Rabu, 09 April 2008

Artikel

Analisis Artikel Kriminalitas Sosial
“ Sebagian Besar Peminat Adalah Remaja” Tayangan Kekerasan di Televisi “
oleh : Abdul Kholek fisip unsri

1. Media massa
Media massa pada dasarnya mempunyai tiga kerangka utama yaitu menyelenggarakan produksi, reproduksi dan distribusi pengetahuan dalam pengertian serangkaian symbol yang megandung acuan bermakna tentang pengalaman dalam kehiduapan social. Pengetahuan tersebut membuat kita mampu memetik pelajaran dari pengalaman, membentuk persepsi dari pengalaman itu, dan memperkaya pengetahuan masa lalu serta menjamin perkembagnan pengetahuan kita.
Televisi merupakan salah satu media massa yang menjangkau hampir semua masyarakat dari lapisan teratas sampai pada lapisan yang paling bawah sekalipun di tambah lagi dengan semakin modernnya suatu masyarakat menjadikan media massa telivisi menjadi kebutuhan yang tak terlepaskan dalam kehidupannya.
Televisi sebagai media massa elektronik mempunyai beberapa fungsi pokok diantaranya :
1 ). Informasi, media televisi sebagai distributor informasi kepada masyarakat tentang peristiwa dan kondisi dalam masyarakat dan dunia
2 ). Hiburan, menyediakan hiburan, pengalihan perhatian, dan sarana relaksasi serta meredakan ketegangan social.
Dari kedua fungsi pokok telivisi di atas dapat dilihat akan urgennya peran media massa telivisi dalam masyarakat. Tetapi fakta atau realitas sosial juga memperlihatkan bahwa media televisi juga memberikan danfak yang negatif bagi masyarakat sebagai konsumen utama.
Menurut Denis Mc Quail (1996 : 230), menjelaskan secara garis besar bahwa efek media massa ada dua yaitu efek yang di rencanakan dan efek yang tidak direncanakan, efek yang terakhir ini merupakan efek yang sebenarnya sangat tidak diharapkan oleh media massa kerena sifatnya yang negatif
Hal ini bisa di lihat adanya anak yang mencoba memerankan tayangan kekerasan di televisi kedalam dunia nyatanya sehingga terjadi perkelahiaan hingga sampai pada kematian ( kasus peniruan Smack Down dalam Jawa Post, 18 april 2007 ). Semua itu tidak hanya terjadi pada anak-anak saja tetapi dalam dunia nyata orang-orang dewasa demikian, terjadi pembunuhan, pemerkosaan, tindakan criminal lainnya kerena pengaruh tayangan televisi.
Pemberitaan-pemberitaan tetang kriminalitas, seperti Derap Hukum, Tikam, Patroli, dan sebagainya sekilas dalam waktu pendek tidak bermasalah, tetapi dalam waktu yang lama tanpa disadarinya acara-acara seperti di sebutkan diatas akan menciptakan jalan keluar yang tidak dikehendaki oleh dirinya sendiri, apabila ia mengalami masalah yang sama dengan apa yang dilihatnya di televise, jadi efek media massa telah menciptakan “peta analog” mengenai jalan keluar dari masalah yang akan dihadapi di waktu yang akan datang.

2. Analisis Dalam Perspektif Kriminologi
Tinjaun mengenai tindakan kriminal dalam persfektif teori kriminologi sangat berbeda dengan asumsi-asumsi dan teori komunikasi yang telah di sampaikan diatas, dalam teori dan asumsi komunikasi yang menjadi objek yaitu media massa sedangkan dalam teori kriminologi melihat dari asfek indivudu sebagai penerima berita atau konsumen berita.
Penjelasan dalam artikel Tayangan Kekerasan di Televisi, Sebagian Besar Peminat Adalah Remaja ( Jawa Post, rabu 18 April 2007 ), memperlihatkan fakta-fakta tentang efek yang kuat penayangan kekerasan mempengaruhi perilaku masyarakat sebagai penerima informasi tersebut. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Masayu S Hanim, R, Muchtar, Rochmawatu dan Indra Astuti, mengenai danfak tayangan kekerasan yang ada di media.
Dalam penelitian tersebut dari 200 responden mendapatkan data bahwa konsumen yang paling dominan dalam mengkonsumsi tayangan kekerasan adalah remaja, responden yang menonton tayangan kekerasan sebanyak 43 % dan yang langsung terlibat langsung dalam kekerasan sebanyak 14 %, dan di temukan juga perbedaan reaksi antara pria dan wanita apabila mereka dihadapkan dengan situasi kekerasan 18 % responden laki-laki memilih bertahan dan melawan sedangkan 20 % repoden perempuan memilih bertahan dan melawan.
Efek yang ditimbulkan akibat tayangan kekerasan yaitu 1). Efek katarkis ( emosi agresif ) dengan persentase yang seimbang 2). Ketakutan serta kecemasan sebanyak 74 persen 3). Imitasi dan pemiruan hanya 4 persen. Efek imitasi dan peniruan inilah yang menjadi salah satu asfek yang di jadikan landasan dalam mengkonstuksikan teori-teori kriminologi, untuk melihat tindakan kriminalistas yang ada dalam masyarakat.
Menurut Rene Girard dalam Justin M. Sihombing ( 2005 : 6 ) menjelaskan bahwa kekerasan pada manusia berawal dari perilaku social yaitu “ meniru “. Setiap orang mempunyai hasrat untuk memenuhi kekurangan-kekurangan dalam hidupnya yaitu dengan meniru suatu model yang tampaknya lebih memiliki kepenuhan hidup. Perbuatan jahat pun ternyata di mulai dengan tanda-tanda positif, yaitu mengatasi kekurangan diri sendiri dengan meniru suatu model. Karena peniruan itu, maka dua hasrat mengarah pada sesuatu yang sama. Kalau hal yang sama itu terbatas maka tidak dapat dihindarkan munculnya rivalitas pada diri manusia itu sendiri, dan semakin meningkat, membangkitkan amarah dan agresi terbuka dapat meletus dengan mudah.
Tayangan kekerasan tidak hanya berefek besar pada masa waktu yang lama tetapi juga bisa terjadi dalam waktu yang cepat, sebagai contoh dalam artikel tayangan kekerasan di televisi ( jawa post 18 April 2007 ) yaitu tentang banyaknya korban akibat peniruan tayangan kekerasan, tayangan gulat bebas yang di kenal dengan smack down ternyata menimbulkan efek samping peniruan yang di lakukan oleh anak-anak, akibatnya ada anak yang pata tulang sampai pada kondisi merenggut jiwa.
Jauh sebelum kejadian dan peristiwa seperti ini terjadi, para krimonolog telah duluan merumuskan berbagai asumsi-asumsi teori kriminologi yang setidaknya menggambarkan kekerasan seperti contoh yang diuraikan diatas.

Menurut Albert Bandura dalam Topo Santoso dan Eva A (2001 : 55) menjelaskan penyebab kekerasan dalam teorinya yaitu Observational Learning yang merupakan sub dari teori social learning , bahwa kekerasan muncul sebagai hasil dari proses belajar, dimana anak mencontoh dan meniru tindakan kekerasan yang dilakukan oleh orang lain, sehingga tindakan kriminal tertanam dengan sendirinya dan secara di sadari atau tidak muncul perilaku kriminal yang dilakukan oleh anak.
Lawrence Kohlberg, dalam teori moral development menjelaskan bahwa tindakan kriminal terjadi sebagai bagian dari tahap perkembangan manusia, Lawrence membagi tiga tahapan perkembangan perilaku seseorang yaitu dimulai dari tahap pra-konvensional, dimana mulai ditanamkan nilai-nilai dan aturan-aturan, tahapan kedua yaitu tahapan konvensional dimana seseorang mulai berpikir rasional dan tahapan terakhir yaitu podt konvensional, tahapan ini seseorang mulai menguji nilai serta norma yang telah di adopsinya pada tahapan pertama, tahapan terakhir inilah yang sering mengantarkan seseorang pada tindakan-tindakan kriminal
Selain dua asumsi teori yang telah di sampaikan diatas, penyebab tindak kekerasan sebagai efek peniruan juga disampaikan oleh Sutherland dalam teorinya diferential association theory, menurut Sutherland tindakan criminal di karenakan hubungan dengan nilai anti social, penjelasan lebih lanjut mengenai teori ini menggunakan sembilan proposisi yaitu
1). Tindakan criminal di pelajari,
2). Criminal sebagai hasil dari komunikasi,
3). Kriminal di pelajari dalam kelompok intim,
4). Pembelajaran criminal juga menyangkut tehnik-tehniknya,
5). Motif-motif criminal di perolah melalui proses belajar,
6). Tindakan criminal dilakukan karena pertimbangan banyaknya keuntungan serta kerugian yang akan didapat melalui proses belajar,
7). Lamanya intensitas interaksi,
8). Asosiasi pola-pola criminal,
9). Kriminal sebagai ungkapan dari kebutuhan.
Dari ketiga asumsi dan teori-teori yang telah dijelaskan diatas, dapat di simpulkan beberapa hal penting yang menjadi dasar atau mendasari terjadinya tindakan kekerasan dalam masyarakat yang di akibatkan karena pengaruh tayangan kekerasan.
Pokok - pokok yang mendasari terjadinya kekerasan tersebut yaitu adanya proses belajar dan mempelajari tindak kekerasan, proses penanaman nilai / norma ( norma yang sejalan dengan masyarakat dan norma / aturan anti social ) sehingga nilai / aturan anti social yang didapat menjelma menjadi kekuatan jahat yang masuk ke dalam kerangka berfikir manusia ( frame berfikir ), serta frame berfikir itu di implementasikan ke dalam tindakan yang melanggar hukum, norma yang ada dalam masayakat.
Perilaku peniruan dan imitasi tindak kejahatan dalam media massa, tidak hanya terjadi pada anak-anak ( smack down ), tetapi juga merambah pada semua golongan usia ( remaja, mudah, tua ), jenis kelamin, status sosial, wilayah tempat tinggal dan dari indikator-indikator lainnya.
Dari artikel kriminalitas sosial “ sebagian besar peminat adalah remaja “ contoh imitasi yang menarik yaitu imitasi dan peniruan tayangan smack down yang menyebabkan jatuh korban pada anak-anak, dari patah tulang sampai pada merenggut nyawa, proses imitasi dan peniruan tersebut akan di jelaskan melalui gambar berikut :

Menurut Soerjono Soekanto (1990 : 63), Imitasi merupakan salah satu faktor dalam proses interaksi, imitasi mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses interaksi sosial, salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat mendorong seseorang untuk mengikuti kaidah-kaidah dan nilai-nilai yang berlaku, namun demikian imitasi bisa juga berdanfak negative dimana nilai, norma-norma yang di tiru yaitu tindakan-tindakan yang mernyimpang.
Gambar diatas menjelaskan proses terjadinya tindakan kekerasan oleh anak akibat tayangan kekerasan dalam media massa, dalam gambar tersebut diambil dua anak sebagai contoh, anak tersebut selalu berhadapan dengan dua kondisi yang umum yaitu proses belajar dan ovservasi, kedua proses ini intinya bagaimana anak tersebut memperolah serta memahami norma dan nilai yang ada dalam kehidupan masyarakat terkecil yaitu keluarga, tempat bermain dan lain-lain, dengan semakin modernnya suatu masyarakat maka secara tidak langsung akan berpengaruh pada penanaman norma dan nilai tadi, sehingga nilai-nilai dan norma dari media massa tidak dapat dibendung, pengaruh tayangan negativ berujung pada munculnya peta analog negative pula, semakin intensif interaksi dan observasi maka peta analog anak-anak akan semakin kuat, kesamaan peta analog kedua anak tersebut, menjadikan mereka untuk menyepakati untuk mencontoh adegan kekerasan ( smack down ), secara tidak langsung di sadari atau tidak mereka telah melakukan “ trial in error “ suatu tindakan kekerasan, sehingga berakhir pada jatuhnya korban.
Pengaruh media massa terhadap perilaku menyimpang sangat besar sekali. Pengaruh tersebut dapat berupa pengaruh kognitif, emosional maupaun pengaruh perubahan perilaku dan membuahkan tindakan agresif.
Tindakan agresif inilah yang lebih cenderung melanggar etika sosial. Karena konsumen media massa cenderung meniru eksposur yang diterimanya, maka pada saat ad kesempatan maupun prakondisi unutk bertindak agresif yang mengakibatkan kekerasan, proses peniruan itu dilakukan. Keterpengaruhan itu tidak lagi hanya sebatas pada pikiran, melaikan sudah berbentuk tindakan konkret yang merugikan orang lain.
DAFTAR PUSTAKA

L Tubbs, Stewart. Sylvia moss. 1996. Human Communication Konteks-konteks Komunikasi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Santoso, Topo & Eva Achjani. 2001. Kriminologi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Sihombing, Justin M. 2005. Kekerasan Terhadap Masyarakat Marginal. Yogyakarta: Narasi

-Soekanto, Soerjono. 2005. Sosiologi Pengantar. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Wirawan, Sarlito. 1983. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Sumber Analisis : Artikel Kriminalitas Sosial “ Sebagian Peminat Adalah Remaja, Ttayangan Kekerasan di Televisi” Jawa Post : 18 April 2007

Tidak ada komentar: