Sabtu, 29 November 2008

SENJATA ORANG-ORANG YANG KALAH

Oleh : Abdul Kholek

Wono Rejo 7 November 2008, panasnya terik mentari, dan panasnya suasana hari ini, tidak menghentikan langkah para petani untuk pergi ke sawah, menggarap lahan yang sedikit tersisah

Petani itulah sebutan yang selalu membekas dalam nuansa ketidakberdayaan, “para petani bagai orang yang selamanya berdiri di dalam air hingga sampai ke leher, sedikit saja ombak yang di bawah angin kecil sudah cukup untuk menenggelamkan mereka”

Itulah sekelumit cerita yang tidak pernah terputus ketika melihat petani di negeri ini, Wono Rejo, adalah salah satu potret terkecil dari sekian banyak daerah pertanian. Berdasarkan etnis daerah ini didominasi hampir 99 % penduduk berasal dari pulau jawa atau lazim mereka sebut dari seberang, dengan penduduk 100 % beragama islam, dan 95 % bekerja sebagai petani. (sumber data monografi desa)

Jauh angan menghayal menerobos dunia yang paling ideal, mencari format baru untuk sebuah kesejahteraan masyarakat yang seadil-adilnya, yang di amanahkan undang-undang, dari pasal-pasal yang hanya menjadi sebuah obsesi dan isapan jempol, Pasal 33 UUD 45, tentang pengaturan kehidupan ekonomi, pasal 34 UUD 45 tentang pemeliharaan pakir miskin dan anak terlantar, Pasal 27 dan 28 Tentang kesempatan untuk mendapatkan kehidupan yang layak

Tidak ada yang salah dan keliru dari sebuah undang-udang itu, dan tidak ada salahnya para pendiri negeri menginginkan kesejahteraan yang total terwujud dalam negeri indonesia

Program-program sudah beribu bahkan berjuta telah di lakukan tapi sayang semua hanya dalam kerangka teoritis yang tidak tahu dimana awal dan dimana akhirnya

Petani merupakan kelompok yang mayoritas di negeri ini, tetapi mereka adalah kelompok yang selalu di alienisasi oleh semua pihak tanpa terkecuali,

Para petani adalah potret orang-orang yang kalah dan selalu di sudutkan oleh realitas globalisasi dan kapitalisme, mereka tertekan dan teralienisasi dari produk yang mereka lahirkan dan mereka ciptkan dengan keringat dan jerih payah setiap harinya, harga gabah yang di permainkan, harga pupuk yang juga di permainkan, menjadikan mereka sebagai sebuah bola yang selalu di permainkan, kondisi ini seperti yang di ungkapkan oleh Jauhari (45) petani padi, berikut ini :

Belum selesai kawan……!!!!


Tidak ada komentar: