akan merosot dah hilang dalam sektor usaha kecil dan menengah tersebut.

4). Intervensi negara yang begitu kuat.
Proses pada fakor ini tampak jelas dari berbagai kebijakan atau regulasi yang dikeluarkan oleh pemerintah. Misalkan peraturan pemerintah terhadap usaha kecil dan menengah, pemberian modal, pelatihan, pendampingan dan lain sebagainya. Kebijakan tersebut secara tidak langsung mempunyai efek yang mempengaruhi tatanan sosial budaya.
Pemberian modal mengakibatkan usaha kecil dan menengah bersaing untuk mendapatkan modal, memunculkan iklim kompetisi yang tidak kondusif, dan akhirnya mematikan potensi-potensi modal sosial yang cukup besar berada diantara para aktor usaha kecil dan menengah maupun aktor diluarnya. Proses ini merupakan bagian dari masalah eksternal dari sektor usaha kecil dan menengah yang tidak disadari oleh pangambil kebijakan dan juga oleh objek dari kebijakan tersebut.


3. Rekomendasi Agar Usaha Kecil dan Menengah Mau dan Mampu Untuk Mengadopsi Modal Sosial Tersebut.
Coleman dalam Fukuyama, mendefiniskan modal sosial yakni kemampuan masyarakat untuk bekerja bersama-sama demi mencapai tujuan-tujuan bersama didalam berbagai kelompok dan organisasi . Menurut Fukuyama modal sosial adalah kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum didalam sebuah masyarakat atau bagian-bagian tertentu darinya. Ia bisa dilembagakan dalam kelompok sosial yang paling kecil atau mendasar. Demikian juga kelompok-kelompok masyarakat yang besar, atau negara .

Futnam dalam Soeharto mengartikan modal sosial sebagai penampilan organisasi sosial seperti jaringan-jaringan dan kepercayaan yang memfasilitasi adanya koordinasi dan kerjasama bagi keuntungan bersama . Berdasarkan beberapa pengertian diatas dapat dirarik kesimpulan bahwa modal sosial terbentuk oleh tiga unsur utam yaitu kepercayaan (trust), norma (norm), dan jaringan.

Rekomendasi yang ditawarkan yaitu :

 Harus ada penataulangan atau peninjauan kembali dari regulasi terhadap usaha kecil dan menengah yang telah dikeluarkan, diharapkan akan dikeluarkan kebijakan yang tidak mematikan modal sosial tetapi lebih menghidupkan pola kemitraan anatar usaha kecil maupun menengah.

 Dilakukannya pendampingan dan penyuluhan-penyuluhan kepada sektor usaha kecil dan menengah tersebut, mengenai prinsip-prisip dasar dan pentingnya modal sosial yang dapat memajukan bisnis mereka. Adanya pembiasaan terhadap norma-norma moral, sekaligus mengadopsi kebajikan-kabajikan seperti kesetiaan, kejujuran, dan dependability . Adopsi nilai-nilai kebajikan tersebut merupakan bagian penting dari isu-isu yang diangkat dalam pendampingan dan penyuluhan-penyuluhan.

 Pemerintah menghidupkan kembali iklim kepercayaan, jaringan-jaringan, dan norma-norma sosial yang berlaku di sektor usaha tersebut. Melalui kampanye-kampanye atau pendekatan personal pada usaha kecil dan menengah. Sehingga iklim kondusif terbentuk dan masuknya modal sosial kedalam sektor tersebut.

 Gerakan menghidupkan kearifan lokal (indigenous knowledge) yang didalamnya terkandung prinsip-prinsip modal sosial, sehingga secara perlahan sektor usaha kecil, menengah akan memanfaatkan potensi tersebut.

Daftar Referensi :
Fukuyama, Francis. 2002. TRUST, Kebijakan Sosial dan Penciptaan Kemakmuran. Qalam. Yogyakarta.

Seoharto, Edi.2007. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Alfabeta. Bandung.