Sabtu, 29 November 2008


“POTRET KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN”

Oleh : Abdul Kholek

“Subordinasi terhadap perempuan telah mancapai puncaknya dewasa ini, budaya patriarki secara tidak langsung telah telah melegalkan kekerasan dan penindasan terhadap perempuan. Perempuan telah di sandera, di penjarakan dan di pasung oleh belenggu patriarki” (ObSeSiKu, 2008 : 119)

Tindakan kekerasan atau kejahatan disebut juga sebagai kriminalitas, kekerasan bukan merupakan peristiwa herediter (bawaan sejak lahir atau warisan), juga bukan warisan biologis (Kartini Kartono, 1981: 121), tindakan kekerasan bisa dilakukan oleh siapapun baik pria maupun wanita, dapat berlangsung pada usia anak dewasa ataupun lanjut usia

Tindakan kekerasan atau kejahatan bisa dilakukan secara sadar, dipikirkan, direncanakan dan diarahkan pada maksud tertentu secara sadar benar. Namun bisa juga dilakukan secara setengah sadar, misalnya karena di dorong oleh paksaan yang sangat kuat dan bisa juga secara tidak sadar, misalnya karena secara terpaksa untuk mempertahankan hidupnya, seseorang harus melawan dan akhirnya terjadi peristiwa pembunuhan, itulah tiga konsep yang mendasari orang melakukan tindakan kekerasan atau kriminalitas

Secara yuridis formal tindak kekerasan merupakan suatu bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoral), merugikan masyarakat a-sosial dan melanggar hukum serta undang-undang pidana

Dalam tinjauan sosiologis tindakan kekerasan adalah semua bentuk ucapan, perbuatan dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis dan sosial-psikologis sangat merugikan masyarakat, melanggar norma susila, dan menyerang keselamatan warga masyarakat. Tingkah laku atau tindak kekerasan yang im-moral dan anti-sosial itu banyak menimbulkan reaksi kejengkelan dan kemarahan di kalangan masyarakat dan jelasnya sangat merugikan umum

”Kekerasan terhadap perempuan merupakan fenomena sosial yang tidak pernah berujung dan bertepi, tidak pernah habis di bicarakan dan di diskusikan, fenomena yang selalu hadir dalam dunia realitas dewasa ini dan mungkin akan tetap bertahan dalam realitas di esok hari”

Platform For Action and Beijing Declaration menyatakan bahwa kekerasan terhadap perempuan adalah segala bentuk tindakan kekerasan berdasarkan gender, termasuk ancaman, pemaksaan atau perampasan hak-hak kebebasan, yang terjadi baik didalam rumah tangga atau keluarga (privat life), maupun di dalam masyarakat (public life) yang mengakibatkan kesengsaraan atau penderitaan bagi wanita baik secara fisik, seksual maupun fsikologis (United Nations Depertement of Public Relation 1986)

Berdasarkan uraian mengenai tindak kekerasan diatas, maka tindak kekerasan terhadap perempuan, merupakan salah satu dari banyak pelanggaran terhadap aturan atau norma dalam masyarakat, kekerasan terhadap perempuan merupakan suatu permasalahan yang tidak pernah habis-habisnya dari masa tradisional sampai pada kehidupan modern sekarang ini, kekerasan terhadap perempuan semakin hari semakin meningkat, mungkin karena dosa turunan dari budaya patriarki, atau karena belum seriusnya dan belum intensifnya penggulangan yang dilakukan oleh berbagai pihak, walaupun banyak pihak yang di rugikan oleh fenomena tersebut

Masalah kekerasan pada dasarnya erat kaitannya dengan kekuasaan, dan umumnya tindakan kekerasan dilakukan oleh kaum laki-laki. Dominasi pria terhadap wanita menunjukkan adanya kekuasaan pria untuk berbuat sesukanya terhadap wanita. Hal ini juga di dukung oleh sistem kepercayaan gender yang berlaku dalam masyarakat, sistem kepercayaan gender mengacu pada serangkaian kepercayaan dan pendapat tentang laki-laki dan perempan, sistem ini mencakup pengertian bagaimana sebenarnya laki-laki dan perempuan itu. Pada umumnya laki-laki dianggap sebagai sosok yang lebih kuat, lebih aktif, mempunyai dominasi dan otonomi, sebaliknya perempuan di pandang sebagai mahluk lemah, suka mengalah dan pasif (belenggu patriarki)

Jagger dan Rottenberg (2002), memberikan beberapa penjelasan mengenai penindasan terhadap perempuan, yaitu :
1. Secara historis perempuan merupakan kelompok pertama yang tertindas
2. Penindasan terhadap perempuan terjadi dimana-mana dalam masyarakat
3. Penindasan perempuan adalah bentuk penindasan yang paling sulit di lenyapkan dan tidak akan bisa dihilangkan melalui perubahan-perubahan sosial lain, seperti penghapusan kelas masyarakat
4. Penindasan terhadap perempuan menyebabkan penderitaan yang paling berat bagi korban-korbannya, meskipun penderitaan ini berlangsung tanpa di ketahui oleh orang lain.

1. Akar Masalah Kekerasan Terhadap Perempuan

Perempuan sering di analisis dalam hubungannya dengan kedudukan atau juga dengan kekuasaan yang ada dalam masyarakat, yaitu fungsi mereka dalam keluarga. Menurut Aguste Comte, perempuan secara konstitusional bersifat inferiror, dimana mereka cenderung sedikit memperoleh pengakuan kedudukan didalam keluaraga maupun dalam masyarakat yang luas.

Kekerasan terhadap perempuan merupakan fenomena sosial yang telah berlangsung lama dari masyarakat yang masih primitive sampai pada masyarakat modern sekarang ini, berbagai tindak kekerasan telah di alami oleh perempuan dari waktu-kewaktu, banyak faktor-faktor yang melatar belakangi timbulnya tindak kekerasan terhadap perempuan, diantaranya faktor budaya, faktor social, dan faktor ekonomi.

a) Faktor Budaya

Kebudayaan menurut E.B Taylor, dalam bukunya primitive culture merumuskan definisi secara sistematis dan ilmiah, sebagai berikut kebudayaan adalah komplikasi (jalinan) dalam keseluruhan yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keagamaan, hukum, adat istiadat, kepribadian dan kebiasaan-kebiasaan yang di lakukan manusia sebagia anggota masyarakat.

Budaya patriarki telah menjadi unsur utama terjadinya kekerasan terhdap perempuan. Budaya patriarki merupakan budaya dominan yang mendomisasi kebudayaan nasional, yang memperlihatkan pembedaan yang jelas antara laki-laki dengan perempuan terutama mengenai kekuasaan. Kekuasaan dominan yang di miliki oleh laki-laki dianggap merupakan sesuatu yang tidak dapat diubah, dan mutlak serta baku. Dimana laki-laki menempati posisi sebagai pimimpin, dan penguasa, sedangkan perempuan sebagai pekerja yang harus melayani kaum laki-laki.

Pola budaya seperti inilah yang secara tidak langsung telah melegalkan kekerasan dan penindasan terhadap perempuan, perempuan telah di sandera, di penjarakan dan di pasung oleh belenggu patriarki, ”budaya patriarki ibarat busur panah yang selalu mengintai kaum perempuan”

Selain itu faktor kepribadian juga mengambil bagian terjadinya kekerasan terhadap perempuan. Seseorang yang memiliki sifat dan kepribadian yang keras akan lebih sering malakukan tindakan kekerasan. Kepribadian dan sifat yang keras terkadang menjadi ciri khas dari daerah tertentu, dalam hal ini Ariestoteles, mengatakan bahwa penduduk yang hidup di daerah yang dingin akan cenderung memiliki sifat yang keras, berani dan lainnya, dengan landasan sifat seperti yang diungkapkan oleh Ariestoteles diatas maka seseorang yang mempunyai kepribadian seperti itu akan menjadi sosok yang sering melanggar aturan atau norma yang berlaku dalam masyarakat, kepribadian seperti itu juga sering mengakibatkan terjadinya tindakan kekerasan terhadap perempuan

Nilai tradisi dan adaptasi juga berpengaruh terhadap kekerasan terhadap peremuan. Tradisi merupakan sifat yang tertanam sejak lama, dan adaptasi merupakan suatu kondisi dimana manusia menyesesuaikan diri terhadap lingkungan sekitar, banyak juga para analisis yang mengatakan bahwa tindakan kekerasan terhadap perempuan terjadi, karena tidak mampunya perempuan dalam beradaptasi dengan lingkungan baru, misalkan terjadinya kasus pemerkosaan karena wanita itu memakai pakaian yang tidak sesuai dengan adaptasi yang seharusnya atau kebiasaan di daerah tertentu

Dan unsur yang terakhir yaitu kepercayaan (relegi) juga merupakan penyulut terjadinya kekerasan terhadap perempuan, hal ini di karenakan adanya prasangka terhadap agama tertentu yang berakibat pada timbulnya rasa benci terhadap orang atau komunitas dari agama lain, perempuan merupakan salah satu korban dari rasa tersebut, terjadi pemerkosaan hanya sekedar untuk menarik orang agar masuk kedalam agamanya merupakan hal yang sangat picik dan sangat bertentangan dengan moral dan norma masayarakat.

b) Faktor Sosial

Manusia merupakan mahluk individual sekaligus sebagai mahluk sosial, dimana manusia tidak dapat hidup sendiri tanpa bantuan dari individu yang lain, manusia selalu melakukan interaksi dengan individu lain dalam keluarga, sekolah, masyarakat dan lingkungan yang lebih luas lagi. Masyarakat diatur oleh norma, atau nilai, adat istiadat yang telah di sepakati bersama oleh masyarakat. Kendatipun demikian tidak berarti kehidupan sosial masyarakat akan selalu lancar stabil dan terintegrasi dengan baik, dan ternyata banyak sekali celah-celah yang mengakibatkan terjadi kesemerautan dalam masyarakat, salah satunya yaitu tindakan kekerasan terhadap perempuan, ini adalah suatu fenomena yang tak kunjung terselesaikan.

Fenomena ini di sebabkan oleh banyak faktor, salah satunya yaitu faktor sosial. Faktor sosial marupakan factor eksternal munculnya tindak kekerasan, ia disebut sebagai factor eksternal karena factor itu berada di luar individu

Di antara faktor tersebut yang pertama yaitu kegagalan dalam interaksi, menurut Soerjono Soekamto interaksi merupakan cara-cara berhubungan yang dilihat apabilah orang perorangan dan kelompok sosial saling bertemu dan menentukan sistem serta bentuk-bentuk hubungan tersebut. Syarat dari interaksi social yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi. kegagalan dalam interaksi biasanya di karenakan adanya kemacetan dalam salah satu unsur pembentuk interaksi. Sebagai contoh karena kesalahan dalam komuniksi maka seoarang laki-laki tegah melakukan tindak kekerasan terhadap perempuan, dalam hal ini perlu adanya komunikasi yang efektif sehingga bisa menghasilkan interaksi yang lancar serta manciptakan masyarakat yang tentram

Faktor sosial yang lain yaitu kurang tegasnya pihak yang berwenang dalam mengatasi tindakan kekerasan, hal ini bisa kita lihat dengan rendahnya hukuman para pelaku tindak kekerasan dalam hal apapun termasuk juga kekerasan terhadap perempuan, dan masih banyak lagi factor-faktor sosial yang menjadi penyebab terjadinya kekerasan terhadap perempuan.

c) Faktor Ekonomi

Status sosial merupakan pandangan mangenai kehormatan atau pristise seseorang dapat di berikan oleh keluarga, aktivitas pekerjaan, dan pola konsumsi. Aristoteles seorang ahli filsfat yunani kuno pernah menyatakan bahwa didalam setiap masyarkat selalu terdapat tiga unsur, yaitu mereka yang sangat kaya, mereka yang melarat, dan mereka yang berada di tengah-tengahnya. konsep ini menunjukkan bahwa masyarakat pada saat itu sudah mengakui adanya lapisan-lapisan dalam masyarakat atau yang sering di sebut dengan strata social. Menurut para sosiolog, sistem yang berupa lapisan-lapisan sosial itu merupakan ciri yang tetap dan umum dalam setiap masyarakat yang hidup teratur

Dalam bidang ekonomi yang menjadi faktor terjadinya kekerasan terhadap perempuan biasanya di lakukan oleh lapisan sosial yang rendah, dimana mereka melakukan tindakan itu berdalihkan pada kebutuhan ekonomi yang mendesak mereka untuk melakukan perbuatan kekerasan terhadap perempuan, benar atau tidaknya. Alasan yang diungkapkan oleh sebagian besar pelaku kejahatan itu, menandakan bahwa peran serta sistem perekonomian juga terlibat dalam fenomena sosial tindak kekerasan terhadap perempuan, hal ini bisa menjadi landasan paradigma bahwa pemerataan pembangunan dalam bidang ekonomi akan bisa mengurangi fenomena sosial yang merugikan masyarakat tersebut

Tindak kekerasan terhadap perempuan tidak hanya dilakukan oleh orang-orang dari lapisan bawah tetapi, banyak juga kasus yang terjadi tindakan tersebut dilakukan oleh individu dari kalangan atas, fenomena seperti ini memperlihatkan adanya pola ketergantungan ekonomi, sebagai contoh yang mendukung pendapat ini yaitu tindakan kekerasan yang dilakukan oleh majikan terhadap perempuan sebagai pembantu rumah tangga, tidak menjadi rahasia lagi bahwa keududukan sosial ekonomi telah melahirkan penindasan terhadap perempuan dari lapisan rendah, ketergantungan yang terjadi di sini yaitu dimana kedudukan pembantu sebagai pelayan yang mendapat upah dari majikan tetapi yang terjadi kekuasaan ekonomi atau kekayaan telah membuat orang bertindak arogan dan seenaknya sendiri tanpa memandang moral dan norma yang ada dalam masyarakat

2. Strategi Ideal Pemecahan Masalah Kekerasan Terhadap Perempuan

Masalah kekerasan terhadap perempuan saat ini terus hangat dibicarakan, namun belum ada realisasi khusus terhadap perlindungan hak-hak perempuan. Sering kali kekerasan yang di alami oleh perempuan di didiamkan oleh pihak keluarga karena beralaskan pada nama baik, psikologis, kekuasaan dan banyak hal lainnya. Kasus yang diangkatpun terkadang hanya mencuat di permukaan pers dan hilang dengan penyelasaian secara kekeluaragaan, suatu realita yang sangat memilukan dan menyedihkan, padahal kekerasan terhadap perempuan adalah suatu tindakan yang manghambat kesetaraaan , kemajuan dan perdamaian, bahkan dari kaca mata Hak Asasi Manusia (HAM) , fenomena ini merupakan pelanggaran sebuah kejahatan terhadap kemanusiaan.

Dari keseluruhan data tindak kekerasan terhadap perempuan di POLTABES PALEMBANG sepanjang tahun 2005-2008, kebanyakan kasus kekerasan terhadap perempuan adalah penganiayaan yang mengakibatkan cedera fisik, korban paling banyak adalah perempuan yang mengalami penganiayaan baik ringan maupun berat. 57 % kekerasan terhadap perempuan, pelecehan seksual 31 % penganiayaan 14% dan perkosaan 12 %, angka yang cukup memprihatinkan bagi kita semua

Kekerasan terhadap perempuan perlu segera di tangani secara intensif berkesinambungan dan seadil-adilnya, karena secara hukum perbuatan ini merupakan suatu perbuatan yang tidak dapat di toleril lagi, sebuah kejahatan kemanusian yang cukup memilukan, dan sebuah ancaman terhadap kedamaian yang menjadi utopia semua orang.

Kekerasan terhadap perempuan sebagai suatu ancaman global terhadap kemanusian, dan telah menjadi isu gender yang cukup sentral, mengharuskan kita untuk mengatasi, dan meminimalisir tindak kekerasan terhadap perempuan, beberapa hal yang harus dilakukan yaitu sebagai berikut :

1. Perlunya penyuluhan-penyuluhan dan kampanye-kampanye anti kekerasan terhadap perempuan, terutama dari pemerintah dan juga lembaga-lambaga sosial masyarakat, serta memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk memperlakukan wanita sebagai sosok yang perlu di hormati dan dimuliakan

2. Dalam bidang pendidikan diharapkan pihak institusi pendidikan sebagai lembaga sosialisasi formal, untuk turut memberikan materi-materi yang berhubungan dengan kriminalitas dan bahayanya bagi masyarakat, serta memberikan pendidikan agama yang maksimal demi teciptanya individu yang beriman dan berahlak mulia

3. Perlunya pemberian pemahaman di dalam keluarga terutama oleh orang tua untuk selalu mengawasi perekembangan anak, tingkahlaku, tindakan yang mereka lakukan, serta memberikan pemahaman untuk bertindak yang wajar didalam lingkungan masyarakat, misalnya anak perempuan di anjurkan untuk memakai pakaian yang sopan dan banyak hal lainya yang bisa di lakukan dalam pranata keluarga

4. Perlunya peningkatan pembangunan di bidang ekonomi demi menciptkan lapangan kerja baru sehinga banyak menyerap tenaga kerja, karena banyak kasus yang terungkap bahwa kekerasan terhadap perempuan di lakukan oleh para pengangguran yang tidak mempunyai aktivitas yang pasti, sehingga mereka sering melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang demi memenuhi kebutuhan, dengan berkurangnya pengangguran maka pasti akan berimbas positip yaitu berkurangnya tindak kekerasan terhadap perempuan

5. Poin yang terakhir ini lebih menekankan pada pelaku, dimana harus diambil tindakan yang refresif antara lain melalui tehnik rehabilitas, menurut Creessy ada dua konsepsi mengenai konsep rehabilitasi, yang pertama yaitu menciptakan sistem dan program-program yang bertujuan untuk menghukum orang-orang jahat tersebut, sistem serta program-program tersebut bersifat reformatif, misalnya hukuman kurungan dan hukuman penjara, tehnik yang kedua yaitu lebih ditekankan agar pelaku atau penjahat manjadi orang biasa (yang tidak melanggar hukum) dalam hal ini selama dalam manjalani hukuman mereka di beri pelatihan keahlian atau kerajinan supaya mereka setelah keluar bisa menjadi individu yang taat pada peraturan dan tidak melakukan perbuatan yang merugikan orang lain, dengan berbekal pada keahlian yang didapat mereka bisa mendapatkan pekerjaan yang layak.

Banyak faktor yang harus di perhatikan dalam usaha untuk menyelesaikan persoalan sosial dalam masyarakat, karena masyarakat merupakan suatu sistem, pada saat salah satu subsistem tidak berfungsi dengan baik maka akan mengakibatkan kerusakan semua sistem, dalam hal ini suatu permasalan sosial, tidak dapat di selesaikan hanya melalui pendekatan sosial, karena semua unsur berpengaruh dalam hal itu, maka sudah menjadi keharusan bahwa setiap bagian dalam masyarakat harus berperan aktif demi terciptanya lingkungan yang adil, tentram, damai, menjadikan masyarakat yang terintegrasi dengan sempurna.

Referensi :
1. Kartono, Kartini. 2003. Patologi Sosial. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
2. Komnas Perempuan.2002. Peta Kekerasan Pengalaman Perempuan Idonesia. Jakarta : Amepro
3. Raga Maran, Rafael. 2001. Pengantar Sosiologi Politik. Jakarta : Rineka Cipta
4. Soekanto, Soerjono. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
5. Syani, Abdul. 1995. Sosiologi Dan Masalah Sosial. Jakarta : Fajar Agung

Tidak ada komentar: